"Mobil yang kemungkinan dibawa sama Dhea udah ketemu. Gue kirim alamatnya sekarang."
Mira membuka ponselnya dan ada sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Ia membuka GPS dan menunjukkan jalan dari mobilnya ke tempat di mana Dhea berada.
Mira melirik kaca spion tengah, ia melihat Vivi yang masih saja terdiam dan menatap ke luar jendela. Baru beberapa menit yang lalu mobil polisi keluar meninggalkan rumahnya Dhea, dan sekarang mereka harus kembali bergerak untuk menyelamatkan Chika.
"Vi, kalo lo pengen--"
"--I'm fine." Potong Vivi cepat, ia memaksakan senyumnya ke arah Mira lalu kembali menatap ke luar.
Mira menghela napas panjang, ia tidak akan mengganggu Vivi lagi untuk sementara waktu. Ia menyentuh tangan Ara dan langsung menyalakan mobil, keluar dari halaman rumahnya Dhea. Mira meletakkan ponselnya di tengah-tengah dashboard supaya Ara bisa melihat dengan jelas kemana arah mobil mereka.
"Mobilnya gerak lagi."
Mira menyentuh alat pendengarnya, ia menatap layar ponselnya, "Gerak gimana?"
"Mereka ke hutan."
"Hutan?"
"Ya, ada satu mobil yang kayaknya nunggu mobilnya Dhea."
Mira menepuk pundak Ara, ia menunjuk layar ponselnya, "Lebih cepet, Ra."
"Okey." Sahut Ara bersemangat.
"Hati-hati." Ucap Gita.
Mira menurunkan tangannya, ia sudah berhati-hati sejak pertama kali tahu siapa musuhnya, tapi selalu saja ia tertinggal satu langkah dan berakhir dengan kehilangan seseorang. Ia tidak mengerti mengapa ada seseorang yang sangat menginginkan harta dan kuasa padahal mereka sudah jauh dari kata cukup? Manusia memang tidak pernah bisa puas.
Mira melirik ke arah Vivi yang masih terdiam setelah mengatakan kalau ia baik-baik saja. Vivi jauh lebih dekat dengan Flora daripada dengan dirinya atau Ara atau Chika. Ia berteman dengan Vivi dari SMP hingga SMA kelas dua, kurang lebih hanya 5 tahun saja. Sementara bersama Flora, Vivi menghabiskan waktu selama 9 tahun, mereka berdua juga sering pergi bersama dan saling mengetahui satu sama lain.
Vivi bersedih atas kematian Flora, itu memang sangat wajar. Hubungan Vivi dan Flora tidak lagi seperti teman, tapi sudah hampir seperti seorang kakak dan adik. Walaupun pada akhirnya Flora melindungi Vivi dan mati dalam pelukannya Vivi, tapi hal itu malah membebani Vivi. Apalagi saat Flora mengatakan kalau Vivi adalah cinta pertamanya.
"It's okay. It's perfect. I'm in the arms of my first love. The first person that i loved. The person i'll always love."
Vivi sendiri baru tahu kalau sebenarnya Flora memiliki rasa kepada dirinya. Ia sama sekali tidak menyangka kalau selama 9 tahun Flora memendam perasaan sendirian. Ia pikir Flora hanya menganggapnya sebagai seorang kakak saja, tidak pernah menduga kalau Flora mencintainya.
Ara menghentikan mobilnya di depan sebuah hutan sesuai dengan petunjuknya Gita. "Kita harus jalan."
"Bunuh semuanya kecuali Dhea. Gue pengen liat dia menderita seumur hidupnya." Ucap Vivi kemudian keluar dari mobil.
Mira buru-buru keluar, ia menahan tangan Vivi yang hendak masuk ke hutan sendirian. "Kita butuh rencana."
"Gue tadi udah bilang, bunuh semuanya kecuali Dhea."
Ara keluar dari mobilnya, "Bukan gitu. Kita beneran butuh rencana buat ngalahin mereka."
"Kalo kalian takut mending gue sendiri." Ketus Vivi kemudian berjalan meninggalkan temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemon
Teen FictionBagaimana jadinya seseorang dengan sebutan si Nona Peringkat 150 harus tinggal dibawah atap yang sama dengan seseorang yang peringkat 3? Ayo kita cari tahu sama-sama.