58.

1.4K 212 56
                                    

Pagi-pagi sekali Vivi sudah berada di dapur untuk bereksperimen. Suasana hatinya sangat cerah semenjak mendapat ajakan dari Naomi untuk berlibur di pantai tepat pada tanggal 14 februari. Ia sudah tidak sabar untuk pergi bersama-sama ke pantai minggu depan.

"Vivi, tumben bangun pagi." Tanya Shani yang berjalan menghampiri Vivi sambil menguncir rambutnya.

Vivi menoleh lalu tersenyum tipis, "Pagi, mah. Abel udah bangun?"

"Masih tidur." Shani menuangkan air putih ke dalam gelas lalu langsung meminumnya.

Vivi mengangguk-anggukkan kepalanya, ia masih mengaduk-aduk sop yang ada di dalam panci. Pagi ini ia membuat sayur sop dan juga ayam goreng untuk menu sarapan, menurutnya masakannya tidak terlalu enak tapi juga tidak terlalu tidak enak, yang penting masih bisa dimakan.

"Mah, mau cobain?" Tanya Vivi.

Shani mengangguk, ia mengambil sendok kemudian mencicipi masakannya Vivi. Ia menatap ke arah Vivi sebentar kemudian mengambil wadah berisi garam dan memasukkan sedikit garam ke dalam masakannya Vivi.

"Udah enak kok." Ucap Shani setelah kembali mencicipi masakannya Vivi.

"Okey." Vivi tersenyum lebar, ia memastikan kompor lalu mengambil wadah untuk menuangkan sayur sop itu.

Shani melihat sayur sop dan ayam goreng yang ada di atas meja, "Hari ini kamu masak sayur sop sama ayam goreng."

"Iya, cuma ada itu di kulkas." Vivi meletakkan panci yang sudah kosong di atas kompor, ia memindahkan wadah berisi sayur sop itu ke atas meja makan.

"Jadi nanti harus ke supermarket buat belanja."

Vivi menegakkan tubuhnya, "Semalem Chika ngajak buat belanja hari ini."

"Berarti nanti kamu sama Chika ke supermarket?"

"Iya." Vivi melepaskan celemek yang menempel di tubuhnya, ia hendak meletakkan celemek ke dalam keranjang pakaian saat tiba-tiba ponselnya berdering cukup keras.

Vivi melempar celemeknya, ia mengambil ponselnya lalu berjalan keluar dari dapur untuk menerima telfon dari Ara. "Halo."

"Hasil introgasinya udah keluar, mobil bokap lo juga udah ketemu, tapi Dio masih jadi buronan."

"Oke, jelasin satu-satu."

"Sniper yang lo tembak di tangan itu ngaku kalo selama ini lo yang jadi target, tapi dia gak ngasih tahu alasannya, entah karena dia gak tahu atau emang nyembunyiin sesuatu. Dia juga bilang kalo Dio sebenernya gak bersalah, pas ditanya siapa yang bersalah, dia malah diem. Katanya pengen ngobrol sama elo langsung."

Vivi mengerutkan keningnya, ia menunjuk dirinya sendiri, "Gue? Kenapa?"

"Gak tahu, dia gak akan buka suara kecuali sama elo."

Vivi menghela napas panjang, ia menjatuhkan pantatnya di sofa ruang tamu. "Yaudah ntar gue ke kantor polisi, mobil bokap gue ketemu dimana?"

"Pinggir jalan, kayaknya ada yang jemput Dio trus ninggalin mobilnya gitu aja buat pindah mobil."

"Jadi kita gak bisa ngelacak di mana Dio sekarang?"

"Gak."

Vivi menggaruk keningnya sampai terlihat goresan memerah di keningnya, "Trus sekarang kelanjutannya gimana?"

"Ya, polisi lagi fokus buat nyari Dio. Dia yang bersalah atas meninggalnya bokap lo dan harus dihukum sesuai dengan tindakannya."

Vivi menundukkan kepalanya, ia melihat ke bawah meja lalu mengambil sebuah kertas dan bolpen di sana. "Ada fakta baru?"

LemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang