Rosaline merangkul bahu Grey penuh simpati, saat mereka berdua menyusuri koridor sekolah, kembali ke kelas, karena bel pergantian jam pelajaran sudah berbunyi, dan mereka harus mengikuti pelajaran berikutnya.
“Gue jatuh sakit setelah Mama meninggal, sampai gak bisa bangun. Dokter bilang gue mengalami shock berat hingga kondisi fisik gue terus menurun karena gak sanggup menanggungnya. Karena khawatir, keluarga gue yang lain menghubungi Papa, ya gimanapun dia Papa kandung gue. Papa akhirnya datang menjemput gue dan membawa gue berobat ke Amerika," cerita Grey, kemudian menoleh pada Rosaline. "Maafkan gue, Ros, karena kondisi gue waktu itu, gue gak sempat ngasi tau lo..,"
"Iya gak apa - apa, toh sekarang gue udah tau," sahut Rosaline. "Dan waktu itu, kenapa lo gak balik lagi ke Indonesia setelah sembuh?"
Grey menggeleng.
Karena Grey tidak pernah sembuh. Fisiknya bisa kembali pulih, sehat, tapi jiwanya tidak bisa kembali utuh, karena luka itu sudah terlalu dalam merobek - robek jiwanya.
Selama di Amerika, Harry Adinegoro, Papa Grey, terlalu sibuk dengan pekerjaan, tidak pernah punya waktu memperhatikan Grey, hingga terlambat menyadari jika tingkah laku Grey makin hari makin mengalami perubahan.
Justru abdi - abdi yang bekerja di rumah besar mereka yang menyadari perubahan tingkah laku majikan muda mereka. Grey.
******
Waktu itu, awal tahun 2018, enam bulan setelah kepergian selamanya Mama Gischa Anindira.
New York City, U.S
Pagi, dalam sebuah kamar bernuansa khas kamar anak laki - laki, yang dominan warna abu - abu dan putih, begitu estetik dengan furniture serba mewah.
"Sir Grey?" Suara seorang perempuan dewasa bernada sopan terdengar, menyapa Grey, seorang anak laki - laki berusia 12 tahun setengah, yang sedang berdiri merenung di depan jendela kamar, pandangan matanya menerawang jauh ke luar jendela.
Pakaian Grey begitu damage, setelan jas berwarna hitam, dengan dasi kupu - kupu berwarna coklat keemasan, seolah sudah siap menghadiri sebuah acara resmi. Ya hari itu adalah hari pernikahan Papanya dengan seorang perempuan bule bernama Alicia Joanne Cartwright. Begitu miris sebetulnya, karena Mama kandung Grey, Gischa Anindira, baru saja meninggal 6 bulan yang lalu.
Savannah, perempuan yang menyapa, pengasuh Grey, tertegun melihat ada air mata meleleh dari mata Tuan mudanya. Iba juga pelayan itu pada Grey. Dia tau, karena setiap hari mengurusi keperluan Grey, bahwa Grey belum bisa melupakan Mama kandungnya. Bahkan tak jarang, Grey meracau memanggil - manggil Mamanya dalam tidur. Trauma itu masih membekas begitu dalam dalam jiwa anak itu. Tapi yah, bagaimana? Hari ini Tuan mudanya, mau tak mau, harus menghadapi kenyataan Papanya akan menikah lagi.
"Sir Grey," Savannah memanggil sekali lagi, dengan suara lembut. "Please don't cry, today is a big day, isn't it? I think you should be happy right now instead of sad,"
Grey tampak tersentak mendengar suara Savannah, anak itu menoleh, buru - buru menghapus air matanya.
"Mrs Savannah, I miss my mama," katanya sambil menatap pengasuhnya dengan mata yang masih berkaca - kaca. Savannah yang sudah dekat dengan Grey, selalu menganggap Grey seperti anaknya sendiri, perempuan berudia 35 tahun itu, begitu iba mendengar kata - kata Grey. Ditariknya tubuh Grey agar bisa memeluk anak itu.
"I know, Sir. I know," bisiknya sambil membelai kepala Grey, mencoba menghibur.
"Why, Mrs Savannah, my mama left me while i need her?" Tanya bocah 12 tahun setengah itu mengiba. "I want my own Mama, I don't want a new Mama,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Grey ( Tamat )
JugendliteraturBagi Rosaline, Grey Fernanda Adinegoro sahabat karibnya sejak kecil, adalah cinta pertamanya, cowok yang bertingkah kekanakan dan memiliki type wajah begitu cute dan manis, dengan sepasang mata hazelnya yang indah, dan senyum gigi kelincinya yang R...