68.

1.2K 188 18
                                    

"Viona Fadrin?"

Ara mengangguk, "Ya, namanya Viona Fadrin. Dia satu rumah sama kamu."

Chika mengerutkan keningnya, ia menggosok dagunya dengan jari telunjuknya. "Satu rumah? Kok bisa? Aku gak punya kembaran."

Ara menarik napas dalam-dalam, ia mulai menjelaskan apa yang ia pahami baru saja. Ia mengatakan kalau suaminya Naomi menikah dengan mamahnya Chika dan otomatis anaknya om Vino juga merupakan saudaranya Chika, dan itu artinya lagi kalau Chika dan Vivi adalah saudara tiri.

Chika mengerjap, ia menunjuk dirinya sendiri, "Aku suka sama saudara tiriku sendiri? Kok aneh?"

"Namanya cinta gak ada yang tahu." Ucap Flora.

Ara menjentikkan jarinya, "Kita harus ke kamarnya, biar inget semuanya."

"Ada satu kamar yang aku ngerasa akrab banget. Mungkin itu kamarnya dia." Chika menaiki tangga, ia membuka pintu kamar yang ia masuki kemarin.

Ara terdiam, pertama kali ia masuk ke dalam kamar itu, ia langsung melihat stik ps yang ada di depan tivi. Ia berjalan mendekati tivi, tangannya mengambil stik ps itu. Ia ingat ia pernah bermain ps menggunakan stik ini, bukan hanya dirinya sendiri, tapi ada tiga orang termasuk dirinya.

Flora menyentuh papan dam yang ada di atas meja, ia membuka papan dam dan melihat pion-pion kecil berwarna hitam putih. Ia mengambil satu pion warna putih dan menatapnya dengan seksama. Ia masih ingat pernah memainkan pion ini dengan seseorang, dan ia jarang sekali menang melawan orang itu.

Chika melipat kedua tangannya ke depan dada, melihat Ara yang asik larut dalam stik ps dan Flora yang melamun sambil memegang pion dam, membuatnya sedikit merasa bingung. Ia sama sekali tidak tahu apa yang dirasakan dua orang itu sampai-sampai tidak menyadari kalau ada dirinya yang kebingungan.

"Ehem." Chika berdehem sekali. "Kalian liat apa?"

Ara menoleh, ia mengangkat stik ps itu. "Gue sering main ini sama dia sama Mira."

"Aku sering main ini sama dia." Ucap Flora.

Chika menghela napas panjang, "Dia siapa? Viona?"

Ara mengangguk, ia meletakkan stik ps di bawah. "Viona Fadrin, kita sering manggil dia Vivi."

"Kak Chika gak inget apa-apa?" Tanya Flora.

Chika menggeleng pelan, "Aku cuma inget harus ke warung buat beli minyak."

Ara meraih tangan Chika dan menariknya agar duduk di tepi kasur. "Lo pasti inget sesuatu. Cuma lo yang sering ketemu Vivi karena kalian satu rumah, dan kalian berdua saling suka."

"Gak, aku gak inget apa-apa tentang Vivi atau Viona."

Flora menjatuhkan pantatnya di atas kursi, "Kita mungkin lupa, tapi kayaknya alam bawah sadar kita gak pernah bisa lupa. Kita gak bisa ngehapus ingatan tentang seseorang begitu saja, pasti ada sesuatu yang tertinggal."

"Coba sekarang lo merem dan pikirin tentang orang yang lo suka." Pinta Ara.

Chika menarik napas dalam-dalam. Walaupun ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Vivi, tapi ia tetap memejamkan matanya. Pikirannya memilah-milah siapakah orang yang benar-benar ia sukai. Mulai dari Gita sampai Dio yang baru saja meninggal, pikirannya berhenti ke bayangan seorang perempuan yang dulu pernah ia benci.

"Tadi saya jatuh dari atas waktu lagi ngobrol sama Yessica Tamara."

"Yessica? Dia di sini?"

"Iya, dia liat saya jatuh tapi gak mau nolongin saya."

Chika ingat saat itu ia memergoki tiga teman sekelasnya yang sedang mengintip dibalik tembok. Ia sedikit berlebihan sehingga membuat tiga orang itu jatuh ke bawah. Tapi mendadak dua orang berlari pergi begitu melihat bu Kinal dan bu Melody berjalan. Ia juga hendak pergi saat seseorang menyebutkan namanya. Samar-samar ia mengingat wajah perempuan itu.

LemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang