XVI

736 91 8
                                    

Angga dan Devan terbelalak, "Apa?!"

Bergegas mereka dengan terburu-buru menuju tempat yang di maksud Sarah. Terlihat disana, Zahra dan pak Harris yang mulai kewalahan melawan para zombie tersebut. Harris segera mengambil senapan yang selalu dia simpan untuk berjaga-jaga.

"Zahra, kamu lari kebelakang bersama yang lain."

"Tapi bapak—"

"Jangan cemaskan saya. Saya akan menyusul kalian. Cepat!"

Yang diteriaki langsung mengangguk, gadis itu berlari ke arah ketiga temannya yang juga sudah bersiap dengan senjata mereka.

"Kamu gak apa-apa?" tanya Devan khawatir.

"Iya, aku gak papa kok. Cuma capek sedikit karena menahan para zombie itu. Tenaga mereka benar-benar besar." ujar Zahra seraya mengatur nafasnya agar kembali normal.

"Maaf teman-teman. Seharusnya aku gak ninggalin kalian tadi."

"Gak bro, itu bukan salah lo. Lagipula kita memang butuh waktu untuk sendiri kan." Kini Angga membuka suaranya. Devan tersenyum kecil. Dia menepuk bahu temannya itu.

"Guys, sedih-sedihnya nanti saja ya. Sekarang kita bantu pak Harris dulu." ujar Sarah diangguki oleh ketiga temannya.

Seluruh tenaga, mereka kerahkan untuk menghabisi para makhluk itu. Butuh waktu sekitar 45 menit hingga semuanya kembali kondusif. Deru nafas lelah mereka menggantikan suara keributan beberapa menit yang lalu.

"Disini sudah tidak aman. Lebih baik kita pergi hari ini." timpal Harris

"Tapi, bagaimana caranya pak? Dan dengan apa?" tanya Zahra

"Yahhh mungkin sekaranglah saatnya. Di halaman depan sekolah kita bapak memarkirkan mobil bapak. Kita bisa pergi dari sekolah ini dengan kendaraan itu. Tapi masalahnya, mobil bapak tidak punya cukup bahan bakar untuk bisa di jalankan. Mungkin... Kita bisa buat bahan bakar itu jika masih tersisa sedikit waktu."

"Tapi pak, caranya?" timpal Zahra, pertanyaan mengenai 'bagaimana' terus menari dalam benak keempat anak itu.

"Sekarang, kita ke lab kimia dulu. Tempat dimana bapak menyimpan serum yang bapak buat, dan kita juga akan membuat bahan bakar itu disana. Kalian bantu bapak ya." keempat murid itu mengangguk bersamaan. Mereka tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti rencana Harris. Harapan dan keputus asaan seolah tidak nampak bedanya diantara mereka.

Letak laboratorium kimia memang tidak jauh. Hanya berselang 2 kelas dari ruang pramuka. Jadi tidak butuh waktu lama untuk kesana. Dan untungnya tidak ada tanda keberadaan sosok zombie yang muncul.

Dengan cepat kelima orang itu memasuki ruang laboratorium tersebut.

"Kalian bersihkan mejanya dulu. Saya akan ambil bahan-bahannya."

"Baik pak!"

Angga dan Devan mulai membersihkan meja dengan kain yang terletak didekat wastafel. Sedangkan Zahra dan Sarah mengambil alat-alat laboratorium di etalase. Mereka berdua meniup tabung-tabung kaca itu untuk membersihkan debu yang menempel.

Ketika dirasa sudah siap, dan dengan bantuan Angga— meski dia konyol tapi jangan ragukan ilmu pengetahuannya, dan Sarah yang notabene juga anak IPA, Harris mulai meracik bahan-bahan kimia yang dia ambil. Semua serba mendadak. Sehingga pria yang menginjak usia kepala tiga itu tidak mengenakan alat pelindung diri yang semestinya. Membuat dia dan Angga harus berhati-hati dengan bahan kimia yang sewaktu-waktu dapat membuat keduanya terluka.

Sementara itu, Devan berjaga-jaga di dekat jendela seraya sesekali mengintip ke luar jendela. Mengawasi bahaya yang mungkin tiba-tiba saja muncul.

Sarah dan Zahra membuat air panas dari kompor di lab itu. Keduanya berencana membuat mie instan untuk mengisi kembali tenaga mereka berlima. Tidak banyak yang dibuat, hanya 2 bungkus mie instan. Itupun sudah stok terakhir dari persediaan makanan yang diambil dari kantin kala itu. Tapi semoga saja ini cukup untuk sekedar mengganjal perut meski hanya bertahan sementara waktu.

"Pak Harris, Angga, dan Devan. Sebaiknya kita makan dulu. Aku dan Sarah sudah bikin mie instan goreng untuk kalian." panggil Zahra membuat ketiga orang itu menghentikan kegiatannya lalu menuju meja tempat Zahra dan Sarah duduk.

"Maaf, hanya ini yang tersisa sekarang." ucap Sarah pelan.

"Gak papa, yang penting kita bisa makan. Lagipula kita kan bakal keluar dari sini." ujar Angga menyemangati.

Kelimanya tersenyum lalu menikmati makanan itu dalam diam. Namun, entah apa yang dipikirkan Devan, tapi tiba-tiba sebuah ide terlintas dalam pikirannya.

"Guys, aku kayaknya punya satu rencana deh."

Seruan Devan membuat seluruh pasang mata menuju kearahnya.

"Rencana seperti apa yang kamu maksud?" tanya Harris penasaran. Dia seperti mendapatkan harapan dari muridnya itu.

"Kita alihkan perhatian zombie-zombie itu!"

Angga mengernyit, "Kita kan udah sering ngalihin mereka, ide lo basi ah." kemudian laki-laki itu melanjutkan kegiatan makannya.

Devan memutar bola matanya malas, "Dengerin gue dulu. Kita alihkan dengan cara yang lebih besar."

"Maksud kamu?" giliran Zahra yang kebingungan.

Devan tersenyum miring. Membuat ketiga temannya itu sedikit bergidik. Pasalnya laki-laki tersebut jarang menunjukkan ekspresinya jika tengah membicarakan hal yang serius.

"Kita bakar salah satu gedung di sekolah ini." tukasnya yang seketika membuat semua pandangan menatap ke arah Devan.

°°°

DON'T PANIC (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang