"Kita bakar salah satu gedung di sekolah ini."
Semua orang yang mendengar penuturan Devan tersentak. Bahkan Angga sampai terbatuk karena tersedak mie yang dia makan, "Apa?! Lo gila ya van?! Kenapa sampai harus bakar sekolah segala sih." pemuda itu lantas meneguk segelas air didepannya.
Devan berdecak, "Lo kok gak paham sih. Maksud gue kita bakar gedung ini aja. Gak satu sekolah juga kali."
"Tapi api itu bisa menyebar kan? Bagaimana kalau nanti malah ikut membakar gedung yang lain?" Tanya Zahra yang juga sedikit ragu dengan ide milik Devan.
Pemuda berbibir tebal tersebut menghela nafasnya panjang, "Itulah resiko dari ideku ini ra."
Harris yang hanya menyimak sedari tadi, akhirnya turut membuka suara "Kalau begitu kita pakai juga ide Devan. Zombie diluar sana terlalu banyak. Harus kita alihkan dulu ke satu tempat agar kita bisa sedikit mudah untuk keluar. Ya salah satu caranya seperti yang dikatakan Devan tadi. Resikonya memang besar, tapi apa salahnya kalau kita mencoba?"
Keempat murid dihadapannya mengangguk paham. Meski masih sedikit ragu.
"Yahhh.... Aku protes pun pasti semua tetep dilanjutin kan hehe." timpal Sarah. Zahra menepuk pundaknya lalu tersenyum.
"Tapi dengan apa kita bisa menyalakan apinya?" tanya Zahra.
"Tidak mungkin kita gunakan bahan bakar yang bakal kita pakai buat mobilnya kan?" sambungnya.
"Kamu tenang aja. Kita gak akan pakai itu. Diruangan ini kan banyak sekali bahan kimia yang mudah meledak, cukup kita nyalakan apinya aja dan lempar ke cairan bahan kimia itu. Tapi sebelumnya, kita harus siram semua sudut lab ini. Dan untuk masalah pemantik apinya, aku tadi nemuin ini di bawah meja guru." Devan menunjukkan sebuah korek api berwarna biru di genggamannya.
"Gila, pinter juga ya lo. Meski tadi gue mikir ide lo itu konyol tapi jujur aja, gue salut sama lo. Bisa kepikiran sampek begituan." Angga menunjukkan 2 jempolnya pada Devan.
"Gini-gini gue juga anak ilmuwan kali. Makanya otak gue bisa encer." ujar Devan dengan sedikit membusungkan dadanya.
"Yeeeee.... Dipuji dikit malah songong dia. Kalo lo pinter mah mending masuk IPA aja dong kayak gue. Ngapain masuk IPS."
"Kepintaran kan gak harus di nilai dari kelasnya. Lagian gue gak suka masuk IPA yang banyak rumusnya itu. Bikin pening tahu gak." Jelas Devan membuat Angga hanya mendengus kesal.
"Udah-udah. Kalian ini ribut mulu deh perasaan." ujar Zahra menengahi.
"Tau tuh, bikin geli liatnya. Ntar dikira love-hate lho kalian hahahah" ucap Sarah sedikit tertawa. Sedang yang dicela kini mendengus kesal.
Melihat keempat muridnya yang bercanda itu, Harris hanya menggelengkan kepala. Memang dasar anak muda.
"Kalau kalian sudah selesai makan dan istirahat. Kita langsung lanjutkan lagi, ya."
Keempat anak itu mengangguk, "Baik, pak."
***
2 jam berlalu. Semua sudah hampir siap. Bahan bakar yang dibuat oleh Harris dan Angga juga sudah selesai.
"Bapak yakin ini akan berhasil?" tanya Devan sedikit ragu.
"Yahhh.... Kemungkinan berhasilnya mungkin sekitar 75%. Sisanya, kita tidak tahu nanti."
"Semoga saja 25% itu tidak pernah datang." harap Zahra yang diangguki oleh semuanya.
"Ya udah, kalau gitu ayo. Keburu sore nanti." Angga sudah menenteng tas ranselnya. Tapi kemudian dihentikan oleh Harris.
"Tunggu sebentar anak-anak, sebelum kita berangkat. Suntikkan dulu serumnya ke tubuh kalian. Mungkin efeknya akan sama seperti Belinda. Tapi setidaknya kalian bisa bertahan sedikit lebih lama bila tergigit nanti."
Keempatnya langsung berbaris. Menunggu gilirannya untuk disuntik. Dalam hati kecil mereka, anak-anak itu takut. Bagaimana jika salah satu dari mereka akan mengalami hal yang sama seperti Belinda? Apa mereka bisa bersama lagi setelah ini?
"Kira-kira apakah ada efek sampingnya?" tanya Angga. Dia urutan kedua setelah Devan.
"Kalian tenang saja, efek sampingnya tidak berat. Hanya sedikit mengantuk. Tapi itu tidak mengganggu rencana kita."
Keempatnya menghela nafas lega.
Semua sudah diberikan serum tersebut. Kini saatnya mereka menjalankan rencana.
Bahan-bahan cairan kimia mudah terbakar itu ditumpahkan keseluruh penjuru ruangan. Ketika dirasa sudah pas, Devan memberikan pemantik apinya kepada Harris. Laki-laki itu mulai menyalakan api, membakar sebuah kertas karton lalu melemparkannya ke lantai.
Perlahan api mulai membesar. Dengan cepat mereka lari keluar ruangan.
Semuanya nyaris saja berhasil. Tapi sesuatu diluar dugaan tiba-tiba saja muncul.
Para zombie itu.
Tak ada yang menghampiri tempat mereka.
Kepanikan mulai menguasai pikiran kelima orang tersebut.
"A-apa yang terjadi?! Kenapa tidak ada satu pun yang mendekat?!"
°°°
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T PANIC (Completed)
Mystery / Thriller(Sudah di revisi) Sekelompok murid yang terjebak dalam sekolah akibat serangan wabah virus aneh yang menyebabkan mereka harus bertahan hidup dan mencari jalan keluar dari sekolah itu. "Jangan panik, atau kalian akan ketahuan." Start : November 202...