III

1.2K 168 1
                                    

Brak! Brak! Brak!

Begitu mendengar suara gebrakan dari luar, Zahra dan Devan lantas terdiam saling beradu pandang. Hingga akhirnya Devan berinisiatif untuk memeriksa sumber suara itu dari balik jendela kelas. Terlihat 2 orang siswa dan siswi yang tampak panik seraya terus menengok ke seberang lorong. Salah satu dari mereka menyadari keberadaan Devan yang tengah mengintip, murid laki-laki dengan rambut menutupi poni itu berusaha menjelaskan apa yang terjadi dan meminta Devan agar mengizinkan mereka untuk masuk.

"Tolong biarin kami masuk, zombie-zombie itu semakin mendekat ke arah kami!" ujarnya panik, meski tak yakin apakah Devan bisa mendengar jelas suaranya sebab terhalang sekat kaca jendela kelas.

Zahra yang juga melihat itu segera meminta Devan agar membiarkan mereka masuk. "Kenapa kamu diam aja? Cepat kita bantu mereka!"

Devan tak segera mengiyakan atau menolak. Pikirannya berkecamuk sekarang, banyak kemungkinan terburuk yang terjadi jika ia dan Zahra membiarkan 2 murid itu masuk. Bagaimana jika mereka juga terinfeksi? Pertanyaan itu lah yang berkeliaran di benaknya.

Seolah tahu apa yang pemuda jangkung itu cemaskan, Zahra pun mencoba meyakinkan teman barunya, "Aku paham apa yang kamu khawatirkan, tapi apa pantas kalau kita diam saja melihat mereka di lukai oleh monster itu? Masalah mereka sudah tergigit atau belum, kita pikirkan belakangan."

Devan mendengus kasar, ia menyisir rambutnya yang mulai panjang ke belakang, gadis kuncir kuda itu benar-benar pintar berbicara, "Oke. Kita tolong mereka, tapi jika sesuatu terjadi, kamu yang harus tanggung jawab." Zahra mengangguk,  meski hati kecilnya berteriak untuk menolak syarat aneh itu.

Argghhhh!!!

Tubuh kedua murid itu seketika panas dingin. Tangan mereka gemetar dan keringat telah membasahi wajah lusuh mereka. Monster tersebut kini hanya berjarak beberapa meter dari tempat siswa siswi itu berdiri. Melihat kemungkinan buruk yang mengerikan, kedua murid itu hanya bisa pasrah sembari menutup kedua mata.

Tepat saat tangan monster itu hendak menggapai lengan si murid laki-laki, pintupun akhirnya terbuka sedikit. Segera saja Devan menarik mereka masuk dan keempat murid itu langsung bergegas mendorong lemari tadi untuk menahan kembali pintunya. Monster yang sudah didepan kelas mereka hanya bisa menggaruk-garuk daun pintu diiringi suaranya yang menakutkan. Beberapa menit kemudian makhluk itu pun menyerah dan berjalan menjauhi mereka berempat.

"Hah... Hah... Hah..." kembali deru nafas kelelahan mereka memenuhi ruangan.

"Terimakasih banyak ya... Sudah mengizinkan kami masuk." ucap siswi itu.

"Iya sama-sama. Untung saja kita masih sempat tadi. Ngomong-ngomong namaku Zahra. Nama kalian siapa?" tanya Zahra.

"Aku Sarah dan dia Angga. Kami kelas XI MIPA." ungkapnya sambil menunjuk anak laki-laki yang masih terengah-engah itu. Yang bernama Angga turut tersenyum ramah. Pandangannya kini beralih pada sosok Devan yang nampak menjauhi ketiga murid tersebut.

"Yo bro, nama lo siapa?" tanya Angga pada Devan yang hanya dijawab lirikan tajam darinya.

"Jangan sok akrab. Kalian gak di gigit oleh mereka kan?" Devan langsung melayangkan pertanyaan yang dia pikirkan sejak tadi.

"Nggak kok, kami masih sehat." Sarah yang menjawab, sementara Angga yang semula ramah beralih menatap sinis ke arah Devan. Menyadari itu, Devan pun turut menunjukkan ekspresi serupa, "Apa lihat-lihat?!"

"Dih, galak amat, lagi PMS ya?"

Devan kian geram, laki-laki yang mungkin otaknya tak seberapa itu—menurut Devan, kenapa sangat menyebalkan? Zahra yang menyadari temannya hendak kembali marah-marah langsung saja berusaha menenangkannya, "Jangan cari masalah lagi. Bukankah bagus kalau kita punya tambahan anggota, jadi kita bisa saling kerja sama, ya kan?" kini Zahra memandangi kedua teman barunya, mereka mengangguk.

Ucapan Zahra memang ada benarnya, meski masih agak terpaksa, akhirnya Devan mau menerima kedatangan 2 orang itu. Lagipula, 4 lebih baik daripada hanya 2 kan?

"Oh iya apa kalian sudah makan? Kami masih mempunyai sedikit makanan." tanya Zahra berusaha mengubah suasana yang masih terasa canggung.

"Iya, kebetulan sebelum dipergok monster tadi kami sempat makan. Tapi kalau boleh aku mau minta sedikit air minumnya."

"Ini silahkan. Angga juga. Silahkan diminum." Zahra menyodorkan botol minumnya pada mereka berdua.

"Ahhhh.... Leganya."

"Kalau kalian sudah selesai bincang-bincangnya, ayo kita tidur." Devan membaringkan tubuhnya di atas meja yang sudah dia jejerkan lalu menggunakan tasnya sebagai bantal.

"Sebentar van, sepertinya di lemari ini ada tikar. Mungkin lebih baik kita gunakan daripada tidak ada alas tidur sama sekali." Zahra membuka lemari itu dan mengambil sebuah tikar yang cukup berdebu. Dia bersihkan dulu debu-debu itu dan menggelarnya.

"Karena hanya ada satu, akan aku potong menjadi 2 bagian. Tidak mungkin kan laki-laki dan perempuan dibawah umur tidur dalam satu alas. Hahaha" setelah dia menyelesaikan tawanya, dia mengambil cutter di dalam kotak pensilnya.

Srettttt!!!

Tikar itu pun terbagi menjadi 2. Zahra memberikan salah satu dari benda itu kepada Angga yang tengah mengajak Devan untuk ikut tidur bersamanya, Devan pun akhirnya ikut saja. Dia tidak ingin jika nanti harus melawan makhluk diluar sana dengan kondisi tubuh yang kurang sehat. Akhirnya Angga dan Devan tidur di sebelah utara sedangkan Zahra dan Sarah tidur di sebelah selatan.

Malam mulai bergerak. Tanpa sadar, pagi mulai tampak. Petualangan mereka yang sesungguhnya akan dimulai.

Bertahan hidup atau menjadi mayat hidup.

°°°

DON'T PANIC (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang