"Gue mau tidur, kalo ini udah nunjukin angka 96%, bangunin gue." Ucap Vivi sambil mengangkat jari telunjuknya yang terjepit Oxymeter.
"Iya-iya." Chika membantu Vivi memakai masker oksigen karena tangannya Vivi masih lumpuh satu. Chika tersenyum miring, ia sudah menyiapkan satu rencana jail saat membantu Vivi.
"Chik, jangan dijepret--"
Sudah terlambat. Chika sudah berniat jahat untuk menarik masker oksigen itu dan melepaskan sampai akhirnya masker itu menabrak wajah Vivi dengan kecepatan cukup cepat.
"Ups, sorry, tangan gue licin." Ucap Chika sambil tersenyum.
Vivi memejamkan matanya, sudah dua kali Chika melakukan ini kepada wajahnya. Pertama itu kemarin setelah mereka pulang dari rumah sakit dan mereka disuruh beristirahat di kamar. Yang kedua adalah sekarang, seharusnya Vivi sudah tahu dan mengantisipasi hal ini, tapi ia kurang cekatan dan Chika terlalu cepat.
"Gue bantu." Chika hendak membenarkan posisi masker oksigennya Vivi tapi langsung ditepis oleh tangannya Vivi.
Vivi menarik masker oksigennya lalu menatap Chika. "Gak usah."
"Udah gue bantuin malah marah-marah." Gumam Chika.
"Lu jepret muka gue, Yessica!" Pekik Vivi.
Chika tertawa kecil, ia meraih masker oksigen itu, "Iya-iya maaf, sini biar aku benerin."
"Ntar lu jepret lagi."
"Enggak, percaya deh." Chika memegang masker itu dan membenarkan posisi di wajah Vivi. "Udah."
Vivi mengacungkan ibu jari jempol ke arah Chika, ia merebahkan tubuhnya ke atas kasur, sebelum ia benar-benar terlelap, ia melihat oximeter di jari telunjuknya untuk memastikan oksigen masuk ke dalam tubuhnya.
Chika menatap Vivi yang mulai terlelap, ia tersenyum kecil, melihat wajah tenang Vivi membuatnya ikut merasa tenang. Sebenarnya Vivi cantik, tapi kalau sedang jahil atau memiliki rencana jahat, wajahnya Vivi berubah menjadi tengil setengil-tengilnya.
Semenjak Chika dan Vivi sakit, akhirnya Shani dan Vino memutuskan agar Chika dan Vivi berada di dalam satu kamar yang sama yang terletak di dekat ruang tamu. Jadi kalau ada sesuatu mereka bisa langsung saling tahu dan segera bertindak.
Chika sebenarnya tidak keberatan, tapi Vivi yang tidak mau satu kamar dengan dirinya, Vivi mengatakan kalau kamar ini tidak memiliki tivi sehingga Vivi tidak bisa menonton tivi serta kotor. Pak Slamet dan Vino segera bertindak, mereka membersihkan kamar itu dan sekalian memindah tivinya Vivi ke kamar ini sehingga Vivi tidak akan rewel lagi, akhirnya mau tidak mau Vivi tetap satu kamar dengan Chika.
Chika menarik meja kecil ke atas pahanya, ia mengenakan headphone ke telinganya untuk mendengarkan musik sambil mengerjakan soal matematika. Ia memang tidak bisa berangkat selama ujian berlangsung, tapi ia tetap harus belajar. Lagipula daripada menunggu Vivi tidur, lebih baik ia mengerjakan sesuatu yang lebih bermanfaat.
Tanpa Chika dan Vivi sadari, ternyata ada beberapa anak SMA yang bertamu di rumahnya mereka dengan alasan menjenguk orang sakit. Ada satu anak SMA yang sedari tadi tersenyum-senyum dan rumornya anak itu adalah pemimpin dalam pasukan penjenguk ini. Siapa lagi kalau bukan Zahra Nur Khaulah.
Shani mengetuk pintu kamar beberapa kali untuk mengabarkan kalau ada yang datang tapi tidak mendapat jawaban apapun dari dalam kamar. Padahal tadi ia sempat mendengar Chika dan Vivi adu mulut, tapi sekarang lebih tenang.
"Chik." Shani membuka pintu kamar itu perlahan, ia melihat Chika tengah asik belajar dan Vivi sedang tertidur dengan masker oksigen di wajahnya.
"Chika." Panggil Shani, ia membuka pintu kamar itu sedikit lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemon
Teen FictionBagaimana jadinya seseorang dengan sebutan si Nona Peringkat 150 harus tinggal dibawah atap yang sama dengan seseorang yang peringkat 3? Ayo kita cari tahu sama-sama.