Bab 33 : Kemenangan itu

213 26 2
                                    

Sore itu seharusnya jadwal konsul rutin Grey, Dokter Aliana seperti biasa langsung menuju kamar Grey. Tapi Dokter itu tercengang melihat suasana kamar Grey yang dia tau, kini berubah menjadi ruang komputer yang mewah, tidak ada tempat tidur atau apapun yang menunjukkan itu kamar tidur yang biasa ditempati Grey.

"Maaf Bu Dokter," Sapphirra Caregiver Grey datang tergopoh - gopoh menghampiri Dokter Aliana. "Kamar Tuan Grey sekarang tidak di situ lagi...,"

"Oh? Grey sudah pindah kamar? Dokter Aliana mengangkat alis, karena sedikit heran melihat betapa muramnya Sapphirra saat memberitaunya tentang kamar Grey. "Bisa tunjukkan saya dimana kamar Grey yang baru?"

Sapphirra mengangguk dan memberi isyarat agar Dokter Aliana mengikutinya.

"Ini kamar Tuan Grey, dan Tuan sedang ada di dalam," kata Sapphirra saat berhenti di depan salah satu kamar sederhana di antara deretan kamar pelayan di rumah besar Keluarga Adinegoro. Dokter Aliana hampir - hampir tak percaya pada penglihatannya.

"Kamar Grey...Maaf, disini? Bukankah ini kamar pelayan?" Cetus Dokter itu kaget. "Bagaimana bisa?"

"Nyonya Alicia yang memindahkan kamar Tuan Grey ke sini," sahut Sapphirra pelan.

"Tuan Adinegoro tau tentang hal ini?" Kejar Dokter Aliana. Sapphirra menggeleng.

"Tuan Besar sedang berada di New York, Amerika sudah beberapa minggu ini," jawab Caregiver itu, membuat Dokter Aliana menghela nafas.

Saat Dokter itu masuk ke kamar Grey, dia melihat pemuda imut itu bergelung, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut di atas kasur. Tapi sepertinya pemuda itu tidak sedang tidur, melainkan sedang mengerjakan sesuatu di dalam selimut. Dokter Aliana melihat ada cahaya - cahaya yang berasal dari layar laptop di balik selimut itu.

"Ehm Grey?" Tegur Dokter itu "Sedang apa kamu di dalam situ, Nak?"

Segelung rambut hitam, acak - acakan, menyembul dari balik selimut, disusul wajah lucu milik Grey. Pemuda itu nyengir saat mengetahui Dokter Aliana yang menegur.

"Grey sedang mengerjakan Karya Ilmiah Grey, Bu Dokter," jawabnya.

"Ada - ada saja kamu, mengerjakan Karya Ilmiah kok di dalam selimut? Kenapa tidak mengerjakannya di meja belajar, Grey?" Dokter Aliana mau tak mau tersenyum melihat ulah pasiennya yang satu ini.

"Ya soalnya, Grey males ribut dengan Kak Tristan, ntar Grey dipukuli lagi dengan Kak Tristan kalo Grey ketahuan ngerjain Karya Ilmiah," jawaban jujur Grey membuat Dokter Aliana tertegun.

Dan Dokter itu semakin tertegun saat Grey keluar seutuhnya dari selimut, melihat betapa kurus dan pucatnya pemuda itu, berubah drastis sejak jadwal konsul terakhir bulan lalu.

Dengan balutan perban dan handyplast di beberapa bagian tubuhnya. Miris rasanya melihat kondisi pemuda imut itu. Ketika duduk berdampingan dengan Grey dipinggir tempat tidur, Dokter Aliana tak kuasa menahan diri untuk tidak membelai rambut pemuda itu, dengan iba.

"Nak, kenapa kamu tidak mau ikut ibu ke rumah ibu?" Tanya Dokter itu prihatin. "Ya ibu tau, kamu tidak ingin meninggalkan Papamu. Tapi Papamu kan sekarang sedang di New York. Setidaknya kamu ikut ibu sampai Papamu pulang, Nak? Kasihan badanmu, kamu juga harus peduli dengan kesehatanmu,"

"Gak apa, Bu Dokter. Grey kuat kok. Udah biasa," sahut pemuda itu sambil memamerkan senyum gigi kelincinya. "Seorang Adinegoro memang harus kuat, jika ingin sukses,"

"Tapi kamu hanya manusia biasa, Grey bukan robot," tukas Dokter Aliana bagai tak sanggup melihat senyuman masih bisa terukir di wajah itu, dalam kondisinya yang sangat memprihatinkan. "Ibu mohon?"

Baby Grey ( Tamat )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang