•Chapter 15

29 7 0
                                    

"Bahagia itu sederhana, cuman standar kebahagiaan lo terlalu tinggi, itu yang buat lo sulit bahagia." -Febby Arabella.
***

"Terus ini gimana, Ra?"

"Yaudah tinggal jalan aja."

Febby menengok ke arah Kara tajam, yang ditatap hanya mengangkat dagu sembari menaikkan salah satu alisnya.

"Terus habis gue jalanin gue mati?"

"Ya itu takdir lo mati sekarang."

"Wush! Omongan lo jaga ya!"

"Canda kali, yaudah lo duduknya nyamanin dulu."

"Udah terus?"

"Terus lo pencet tuh yang itu sambil di rem."

"Yang mana?"

Kara berjalan mendekat ke arah Febby yang sedang sibuk mencari tombol yang Kara maksud.

"Yang ini," tunjuknya pada tekanan electric starter.

"Oh oke, terus?"

"Ya lo pencet sambil tarik remnya pelan."

Suara mesin motor berbunyi, membuat sudut bibir Febby terangkat membentuk senyuman di wajahnya, "gue bisa Ra nyalain motornya!" Seru Febby histeris.

"Bahagia lo sederhana banget ya, Feb?" Kara menggelengkan kepala kecil melihat Febby yang berteriak begitu keras.

Tawa Febby terhenti, sedikit kesal karena ucapan Kara yang begitu meremehkan pikirnya, "yaelah, biarin kali. Oke next?"

Kara bersiap untuk membonceng di belakang Febby, untuk menjaga Febby agar tak terlepas kendali, "oke selanjutnya lo pegang handle gas trus jalan."

"Tapi pelan-pelan," timpal Kara cepat.

"Oh oke-oke." Febby fokus menatap ke depan sembari menghembuskan nafasnya pelan.

"Oke mulai!"

Saat Febby ingin menarik gas, Kara memukul keras pundak Febby, "apasih, Ra?! Gue udah mau jalan nih, bikin grogi aja lo!"

"Hehehe sorry, Feb, gue kelupaan sesuatu."

"Apaan?" Tanya Febby kesal.

"Lo belum pake helm sama gue!" Jawab Kara sedikit meninggikan ucapanya.

"Oh iya gue lupa, hehehe."

"Nyenyenye, yaudah tunggu bentar biar gue ambil."

"Buruan!"

"Berisik lo sabar kali."



****



"Meong!"

"Sial!" Euntuk seseorang yang baru saja menabrak seekor kuncing di hadapannya.

Kemudian ia turun untuk mengecek keadaan si kucing.

"Duh! Pake acara mati lagi, gue harus gimana sekarang?"

"Petrik!" Langgil seseorang dari dalam rumah membuat lelaki itu terjengat kaget, "anjir!"

Lelaki itu cepat-cepat berdiri menaiki motor dan menjalankannya pergi dari tempat itu tanpa menghiraukan kucing hitam yang kini sudah tergeletak di jalan dengan darah di sekujur tubuhnya.

Jimas keluar dari rumahnya merasa mendengar suara deru motor yang melaju cepat.

"Ya Allah! Petrik!" Melihat kucing kesayangannya tergeletak di jalanan, Jimas berlari cepat menghampiri kucing itu.

Karantina (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang