“Vi, jaga rumah. Mamah mau ke supermarket sama Chika.” Ucap Shani sambil berjalan di belakang sofa tanpa menoleh ke arah Vivi.
Vivi menoleh ke samping, ia tersenyum lurus ke adik bayinya yang tiduran di atas sofa sebelahnya, “Oke!”
Shani menghentikan langkahnya, ia berjalan mendekati Vivi, “Kenapa perasaan mamah gak enak ya.”
“Tenang aja, aku gak akan macem-macem kok.” Ucap Vivi sambil tersenyum penuh arti.
Shani memicingkan matanya, ia melipat kedua tangannya ke depan dada, “Senyummu penuh rencana jahat.”
“Nanti mamah pulang, Abel masih utuh kok.”
Wajar saja kalau Shani sedikit was-was saat meminta Vivi untuk menjaga rumah sekalian menjaga anak-anaknya. Hari kedua setelah Vivi sudah tinggal di rumah, Vivi sudah membuat Abel menjadi alas mouse. Tadi pagi sebelum Freya dan Ketlin tidur, Vivi sudah membuat dua anak kecil itu menangis karena mereka berdua tidak sengaja menginjak semut sampai mati dan Vivi menakut-nakuti mereka.
“Ayo, mah.” Ucap Chika sambil berjalan menuruni tangga.
Shani menghela napas panjang, “Adik-adikmu lagi tidur siang, jangan dibangunin. Abel juga jangan diganggu.”
“Siap.” Hormat Vivi.
Chika menatap Vivi sekilas kemudian berjalan keluar dari rumah ini. Ia tidak pernah berbicara kepada Vivi kecuali hal-hal yang mendesak, ia sudah mendengarkan semua cerita dari sudut pandang Vivi dan ia merasa kalau memang ada baiknya mereka berdua tidak kembali bersama.
Berbeda dengan Chika yang selalu saja kepikiran tentang hal itu, Vivi malah terlihat biasa-biasa saja dan kerap menjahili adik-adiknya, seolah Vivi sama sekali tidak memikul beban yang berat dan malah dirinya yang terus kepikiran setiap hendak tidur.
“Halo, adik manis.” Ucap Vivi saat Abel mulai terbangun dari tidur ayam.
Abel tertawa manis, ia menggerak-gerakkan semua anggota geraknya sambil tertawa. Vivi yang melihat itu langsung mengangkat tubuh Abel dan ia letakkan di atas pangkuannya. Ia mulai bercanda kepada Abel, kalau ada Shani pasti ia tidak akan diperbolehkan untuk menyentuh Abel, karena sudah pasti setelah ini Abel menangis karena becandaan Vivi sedikit terlalu melanggar batas.
Bugh!
Vivi tidak sengaja melepas tangannya dari tubuh Abel sehingga kepala Abel membentur karpet dan Abel langsung menangis seketika. Tangisannya cukup memekakkan telinga, sampai mungkin pak Slamet yang sedang berada di luar bisa mendengar tangisannya Abel.
“Kamu cengeng banget, sih.” keluh Vivi, ia mengangkat tubuh Abel dan ia letakkan di atas sofa dan Abel masih saja menangis.
Vivi mengambil dot milik Abel yang berada di atas meja lalu ia sumpal mulut Abel menggunakan dot itu, ia tersenyum saat Abel berhenti menangis, “Anak pintar.”
Hal itu tidak berlangsung selama 30 detik, Abel melepas dot itu dari mulutnya lalu ia lemparkan ke wajah Vivi dan kembali menangis. Vivi menghela napas panjang, ia mengambil dot itu dan ia masukkan ke dalam mulutnya Abel. Berhasil, Abel tidak menangis lagi, tapi lagi-lagi Abel melepas dot itu dan melemparkan ke arah Vivi.
“Kak Vivi masih sabar lho.” Ucap Vivi lalu kembali menyumpal mulut adiknya itu menggunakan dot, Vivi menahan dot itu supaya tetap berada di mulut Abel.
“Ada apa, kak?” tanya Christy yang berjalan menuruni tangga.
Vivi menoleh ke belakang, “Punya plester gak?”
“Plester? Lakban?”
Vivi mengangguk, “Iya, ambilin dong.”
“Oke.” Christy kembali menaiki tangga, masuk ke kamarnya, mengambil lakban warna putih lalu memberikan kepada Vivi. “Buat apa coba?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemon
Teen FictionBagaimana jadinya seseorang dengan sebutan si Nona Peringkat 150 harus tinggal dibawah atap yang sama dengan seseorang yang peringkat 3? Ayo kita cari tahu sama-sama.