•Prolog

225 17 1
                                    

Tok tok tok

Seseorang mengetuk pintu rumah megah bernuansa putih dengan pelan, sesekali ia mendengar isakan isakan tangis yang bersumber dari dalam rumah tersebut.

"Al?" panggilnya pelan entah ditujukan pada siapa panggilan itu.

Hening, tak ada jawaban. Hanya ada suara isakan yang semakin kencang terdengar.

Tok tok tok

Ketuk nya sekali lagi namun tetap saja tak ada jawaban yang membuatnya semakin geram. Merasa dirinya terabaikan dan tak tahan akan suasana disekitarnya, ia memilih membuka pintu dihadapannya.

Secara perlahan menampakan seorang gadis yang sedang tertunduk lesu dengan tisu yang sudah berceceran dimana-mana.

Cowok berpostur tegap itu menghampiri gadis yang sudah tak berdaya dengan banyak luka di tangan dan kaki nya. "Al, lo kenapa?" tanyanya dengan nada lirih.

Gadis itu mendongak menatap cowok yang kini menatapnya tajam dengan sirat pertanyaan yang ingin segera ia lontarkan,Tak ingin berlama lama memendam rasa sakit, gadis berinisial A itu langsung memeluk cowok dihadapannya dengan erat.

"Bang gue benci sama dia bang," jawabnya  masih dengan isakan tangis.

Seperti pisau yang semakin tertusuk dalam, rasa kemarahan juga kebencian menguar jelas di dalam diri cowok berpostur tegap itu, melepaskan pelukan alana yang semakin erat seakan alana memberikan rasa kekecawaannya yang ia pendam selama ini.

"Siapa yang udah ngelakuin ini sama lo Al?" tanyanya pelan. Gadis itu tak menjawab, hanya kembali menundukan kepalanya dalam.

Mencegah air mata yang ingin tumpah dari pelupuknya, cowok itu mengenggam ponsel yang sedari tadi ia bawa dengan kuat, hanya tak ingin terlihat lemah dihadapan gadis itu. Ia harus tetap kuat menahan segala amarahnya.

"Jawab Al!" sentaknya tak sabaran.

"Di-dia itu-"

Brakk!

Pintu terbuka menampakan seorang lelaki dengan kemeja putih dan jas hitam yang sudah berantakan, berjalan pelan menuju sofa yang tak jauh dari tempatnya berdiri dan menjatuhkan tubuhnya disana.

"Ayah!" Serentak kedua remaja tadi berteriak serta menoleh ke arah lelaki berpakaian kerja yang tergeletak lemah di sofa. Kedua remaja itu bangkit dan mendekat ke arah lelaki itu.

"Ayah," panggil gadis itu lirih. "Ayah kenapa?" tanyanya dengan memeluk tubuh ayahnya yang sudah terduduk lesu di sofa.

"Maafin ayah Alana," ucapnya dengan nafas yang tak beraturan, terlihat sekali wajah lelaki itu yang sangat kelelahan seperti seseorang yang sedang melarikan diri dari sebuah masalah.

Gadis yang kini sudah melepaskan pelukannya, menggeleng cepat. "Ayah gak perlu minta maaf, Ayah gak salah apa apa," jawabnya ketakutan.

"Ayah jelasin ada apa?" tanya cowok itu tak sabaran

"Maafin ayah ... ayah gak bisa jadi ayah yang terbaik buat kalian," jawab lelaki itu dengan suara beratnya. "A-ayah harus pergi," lanjutnya kemudian yang membuat tangisan Alana semakin kencang dan kembali memeluk lelaki itu.

Cowok berpostur tegap itu merasakan ada hal mencurigakan yang akan segera terjadi. Dari kejauhan terdengar sirine mobil polisi yang semakin terdengar jelas.
Tak lama sekelompok polisi masuk  dengan segala peralatan yang mereka bawa.

"Selamat malam, maaf mengganggu waktunya sebentar," ujar salah satu polisi yang sudah mendekat ke arah mereka. "Iya pak ada apa ya?" tanya cowok berpostur tegap itu dengan pikirannya yang sudah melayang kemana mana.

"Kami disini mencari sodara Revan," ucap polisi itu dengan melirik seorang lelaki yang tergeletak lemah di sofa. "Iya itu ayah saya, ada urusan apa bapak mencari ayah saya?" tanyanya to the poin

"Maaf kami mendapat perintah dari perusahan pra company dan harus menangkap bapak ini karena bapak ini telah melakukan korupsi dengan menyalah gunakan keuangan kantor di perusahanannya," jelas polisi tersebut yang kemudian menggerakan aba aba pada beberapa polisi dibelakangnya untuk segera menangkap ayah dari kedua remaja itu.

Lelaki itu melepaskan pelukan anak gadisnya dan memilih pasrah untuk dibawa oleh kedua polisi itu.

Kedua remaja yang kini terkejut dengan apa yang dikatakan polisi itu tak dapat mempercayai ucapannya. "Tunggu tunggu pak, bisa jelaskan dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi?" cegah cowok itu cepat.

"Maaf anda bisa pertanyakan itu nanti di kantor polisi," serka salah satu polisi yang membawa kertas coklat dan menyerahkan kertas itu pada lelaki dihadapannya. "anda bisa melihat nominal uang yang telah bapak ini korupsikan, jika anda bisa menebusnya silahkan anda bisa langsung menuju perusahaan pra company untuk segera menuntaskan masalah ini, dengan begitu ayah anda akan kami loloskan."

Seakan tertusuk pisau yang mulai menembus tubuhnya, cowok itu tersenyum miris melihat kepergian ayahnya dan meremas kertas coklat digenggamannya.

Gadis yang sedari tadi menangis terisak, bangkit dari tempatnya berniat mencegah kepergian polisi. "Ayah tunggu, jangan pergi!!" namun dengan cepat ditahan oleh cowok berpostur tegap itu. "Udah Al, jangan kejar ayah. Kita tidak boleh mencegah tugas polisi, biarin ayah dibawa, kita harus pikirkan balas dendam yang harus kita berikan pada keluarga itu."

Karantina (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang