•Chapter 13

48 8 0
                                    

"Terkadang, diam itu lebih baik , daripada bicara tapi tak dihargai, tak dianggap ada." - Katrina Anastasya.
***

Matamu melemahkan ku
Saat pertama kali kulihatmu
Dan jujur, ku tak pernah merasa
Ku tak pernah merasa begini

Oh, mungkin inikah cinta
Pandangan yang pertama
Karena apa yang kurasa, ini tak biasa

Jika benar ini cinta
Mulai dari mana?
Oh, Dari mana?

"Dek!!!"

Seruan itu membuat Kara menutup telingnya rapat-rapat, sebab suara itu mengalahkan volume suara musik yang sekarang ia nyalakan.

Tok! Tok! Tok!

Kara menghembus nafas pelan sembari turun dari atas kasurnya, berjalan malas menuju ke arah pintu.

Ceklek.

"Aduh!" Kara meringis pelan karena sesuatu telah mengenai seluruh wajahnya.

Menyingkirkan bantal itu dari wajahnya, Kara melotot tajam ke arah Kenan yang sekarang sudah berdiri di hadapannya dengan mimik wajah yang sudah merah padam.

"Apaan sih lo? Gak sopan banget! Sakit tau!"

"Bodo! Lo punya uang berapa emang?" Tanya Kenan dengan songong nya sedikit meninggikan wajahnya.

"Stress lo ya, tiba&tiba dateng tanya soal uang, lempar bantal lagi! Gue pikir lo kerja makan gaji buta! Sekarang ngemis sama gue."

"Heh! Gue tanya lo punya uang bukan soal itu! Lo pikir kalau rumah ini roboh, lo bisa ganti pake apa? Dan lo pikir kalau gendang telinga gue copot, lo mau bayar pake apa? Pake uang mainan lo?"

"Alay bin lebay!" Ucap Kara sambil bersiap menutup pintu kamarnya, namun cepat dicegah oleh Kenan, "yang alay bin lebay tu elo! Eh, Ra, lo budek apa gimana? Volume musik lo persis kayak toa masjid!"

"Terus? Urusanya sama lo?"

Kenan mengusap dada sabar, "lo punya masalah hidup apasih, hah? kecilin volumenya atau lo gue coret dari KK!"

"Lo ngancem gue? Coret aja kalau bisa. Letak KK nya aja lo gak tau dimana! Heh kak! Sekali-kali bikin adeknya bahagia sebentar aja susah banget sih! Gue itu lagi bahagia! Harusnya lo dukung gue!"

"Brisik lo! Kecilin buruan!"

"Ganggu suasana aja lo! Sana pergi," usir Kara.

Kenan menggepalkan tangan erat, menyorot tajam ke arah Kara, "mamah 'kan lagi pergi, baku hantam laksanakan!"

Kenan mendorong Kara kuat hingga Kara terhambur ke kasur miliknya. Mencari letak radio dan mematikannya.

"KENAN!!! BANGKE!" teriaknya tak kalah keras dari volume musik yang ia bunyikan tadi.

"Apa lo?"

"Tau! Gue mau pergi!" Runtuk Kara kesal kemudian mendorong tubuh Kenan untuk segera keluar dari kamarnya, "pergi sana!"

"Lo mau kemana?"

"Berisik!"

Brak!

****

"Adik lo mau beli apa di sini?"

Laskar hanya diam, pandangan nya lurus kedepan sambil mengendong Meira adiknnya. Meruntuk kesal karena harus mengajak Jimas kesini karena permintaan Meira.

Jelas-jelas ini toko ice cream, pastinya Meira akan beli ice cream, gitu aja ditanya.

"Yah bisu lagi," bantin Jimas kesal.

Karantina (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang