•Chapter 34

29 6 0
                                    

"Disini ada tangisan, ada perjuangan, ada luka, ada tawa, bahagia dan rindu. Dan itu semualah yang memberatkan ketika harus berpisah." -Laskar Marcellino.

Laskar dan Rangga kini sudah mulai memotong kue mereka secara bersama-sama dibarengi dengan lagu yang teman-temannya itu nyanyikan.

"Potong kuenya, potong kuenya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga! Ye!!" Kue yang Rangga dan Laskar potong sudah mereka taruh di atas piring.

"Jadi? Siapa yang mendapat suapan pertama?" Tanya Kevin dengan menaikkan kedua alisnya menggoda.

"Buat mamah," ucap Rangga dan Laskar bersamaan, Lena yang merasa terpanggil langsung menghampiri kedua putranya itu dan langsung memeluk mereka erat. Laskar dan Rangga membalas pelukan Lena lembut. Lena langsung memakan dua kue berukuran kecil itu sekaligus dari suapan Rangga dan Laskar secara bersamaan.

"Kara nya cemburu nih, Komandan!" Sahut Diki menggoda Kara yang tepat berada di sampingnya.

"Wah kasus nih, Komandan," seru anak-anak geng Alastar menyoraki Laskar.

"Iya, ini juga mau datang kue lamarannya tuan putri."

"Asek!!" Seru semua orang menaggapi, sementara Kara hanya menunduk dan tersenyum malu saat Laskar sudah datang menghampirinya dengan sepotong kue ditangannya.

"A ..." titahnya dan langsung Kara laksanakan.

"Eits!" ucap Laskar menjahili kara karena menjauhkan kue itu dari mulutnya.

"Nah 'kan kebiasaan!" rajuk Kara cepat sambil mengembungkan pipinya. Laskar yang melihat itu langsung mengulurkan tangannya mencubit hidung Kara bukanya pipi.

"Ih sakit tau."

"Iya-iya, nih a ..." Dan kue itu sudah berhasil Kara makan dengan terus ditatap oleh Laskar lekat.

"Aku juga mau dong, Kak Acel," sahut Meira yang sedari tadi diam memperhatikan kedua kakaknya itu, "ini buat Meira," celetuk Rangga cepat dan menyuapkan kue yang masih tersisa ditangannya ke mulut kecil Meira.

Semua kini sudah menikmati makanan yang telah dipersiapkan oleh semua anak terkecuali Rangga dan Laskar yang kini sibuk berbincang bersama Kara, Febby dan Jimas disana.

"Gue merasa masih ada yang kurang."

"Apa?" tanya Jimas tak menatap Rangga dan terus memakan makanannya.

"Dimana Allan?" sahutnya lagi membuat semua orang menatap bingung ke sekeliling dan tak menemukan Allan yang mereka tak sadari keberadaanya.

"Eh iya, dimana Allan?" Lanjut Laskar bertanya. Seketika Jimas langsung berdiri setelah menghabiskan sebagian makanannya.

"Oya! Gue lupa soal pengkhianat itu," ujar Jimas lantang membuat semua orang berbisik menatapnya bingung.

"Siapa penghianat?"
"Allan penghianat?"

Pertanyaan itu kini mulai terjawab saat Jimas mendatangkan dua polisi dengan membawa Allan datang ke taman itu dengan kedua polisi masing-masing memegang tangan Allan dan menguncinya.

Semua orang berdiri saat melihat Allan disekap seperti itu oleh kedua polisi itu.

"Pak! Lepasin Allan!" perintah Laskar tegas.

"Jangan, Pak! Jangan lepasin pengkhianat yang selama ini udah ngeracuni pikiran lo, Kar!"

Laskar menatap Jimas bingung, "ngeracunin pikiran gue gimana?"

Jimas berjalan dengan langkah gusar mendekati Allan dan kedua polisi itu, "jelasin, Lan, jelasin! Jelasin yang sejelas-jelasnya bahwa lo memang pengkhianat!"

Karantina (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang