V

1K 133 2
                                    

Hari ke tujuh

Devan

Sudah 1 minggu sejak kami mengurung diri di kantin ini. Listrik pun sudah diputus 2 hari yang lalu. Baterai ponsel kami semua juga hampir habis. Yang tersisa hanyalah makanan dan minuman yang entah sampai kapan bisa menahan rasa lapar kami. Sementara itu, zombie diluar sana mulai  menggila. Saling membunuh meski sudah dibunuh. Yahhh setidaknya kami jadi sedikit lebih mudah untuk melawan mereka.

"Sepertinya sudah saatnya kita bergerak lagi. Gak mungkin kita harus terus berdiam diri disini saja. Makanan juga pasti bakal habis kan? Oke, kalau begitu tujuan kita kali ini adalah gudang sekolah tempat dimana semua alat-alat olahraga disimpan disana. Tapi sebelum itu, aku akan pergi ke uks dulu mengambil kotak P3K untuk berjaga-jaga jika salah satu dari kita ada yang terluka lagi." aku mengambil ransel dan tongkat yang selalu kami simpan untuk berjaga-jaga.

"Tunggu!" Baru saja hendak membuka pintu belakang kantin, Zahra sudah memanggilku lebih dulu.

"Aku ikut." ucapnya. Setelah itu ia juga mengambil tongkat dan berdiri dibelakangku, segera saja aku mencegahnya, "Jangan. Di luar sangat berbahaya, aku gak mau repot nolongin kamu kalau nanti kamu terluka."

"Kamu gak perlu khawatirin aku. Aku bisa jaga diri, kok."

"Siapa juga yang cemasin kamu. Aku kan cuma bilang gak mau direpotin."

"Ya ya ya. Pak Devan, mending kita sudahi aja perdebatan ini. Lebih baik kita berangkat sekarang kalau gak mau mengundang para zombie yang kelaparan itu."

Alhasil, aku hanya menurut. Jujur saja, aku enggan jika harus mengajaknya. Akan berbahaya di luar sana, terlebih dia seorang perempuan. Dan mungkin akan sedikit merepotkan. Namun aku tidak munafik, aku juga butuh bantuan untuk melawan makhluk diluar sana. Bisa saja aku mengajak Angga, tapi pergelangan kakinya masih belum sembuh total, salah satu mata kakinya ada yang retak sehingga butuh waktu agak lama untuk menyembuhkannya. Aku benar-benar salut padanya saat itu, dia terlihat begitu tangguh, tak seperti kelihatannya. Tapi tetap saja dia penakut dan ceroboh.

"Sarah, Angga, kalian tunggu disini ya. Persiapkan bekal yang akan kita bawa nanti."

"Ok ra! Hati-hati ya..."

"Jangan ngapel ya kalian berdua. Niatnya ngambil obat malah pacaran." mendengar ocehan Angga itu membuatku ingin menimpuknya dengan kepala zombie yang sudah putus saat itu juga.

Huuftttt stay cool Devan.

"Apaan sih Angga, yang ada malah kalian kali yang pacaran." mulut Zahra memang selalu tepat. Terimakasih sudah mewakili ucapanku, ra.

"Sudah-sudah. Ayo ra." ucapku mengajaknya menjauh.

Zahra mendengus kesal dan berjalan mendahuluiku.

Kami pun meninggalkan Sarah dan Angga di kantin lalu berjalan melewati belakang gedung kelas XI MIPA yang cukup aman dari para mayat hidup itu. Sebenarnya jarak ruang uks sekolah kami memang tidak terlalu jauh dari kantin, hanya di batasi oleh 2 gedung, gedung kelas yang sedang kami lewati sekarang dan gedung perpustakaan. Ruangan uks sekolah ini juga terletak didekat area parkir motor para siswa. Itu artinya akan ada lebih banyak zombie yang akan menyambut kedatangan kami. Aku harus bersiap.

Namun ternyata dugaanku tidak sepenuhnya benar. Memang para zombie itu ada banyak disana. Tapi mereka terkurung didalam area parkir motor itu. Yang dibatasi oleh pagar besi setinggi 2,5 meter. Aku tidak tahu siapa yang melakukannya, tapi aku berterimakasih padanya. Urusan kami jadi jauh lebih mudah sekarang.

Kami pun berjalan sedikit santai menuju ke depan ruangan uks. Kucoba memutar gagang pintunya. Tidak dikunci. Syukurlah.

Ku langkahkan kaki kedalam ruangan itu. Ugh. Bau obat-obatan menyeruak masuk ke dalam hidungku. Semuanya berantakan. Ranjang yang terbalik, pil-pil obat yang berceceran, tabung oksigen yang terguling, dan juga beberapa bercak noda darah di lantai dan dindingnya. Sejenak aku merasa mual, tapi kemudian aku teringat sesuatu. Zahra. Aku berbalik. Dia tidak ada di belakangku.

Segera aku berlari keluar, mencoba mencari keberadaan Zahra. Huffttt... Syukurlah dia masih di depan.

"Ra. Ngapain kamu diam aja? Ayo masuk! Kita harus cepat nih. Mereka pasti udah nungguin kita."

Alih-alih menjawabku. Dia hanya diam memandang ke depan. Tatapannya terpaku pada seseorang? Yang tengah berjalan ke arah kami. Siapa dia?

Ku lihat raut wajah Zahra seperti menggambarkan keterkejutan saat melihatnya.

Sekilas aku mendengar Zahra menggumamkan sebuah nama.

"Belinda"

°°°

DON'T PANIC (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang