•Chapter 25

14 4 0
                                    

"Tak peduli seberapa dingin hati lo, tolong jangan hilangkan sentuhan moralitas dan membiarkan itu membuat hatimu dingin kembali." -Katrina Anastasya.

❤️❤️❤️


Laskar keluar dari kamar mandi yang sudah memakai celana pendek hitam dan kaos putih serta handuk yang masih bertenger di pundaknya. Hari ini adalah hari yang benar-benar melelahkan baginya, ia sudah menduga sejak kemarin saat Laskar resmi menjadi pacar Kara. Barusan saja Laskar pulang ke rumah setelah menghantarkan Kara pulang.

Ay, ay, Ay i'm your little butterfly
Ay, ay, Ay i'm your little butterfly

Saat Laskar ingin mendaratkan tubuhnya diatas kasur, ia mendengar suara nada dering lagu yang ia rasa berada di sekitar kamar miliknya.

"Suara dari mana itu?" Ucap Laskar pelan sembari berkeliling mencari suara yang mirip dengan nada dering ponsel mainan anak kecil. Saat Laskar beralih ke atas nakas meja, ia melihat ponselnya yang ternyata berdering dengan nada bunyi seperti itu. Laskar pikir, Meira sengaja meninggalkan ponsel mainannya di kamar Laskar. Ternyata suara itu berasal dari bunyi ponselnya sendiri.

"Anjir! Siapa yag udah ganti nada dering ponsel gue?" Tanya Laskar bingung entah kepada siapa, ia hanya sendiri di kamar miliknya. Sedetik kemudian Laskar teringat sesuatu, kini Laskar sudah tersenyum kecil jika benar orang yang sudah mengganti nada dering ponselnya itu adalah Kara.

Semenjak di kafe tadi, Kara sibuk mengotak-atik ponsel miliknya hingga ia lupa memakan ice mochi yang sedari tadi ia anggurkan. Kara ternyata benar melakukannya, ia mengganti nada dering itu sama seperti nada dering ponsel milik Jimas yang Laskar tau menggunakan nada dering ponsel mainan anak kecil.

Laskar sendiri sudah membayangkan aksi konyol Kara ini yang tidak sempat ia lihat dan perhatikan selama di kafe tadi, "humor banget sih lo, gemes gue bayanginya," ucap Laskar masih dengan tersenyum jahil.

Namun melihat bunyi itu yang tak kunjung berhenti dan Laskar yang baru sadar bahwa ada yang meneleponya sedari tadi, menampilkan nama Diki tertera jelas di layar ponselnya. Laskar cepat-cepat menggeser tombol hijau pada layar ponselnya.

"Hallo bang, ada apa?"

"Lo kayaknya harus belajar banyak deh dari abang," ucap Diki disebrang sana yang membuat Laskar bingung.

"Belajar apa?"

"Kara kemarin curhat sama gue dan Desty kalau lo gak mau jemput dia kesekolah kemarin, dan barusan dia telepon gue terus curhat lagi soal lo yang batalin pergi bareng Kara ke toko buku," jelas Diki yang menunjukan nada suaranya sedikit kesal.

"Kara beneran curhat gitu sama lo bang?" Tanya Laskar tak percaya, ternyata Kara sangat protektif padanya sampai sampai hal sekecil itupun ia permasalahkan.

"Iyalah, emang lo sesibuk apasih sampai lo gak mau anter dia kesekolah dan batalin pergi ke toko buku?"

Belum juga Laskar menjawab, Diki menyambung kembali kalimatnya, "pasti setiap pagi lo sering kesana nugguin dia pulang, 'kan?"

"Iya, gue sering kesana, bang. Bahkan setiap pulang sekolah pun gue tetep kesana buat mastiin dia udah pulang apa belum, gue kangen sama dia, bang," lirih Laskar menjawab.

"Bagus, Kar, gue suka sama kesetiaan lo jadi sahabat. Gue yakin lo gak salah, dia yang salah ngertiin lo. Tetep berjuang buat nungguin dia pulang, gue yakin suatu hari nanti dia pasti akan pulang. Lo harus bisa ngertiin dia, dia sedang berduka, tunggu aja."

"Iya bang, gue akan tetep nungguin dia pulang," ucap Laskar sembari tersenyum. Walau Diki tak bisa melihatnya tapi dari kata-kata yang Laskar ucapkan, Diki yakin Laskar kuat untuk selalu menunggunya pulang.

Karantina (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang