"Apa tiga laptop sudah cukup?" Tanya Chika.
Sore ini Chika, Vivi, Flora, dan Ara berkumpul di kamarnya Vivi untuk memastikan rencana mereka berjalan lancar. Bukan hanya mereka saja yang menjalankan rencana ini, mereka membutuhkan beberapa orang lagi untuk memperlancar rencana ini.
Vivi menganggukkan kepalanya, "Cukup kok."
Flora mengusap kasar wajahnya, ia menatap Vivi, "Apa kita beneran ngelakuin ini?"
Vivi menaikkan satu alisnya ke atas, kemarin Ara yang terlihat sedikit takut dengan rencana ini, tapi sekarang Flora malah terlihat jelas sangat ketakutan atau mungkin lebih tepatnya khawatir. Berbeda dengan Ara yang sudah santai karena kalau semua ini sudah berakhir Vivi mengajaknya ke Museum für Fotografie di Berlin.
"Kita akan melakukannya. Malam ini." Jawab Vivi dengan penuh keyakinan.
"Tapi bukankah ini berbahaya?" Tanya Flora.
Ara menganggukkan kepalanya, "Ini sangat berbahaya dan benar-benar bodoh."
Flora menoleh, "Apa kalian pernah melakukan ini sebelumnya?"
Ara mengerutkan keningnya, "Sesuatu yang berbahaya atau sesuatu yang bodoh?"
"Aku pikir jawaban 'ya' untuk pertanyaan itu." Sahut Chika.
Vivi menatap Flora, "Lo gak perlu ikut kalo gak mau."
Flora menggelengkan kepalanya, ia menegakkan tubuhnya. "Gue gak takut."
Ara tertawa kecil, ia merangkul pundak Flora, "Kalo gitu lo bener-bener bodoh."
"Kalo kita ngelakuin ini, kita gak tahu apa atau siapa yang nunggu kita, kan?" Tanya Flora.
Chika menoleh, "Gimana kita bisa tahu sesuatu benar-benar terjadi?"
"Karena perintahnya bilang konfirmasi visual diwajibkan. Kita gak bisa mendapatkan bayaran sampai dia membuktikan kita sudah mati." Jawab Vivi.
Ara menatap Chika, "Jadi idenya adalah bagaimana jika kita membunuh seseorang yang ada di dalam deadpool, tapi kita tidak bisa mengirimkan buktinya?"
"Kau gak akan dibayar."
Vivi menjentikkan jarinya, ia tersenyum lebar, "Tepat sekali."
Flora mengerutkan keningnya, "Tapi gimana cara itu bisa membuat kita lebih dekat dengan dalangnya?"
"Dia masih perlu mengetahui kalau targetnya benar-benar sudah mati."
Ara menatap ke arah Vivi, "Terutama seseorang dengan harga yang tinggi."
Flora mengangkat tangan kanannya ke atas, "Jadi, jika dia menginginkan konfirmasi visual..."
Vivi tersenyum miring, "Dia harus mendapatkannya sendiri."
Ini hampir sama dengan bermain Dam, ia harus memancing pion lawannya untuk memakan umpan pionnya sehingga ia bisa membuat lawannya terjebak di dalam perangkapnya dan ia mudah memenangkan permainan ini. Hampir sama dengan permainan catur.
"Kak, kak Gita dateng." Ucap Christy yang berdiri di depan pintu kamarnya Vivi.
Vivi menoleh, "Suruh masuk aja."
"Gue udah di sini." Gita berjalan masuk ke dalam kamarnya Vivi, ia memilih duduk di sebelahnya Ara.
Mereka berlima duduk melingkar di atas lantai dengan tiga laptop di tengah-tengah mereka. Karena hanya Gita saja yang bisa membajak cctv, jadi mereka harus menghubungi Gita untuk membantu mereka.
"Kalian semua serius?" Tanya Gita.
Vivi mengangguk, "Iya, udah fiks rencananya."
Gita menghela napas panjang, ia mengambil salah satu laptop kemudian menyalakannya. "Jadi kita bakal 'bunuh' Vivi trus minta bayaran tanpa ngirim konfirmasi visual?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemon
Teen FictionBagaimana jadinya seseorang dengan sebutan si Nona Peringkat 150 harus tinggal dibawah atap yang sama dengan seseorang yang peringkat 3? Ayo kita cari tahu sama-sama.