"Frontotemporal Demensia. Kerusakan yang berangsur-angsur pada bagian depan dan/atau temporal dari otak lobus."
"Berangsur-angsur? Semakin lama semakin buruk?"
"Dan tidak ada obatnya. Menakutkan, bukan?"
"Aku selalu ada di sini." Chika mengusap pipi Vivi dengan lembut.
Vivi tersenyum, ia mendekatkan wajahnya, "Aku tahu."
KRINGGG!! KRINGG!
Vivi mengerjapkan matanya, ia meraih jam weker milik Christy yang ia curi semalam. Ia meletakkan jam weker di atas kasurnya dan kemudian kembali memejamkan matanya. Hari ini hari sabtu, ia tidak harus ke sekolah untuk mengajar, lagipula ia ijin tidak berangkat dengan alasan sakit.
Vivi membuka kembali matanya, tangannya terangkat dan menyentuh pipinya, entah mengapa ia bisa memimpikan Chika tadi malam. Beberapa kali ia bermimpi tentang Chika dan di dalam mimpinya ia selalu merasa bahagia karena Chika terlihat mencintainya.
"Ya ampun." Gumam Vivi, ia membalikkan tubuhnya menjadi menghadap ke belakang. "WAAAA!!"
Tubuh Vivi terlempar ke belakang, ia begitu terkejut melihat wajah Chika yang sangat-sangat-sangat dekat dengan wajahnya. Bukan karena Chika membangunkannya, tapi karena Chika tidur di sebelahnya. Ya, Chika tertidur di sebelahnya.
"Brisik banget, hari ini hari sabtu." Keluh Chika, ia menarik selimut sampai menutupi kepalanya dan kembali tertidur.
Vivi menunduk, ia melihat tubuhnya masih memakai pakaian lengkap. Ia menghitung jari tangannya, semuanya ada 10 jari tangan, ini bukan mimpi lagi. Ia menatap Chika yang berada di bawah selimut, ia tidak ingat mengapa ia bisa tidur bersama Chika.
"Chik, ngapain lo di kamar gue?"
"Ini kamar siapa, ya?" Tanya Chika balik.
Vivi melihat ke sekeliling, ia membulatkan kedua bola matanya. Bagaimana bisa ia berada di kamarnya Chika, padahal semalam ia sangat yakin setelah mencuri jam wekernya Christy ia langsung tertidur di kamarnya sendiri.
Chika membuka selimutnya, ia menatap ke arah Vivi. "Kamu tiba-tiba masuk ke kamarku sambil bawa jam wekernya Christy trus langsung tidur di kasurku."
"Sleep walking?"
Chika mengangkat kedua bahunya ke atas, "Mungkin, kamu gak jawab waktu aku tanya."
"Ya tuhan," gumam Vivi, ia berbalik menjadi memunggungi Chika. "Balik tidur aja, masih jam 3 subuh."
Chika memangkas jarak antara dirinya dan Vivi, ia melingkarkan tangannya di pinggang Vivi. "Aku juga masih ngantuk."
Vivi membuka matanya lebar-lebar, ia merasakan Chika memeluknya dengan sangat erat, bahkan ia bisa mendengar deru napasnya Chika dari belakang. Dan sekarang jantungnya berdegup cukup cepat.
Saat Vivi mencoba untuk bergerak, tangan Chika memeluk tubuhnya semakin erat, ia tidak punya celah untuk keluar dari situasi yang merumitkan ini.
"Eh, di luar gerimis." Gumam Vivi ketika indera pendengarannya menangkap rintik hujan membentur genteng rumah.
"Pas banget." Ucap Chika, ia menyembunyikan kepalanya di belakang leher Vivi.
Vivi memejamkan matanya, ia tidak tahu mengapa Chika bertingkah seolah-olah kekasihnya padahal mereka berdua sudah lama putus dan Chika menjalin hubungan serius dengan laki-laki lain.
"Chik."
"Hn."
"Bisa gak--" Vivi menoleh saat mendengar getaran ponsel di atas meja. Ia mengambil ponselnya Chika lalu ia berikan kepada Chika. "Nih, angkat dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemon
Teen FictionBagaimana jadinya seseorang dengan sebutan si Nona Peringkat 150 harus tinggal dibawah atap yang sama dengan seseorang yang peringkat 3? Ayo kita cari tahu sama-sama.