14.

1.6K 193 77
                                    

Kabur?

Ah tidak. Vivi tidak kabur. Kalau kabur itu ke tempat asing, tapi kalau pulang ke tempat seharusnya, itu namanya bukan kabur. Lagian sudah tidak jaman lagi kabur-kaburan, seperti anak kecil saja.

Hanya saja Vivi merasa kalau semua yang diinginkannya sudah ia dapatkan. Ia pindah ke rumah papahnya untuk mencari tahu jawaban kenapa papahnya pergi dan sekarang ia sudah tahu jadi ia tidak memiliki alasan untuk tetap tinggal di rumah papahnya.

Sekarang Vivi hanya tinggal menunggu kondisinya buruk dan ia akan meninggal dengan damai. Menyenangkan, bukan?

"Goreng telur ajalah, bikin mienya besok." Gumam Vivi sambil mengangkat plastik putih sedikit ke atas.

Vivi hanya memiliki uang dua ratus ribu yang tertinggal di kantong seragamnya kemarin. Di rumah kakeknya ia tidak memiliki apa-apa selain baju saja, ia juga tidak menyimpan obat-obatan, jadi ia tinggal menunggu terkena serangan jantung dan akhirnya ia bisa meninggal.

Vivi sudah tidak memikirkan sekolah lagi, ia mengira kalau satu atau dua minggu lagi ia akan meninggal, jadi buat apa repot-repot datang sekolah. Nanti di akhirat tidak ditanyakan siapa itu Darwin atau bagaimana bunyi teori Bigbang.

Vivi berlari kecil masuk ke halaman rumah kakeknya itu. Ia meletakkan plastik di atas kursi, ia berjinjit dan merogoh bagian atas pintu untuk mengambil kunci rumah yang ia simpan di sana.

Tepat saat Vivi sedang berusaha mengambil kunci, ada sebuah mobil hitam yang terparkir di tepi jalan. Dua orang dengan penutup wajah berjalan perlahan menghampiri Vivi dari belakang, satu orang mengeluarkan kain kecil dan dengan tiba-tiba orang itu membekap Vivi menggunakan kain itu.

Tubuh Vivi meronta-ronta, ia mencoba menarik tangan orang yang berada di depan wajahnya. Kalau orang hendak diculik pasti yang dibekap hanya hidung dan mulut saja, tapi kalau Vivi malah seluruh wajah dibekap menggunakan kain itu.

"Ayo bawa." Ucap orang satunya lagi setelah Vivi berhenti meronta-ronta.

Mereka berdua menggotong tubuh Vivi dan dimasukkan ke dalam mobil hitam itu. Setelah semuanya beres, mobil hitam itu melaju kencang meninggalkan rumah kakeknya Vivi.

"Bos, kami sudah membawa target." Lapor seseorang melalui telfon.

"Kerja bagus." Ucap seseorang sambil tertawa kecil.

Wah, ternyata ada yang menculik Vivi.

Vivi sudah tidak memiliki apa-apa lagi, semua sudah Vivi tinggalkan, tidak ada lagi yang tersisa. Vivi hanya menunggu sampai malaikat maut menyapa dirinya, dan sampai hari itu terjadi, ia sudah bersiap dan akan tersenyum bahagia.

Semuanya dilepaskan oleh Vivi, keluarga, teman, cita-cita, perasaan-- eh tunggu, perasaan? Perasaan siapa yang sudah dilepaskan oleh Vivi? Apakah Chika? Apakah Vivi yakin 100% kalau Chika juga memiliki perasaan yang sama dengan dirinya?

Entahlah, melihat Chika tersenyum dan bahagia itu sudah cukup bagi Vivi. Entah itu perasaannya terbalas atau tidak. Vivi tidak terlalu muluk-muluk dalam hal asmara, kalau memang bukan jodoh, ya, dilepaskan. Tidak usah ribet.

Mobil hitam itu masuk ke dalam gerbang yang tinggi dan besar, ada sebuah rumah besar dan mewah bak sebuah istana berada di balik gerbang itu. Bahkan ada lebih dari 5 satpam yang menjaga rumah itu.

Seseorang sudah berdiri di depan pintu dengan senyum yang lebar, ia melipat kedua tangannya ke depan dada menunggu orang yang ia nanti-nanti sejak tadi.

"Bawa masuk." Pinta orang itu.

Dua orang yang tadi membuat Vivi pingsan dengan obat bius langsung menggotong tubuh Vivi masuk ke dalam rumah besar itu. Mereka membawa Vivi masuk ke dalam lift yang ada di rumah itu, mereka menunggu bos besar mereka untuk masuk baru menekan tombol B.

LemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang