"Kak Vivi, aku udah sampe di Jakarta. Kamu berangkat jam berapa?"
Hanya itu pesan yang dibaca Vivi, pesan dari Flora. Selain itu, ia tidak pernah membaca atau pun membalas. Bahkan pesan dan panggilan dari kekasihnya pun turut ia hiraukan. Mungkin ada satu orang saja yang masih ia balas pesannya dan ia jawab panggilannya, yaitu Professor.
Sudah dua hari Vivi tidak keluar apartementnya, ia menghabiskan waktu duduk diam di atas sofanya sambil menatap layar tivi yang tidak menyala. Ia juga tidur di atas sofa, dan dua hari ini tidurnya kacau, ia bahkan tidak bisa terpejam selama dua menit penuh karena merasa terganggu dengan suara sekecil apapun. Sekarang ia ikut terlihat kacau.
"Argh!" Teriak Vivi sambil memegangi kepalanya, ia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.
Vivi memiringkan tubuhnya, ia tidak bisa tertidur karena keran airnya bocor dan ia tidak tahu cara membenarkannya. Ia sudah menelfon pemilik apartemen, dan katanya tukang akan datang setelah tahun baru. Padahal masih 3 minggu lagi sebelum tahun baru itu datang.
"Oh God, just let me sleep." Gumam Vivi sambil memejamkan matanya untuk mencoba tertidur.
Hari ini hari libur bagi semua orang, hari minggu, toko dan restoran tutup, hanya ada beberapa tempat yang masih terbuka. Hari minggu adalah hari sakral bagi orang Jerman, kebanyakan mereka benar-benar meluangkan waktu di hari minggu dan tidak melakukan aktivitas apapun selain bersantai di rumah masing-masing.
Vivi tidak memiliki janji dengan siapapun, Karen juga tidak menawarinya sebuah kencan atau mungkin menginap di apartemennya, besok Karen ada ujian terkait mata kuliah yang gagal jadi mungkin sekarang Karen sedang belajar supaya tidak gagal ujian besok.
Vivi kembali membuka matanya saat ia mendengar getaran dari ponselnya, ia berdecak sebal, baru saja ia hampir terlelap setelah dua hari terjaga dan sekarang ia gagal untuk tidur. Ia akan memaki orang yang sudah mengganggunya ini.
"Mrs. Schneider?" Gumam Vivi saat melihat layar ponselnya, ia mengerutkan keningnya, tidak biasanya Mrs. Schneider menelfonnya.
"Halo, Mrs. Schneider." Sapa Vivi dengan lembut, tidak mungkin ia memaki perempuan itu.
"A-are you free?"
"Yes."
"Can you come here?"
"Your home? I can go right now, Mrs Schneider." Ucap Vivi lalu beranjak dari sofa untuk mengganti pakaiannya.
"No-no, Charité hospital, my husband dying, he want to see you."
Vivi menghentikan langkahnya, "Y-your husband? Professor Schneider?"
"Yes-yes, can you come here?"
"Of course. I'll be there soon."
Vivi menatap layar ponselnya, ada apa ini? Apa yang terjadi dengan Professor? Dua hari lalu Professor tampak baik-baik saja. Oh, tidak, semoga saja tidak. Lebih baik Vivi menghilangkan pikiran bodohnya itu dan segera berganti baju untuk pergi ke rumah sakit.
Vivi mengenakan pakaian tebal, tidak lupa kupluk dan penutup telinganya dan juga sarung tangannya. Ia mengambil dompet dan ponselnya lalu berlari ke arah pintu, ia memakai sepatu boot dan segera keluar dari apartemennya.
Vivi berjalan cepat menuju halte bis, ia sudah terbiasa naik bis saat menuju kampus jadi ia sangat mahir dalam hal urusan perbis-an. Vivi membeli tiket bis terlebih dahulu lalu menunggu bis di halte ini. Tidak sampai sepuluh menit, bis sudah datang dan orang-orang masuk ke dalam bis.
Hari ini salju tidak turun, tapi bukan berarti cuacanya mendadak langsung menjadi hangat dan matahari akan bersinar cerah. Malah suhu udara lebih dingin daripada kemarin-kemarin, untungnya ini hari minggu jadi orang-orang banyak yang berdiam diri di rumah. Jalanan tidak akan ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemon
Teen FictionBagaimana jadinya seseorang dengan sebutan si Nona Peringkat 150 harus tinggal dibawah atap yang sama dengan seseorang yang peringkat 3? Ayo kita cari tahu sama-sama.