•Chapter 17

43 7 0
                                    

"Gue belum bisa mencintai diri gue sendiri apalagi mempunyai fondasi untuk mencintai orang lain." -Laskar Marcellino.
***

"Febby!!"

Seluruh kelas menatap Kara terkejut saat gadis itu membuka pintu kelas dengan keras hingga terbuka lebar.

"Febby yang dipanggil, kok gue yang malu?" Ucap Doni sambil mengelus dadanya pelan sambil menatap Kara yang sekarang sudah menunduk malu.

Ia pikir sepagi ini kelas masih sepi, mungkin iya tadinya sepi namun setelah kejadian di lorong tadi ia sudah menghabiskan waktu setengah jam di sana.

Semua siswa menatapnya tajam,  "Maaf semua, permisi." Kara berjalan pelan menuju bangku Febby yang melongo dibuatnya sembari menunduk dalam.

"Hahaha, malu 'kan lo!" Ucap Febby saat Kara mendaratkan tubuhnya di bangku sebelahnya.

"Gue kirain masih sepi."

"Tumben lo rajin." Kara melihat banyaknya buku berserakan memenuhi meja Febby hingga tak cukup dan melebihi sampai ke meja miliknya.

"Gue lupa ngerjain tugas," celetuknya kemudian  melanjutkan aktivitasnya kembali.

Kara hanya mengangguk mengiyakan, "lo kenapa cari gue sampe segitunya? Kangen lo? Gue kira abis kejadian kemarin lo gak bakal masuk."

"Idih, mana ada yang mau kangen sama lo. Pede banget."

"Udah mendingan sih, 'kan yang luka elo, gue cuman syok aja."

"Iya nih! Masih memar gini." Febby memperlihatkan luka memarnya yang masih ia tutupi dengan plester.

"Sakit ya?" Tanya Kara, terlihat meringis saat melihat tangan Febby.

"Ya iyalah bego!"

"Terus lo kenapa teriak teriak manggil gue tadi?" Febby menaikan salah satu alisnya bertanya.

"Gue mau tanya sesuatu sama lo."

"Soal apa?"

"Soal laskar."

Febby menghela nafas kasar, "dia lagi dia lagi, bisa gak sih bahas yang lain?"

"Lo kenapa? Gue 'kan belum ngomong apa-apa."

"Ya tapi gue bosen aja, setiap hari lo bahasnya dia mulu kek gak ada anak lain gitu."

"Contohnya?"

"Arga," ujar Febby cepat.

"Siapa? Ulangi lagi dong," pinta Kara sambil menelisipkan sebagian rambutnya ke belakang telinga.

"Arga!" Pelan tapi ngegas.

"Cie ... tiba-tiba pengen bahas Arga," goda Kara membuat pipi Febby merah merona.

Sedetik kemudian ia kembali dengan wajah cueknya setelah berhasil menetralkan suhu tubuhnya.

Febby menoleh ke arah Kara acuh, "dih, masih mending 'kan daripada si batu?"

"Alah boong lo keliatan."

Febby semakin tak kuat menahan rasa malunya, "cepetan," ujarnya cepat tak ingin Kara kembali membahas soal Arga bisa-bisa ia mati rasa dibuatnya.

"Apanya?"

"Lo mau tanya soal Laskar apa?"

"Oh, gue mau tanya Laskar disini ikut ekstrakulikuler apa?"

Febby menoleh cepat, "kenapa lo tanya itu?"

"Yah malah balik tanya, ya lo tau 'kan alasannya apa?"

Febby dibuat berfikir atas pertanyaan Kara, setelahnya ia mengerti apa yang Kara bicarakan, "enggak."

Karantina (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang