“Mau kemana?”
Vivi berjalan menuruni tangga dengan cepat sambil mengancingkan kemejanya, “Ketemu Mira.”
Shani mengerutkan keningnya, “Mira?”
“Aku ngajak Flora.” Vivi berjalan mendekati Shani, ia berlutut di depan Shani lalu tangannya mengusap pipi Adel yang duduk di pangkuannya Shani. “Cuma sebentar.”
“Kamu gapapa, kan?”
Vivi mendongakkan kepalanya, ia tersenyum tipis, “Aku gapapa.”
“Hati-hati lho.”
“Iya.” Vivi mengecup pipi Abel kemudian berlari keluar dari rumahnya setelah mengambil sepatu dari dalam rak sepatu.
Vivi memakai sepatunya, kepalanya mendongak saat mendengar sebuah klakson mobil di depan gerbang rumahnya, “Bentar!”
Hari ini Vivi berencana untuk mengunjungi Mira di pemakaman, ia yakin kalau Oniel tidak tinggal di pemakaman sehingga ia bebas untuk mengunjungi Mira kapanpun waktunya. Lagi pula tidak ada salahnya mengunjungi pemakamannya teman sendiri, kan?
“Pak Slamet.” Sapa Vivi sambil berlari keluar dari gerbang rumahnya.
“Mau kemana, non?”
“Jalan-jalan.” Jawab Vivi, ia masuk ke dalam mobilnya Flora dan mendapati Flora yang menekuk wajah, ia tertawa kecil. “Hei.”
“Gue udah nunggu setengah jam.” Ketus Flora.
“Sorry-sorry.” Flora berdecak sebal, ia menginjak pedal gas dan mulai menggerakkan mobilnya meninggalkan gerbang rumahnya Vivi.
Vivi menoleh ke samping, ia hendak menarik sabuk pengaman yang terletak di samping kiri atas, tapi tanpa sengaja ia melihat seseorang yang ia kenal, “Stop!”
Flora buru-buru menginjak pedal remnya, ia menoleh ke arah Vivi, “Ada apa?”
Vivi membuka pintu mobil, ia turun dan menoleh ke belakang, “Kok gak ada?”
“Apanya?” Flora juga ikut menoleh ke belakang karena penasaran apa yang dilihat oleh Vivi.
Vivi menggeleng, ia kembali masuk ke dalam mobil. “Aneh.”
Flora mengerutkan keningnya, ia kembali menginjak pedal gasnya, “Lo liat siapa?”
“Gue kayak liat Mira. Gue yakin 100% liat Mira.” Ucap Vivi sambil menarik seatbelt dan memasang ke depan tubuhnya.
“Kak, kayaknya lo harus ketemu Morrel atau gak siapa aja yang paham masalah lo.”
Vivi mengusap kasar wajahnya, ia menghela napas panjang, “Gue kayak orang gila.”
“Wajar sih.” gumam Flora.
Vivi menegakkan tubuhnya, ia menoleh ke arah Flora dengan cepat, “Semalem lo yakin gak tidur di kamar gue?”
Flora menggelengkan kepalanya pelan, “Gue disuruh balik.”
Vivi melihat kedua tangannya, ia terus menghitung jari-jari di tangannya untuk memastikan kalau ia berada di dunia yang nyata. Tadi ia sudah bertanya kepada orang tuanya apakah ia mengalami sleep walking atau tidak, tapi orang tuanya mengatakan secara tegas kalau ia sama sekali tidak mengalami sleep walking.
“Lo cerita tentang gue ke bokap nyokap gue sama Chika?” tanya Vivi.
Flora mengangguk, ia memutar stir mobilnya ke kanan, “Iya.”
"Kenapa?"
"Gue gak bisa 24 jam mantau lo terus, kak. Mau gak mau gue cerita semuanya."
Vivi terdiam, jadi percakapan yang terjadi dalam mimpinya itu bener-benar terjadi. Kalau ia tertidur di kamarnya dan mereka mengobrol di sofa, seharusnya telinganya tidak bisa mendengar percakapan itu, tapi mengapa ia bisa mendengar dan sampai kebawa mimpi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lemon
Ficțiune adolescențiBagaimana jadinya seseorang dengan sebutan si Nona Peringkat 150 harus tinggal dibawah atap yang sama dengan seseorang yang peringkat 3? Ayo kita cari tahu sama-sama.