Perjalanan Zahra, Devan, Angga, da Sarah tak berhenti sampai disitu. Setelah mereka akhirnya berhasil keluar dari gerbang sekolah tersebut, rupanya masih banyak rintangan yang harus mereka hadapi. Bahkan lebih berat dari sebelumnya. Zombie yang lebih ganas, kekurangan bahan makanan, bahan bakar yang habis, senjata yang minim, beberapa kali hampir tergigit, Devan yang tiba-tiba demam, dan masih banyak lagi.
Tapi berkat kerja tim yang keempat anak tangguh tersebut lakukan, mereka pun berhasil melaluinya. Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mencari informasi mengenai tempat evakuasi dimana semua orang yang masih selamat berkumpul. Untungnya, Sarah bisa menemukan tempat itu ketika ia tengah melihat pemandangan kota di gedung perkantoran lantai 8.
Namun begitu mereka tiba disana, mereka tak lantas diterima masuk begitu saja. Beberapa tentara yang sedang berjaga bahkan mengacungkan senapannya. Lalu Devan menjelaskan kejadian yang mereka alami secara runtut termasuk memberikan pesan dari Harris yang sebelumnya ia tuliskan dalam kotak serum yang ia buat.
Dan akhirnya mereka di persilahkan masuk dengan syarat keempatnya harus manjalani masa karantina selama 1 bulan lamanya.
1 bulan telah berlalu, Devan dan yang lain akhirnya bisa bergabung dengan orang-orang yang selamat. Hal yang pertama mereka cari tentu saja anggota keluarga.
Angga bertemu kakak laki-lakinya. "Abang!"
"Syukurlah lo selamat. Gue udah takut lo kenapa-napa diluar sana."
"Ck, gak ada yang bisa ngalahin gue bang, kecuali lo." keduanya tertawa. Kakaknya mengelus lembut rambut angga. Rasa rindu pada sang adik, kini seakan sudah hilang berganti perasaan lega karena melihat adik kesayangannya itu selamat.
Sementara Sarah, ia pun akhirnya bertemu paman yang merawatnya sejak kedua orang tuanya telah meninggal. Pelukan hangat dia berikan pada keponakan yang sangat ia rindukan.
Zahra mulai sedikit takut, dia tidak menemukan satupun anggota keluarga yang ia cari. Bagaimana jika mereka sudah... Ah, tidak tidak jangan sampai. Zahra terus berusaha berpikir positif kalau keluarganya mungkin berada di tempat pengungsian lain.
Ketika gadis itu hampir menangis, seseorang menepuk pundaknya. Zahra menoleh dan tersentak ketika melihat siapa yang ada dihadapannya sekarang. Sang ibu datang dengan senyum teduh yang menghangatkan Zahra. Segera saja gadis itu memeluk sosok yang selama ini ia rindukan tersebut. Dengan penuh haru tentunya.
"Hiks... Ibu... Rara kangen ibu... Syukurlah ibu selamat."
"Ibu juga bersyukur kamu selamat nak, ibu takut sekali kalau hal buruk terjadi sama kamu selama ini. Kamu hebat nak. Terimakasih sudah berjuang dan bertahan selama ini."
"Ibu, ayah dimana?"
Ibunya terdiam sejenak, rasanya enggan jika ia harus memberi tahu Zahra bahwa ayahnya itu kini sudah tiada.
Seakan mengerti apa yang terjadi, Zahra kembali memeluk sang ibu. "Hiks... Gak papa bu, sekarang kan ada aku. Ibu gak perlu cemas lagi. Ayah pasti senang diatas sana. Akhirnya kita bisa kumpul bareng setelah sekian lama."
Lalu, bagaimana dengan Devan? Dia hanya duduk sendirian. Menatap lega teman-temannya yang bisa bertemu dengan keluarga mereka. Tadi, dia sudah bertanya dengan beberapa perawat tentang keberadaan ibunya. Mereka bilang beliau saat ini sedang dirawat akibat penyakit mental yang ia derita. Dan karena itu juga, dia tidak bisa mengenali Devan. Bahkan ia terlihat takut dan hampir mengamuk saat Devan mendekatinya. Tapi tak apa, asalkan ibunya selamat, dia sudah sangat senang. Sekarang dia hanya perlu merawat wanita yang paling dia sayangi tersebut.
Papa, Devan sudah berhasil.
Oh iya, mengenai serum yang Harris buat itu, para peneliti yang ada disana akhirnya mulai mengkaji dan menyempurnakannya. Untuk kemudian dimasa depan, obat itu bisa mereka gunakan kepada setiap masyarakat. Dan berkat itu, Harris mendapat gelar profesor dari para ilmuwan tersebut. Walaupun kini, sosoknya telah tiada.
Senja mulai terlihat. Devan, Zahra, Angga, dan Sarah saling duduk bersampingan diatas bukit kecil di belakang tenda. Tenang saja, bukit itu juga dipagari tembok tinggi untuk menghindari para zombie diluar sana masuk kedalam wilayah pengungsian.
Angga menghirup udara sejuk dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan, "Haaahhh.... "
"Kita... Hebat ya." suara Devan mengalihkan perhatian ketiga temannya, "Terimakasih sudah berjuang semuanya."
"Kamu juga. Terimakasih sudah menjadi pemimpin yang kuat dan bijak selama ini. Kita sudah melakukan yang terbaik. Pak Harris juga sudah memenuhi tugasnya." tutur Zahra diiringi anggukan ketiganya.
"Aku senang bisa kenal dengan kalian berdua. Zahra dan Devan. Kalau waktu itu aku sama Angga gak ketemu kalian, entah apa yang bakal terjadi pada kami sekarang."
"Sarah bener. Maka dari itu, kami sangat berterima kasih pada kalian. Kalau butuh bantuan apapun, gue siap bantu. Meski kadang gue sama Devan sering adu mulut, tapi jujur gue terkesan sama lo van. Lo bener-bener mampu bimbing kita buat keluar dari sekolah itu."
"Oh ya jelas dong, gue gitu. Apa sih yang gak bisa gue lakuin." canda Devan sedikit menyombongkan diri.
"Ah! Tahu gini, mending gak usah gue puji."
Keempatnya tertawa lalu saling melempar candaan hingga tak terasa matahari hanya tinggal menunjukkan semburat jingganya. Mereka menatap takjub matahari terbenam tersebut.
Semua keringat dan perjuangan yang mereka kerahkan kini sudah berakhir.
*the end*
Segala hal yang terjadi membuat diri kita lebih kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T PANIC (Completed)
Mystery / Thriller(Sudah di revisi) Sekelompok murid yang terjebak dalam sekolah akibat serangan wabah virus aneh yang menyebabkan mereka harus bertahan hidup dan mencari jalan keluar dari sekolah itu. "Jangan panik, atau kalian akan ketahuan." Start : November 202...