Before The Story 0.5

14.6K 946 40
                                    

Wiltshire Empire, 13 Century

Seorang pemuda dengan rambut platina halus duduk khidmat di ruang baca pribadi nya. Gerakan ketika memainkan halaman buku begitu tenang, ditambah sorotan dari manik abu-abu dengan aksen biru pudarnya. Jangan lupakan kulit putih nan pucat yang hampir menyamai surai seindah salju musim dingin. Sangat mirip dengan pangeran.

Well literally, He is the prince.

Putra mahkota Kekaisaran Wiltshire, dialah yang akan memimpin sepuluh kerajaan di bawah kakinya kala Sang Ayah turun tahta nanti. Draco de Enhard Lucius Malfoy the first. Panggil saja Prince Draco atau gelar yang memang tertuju padanya. Dia tampan, obviously he's the crown prince. Berbakat dalam segala bidang dan segala kesempurnaan yang memang dimiliki layaknya seorang pangeran. Tapi hanya satu darinya yang kurang.

He's kinda bit lazy, and childish. Untungnya hanya kepada orang-orang tertentu. Di luar itu, dia adalah sosok bangsawan yang dingin dan tenang. Juga sedikit (red. sangat) arogan.

Jika Draco sudah menunjukkan sosok aslinya, berarti pemuda itu memang sudah percaya penuh pada orang itu. Seperti...

"Sudah 3 jam anda berada di sini, Your Majesty. Time to leave now, saatnya anda belajar berkuda."

Sosok tegap berambut hitam itu membungkuk hormat di hadapan Draco. Sorot matanya tenang, namun juga tajam di waktu bersamaan. Dari pakaian, sudah jelas bisa di tebak bahwa dia adalah anggota ksatria utama kerajaan. The master, sang pemimpin Orde of Phoenix. Tentu saja yang utama, satu-satunya ksatria pribadi sang pangeran, juga tangan kanan nya.

Draco menghela napas kecil, "Tak bisakah kau membiarkan ku untuk tenang sebentar, Harry Livandium the sword master, sir?" Tanyanya dengan satu tarikan pada sudut bibir. Pemuda itu menyilangkan kakinya, berpangku tangan. Menatap intens tepat pada iris sehijau emerald yang memandang lurus ke arah belakang. "Setidaknya tatap aku jika kau memang berbicara padaku."

"Bukankah sebuah larangan besar jika orang rendahan seperti saya menatap langsung pada penguasa benua?" Tanya nya benar-benar tanpa menatap retina Sang Tuan. "Dan tolong bergegaslah, guru anda sudah menunggu dari tadi." Harry Livandium James Potter, pemuda berambut raven acak itu membuang muka nya. Tak ingin sama sekali menatap iris indah Draco. Sungguh demi kucing Flitch si penjaga kebun istana, tatapan pria itu sangat tak baik untuk ketentraman jantungnya.

Draco tersenyum miring, menyentuh dagu ksatria nya dengan kedua jari dan menarik pelan kepala itu hingga mata mereka benar-benar sejajar, tapi tatapan orang di depan nya ini tetap tak ingin tertuju padanya. Sang pangeran terkekeh kecil, memainkan jemarinya pada dagu dan rahang pewaris keluarga Marquess Potter itu. Bahkan sekarang jempol Draco mengusap bibir bawah Harry yang begitu mirip buah peach segar nan ranum. "Tatap aku, Sir Potter. Ini perintah."

Mau tak mau, tak ada jalan lain selain menuruti Tuan nya. Walau ekspresi Harry datar seperti biasanya, dia tahu pemuda manis ini depan nya ini telah merona berkat semburat merah di pipi yang bahkan sekarang menjalar hingga telinga.

Draco bahkan mengusap lembut pipi berisi Harry, mendaratkan tangan kiri bebas nya di pinggang sosok yang lebih pendek. Mendekatkan wajah mereka berdua, "Di sini tak ada siapa-siapa. Haruskah kau masih memakai topeng mu, hm?" Deru napas Kaisar selanjutnya itu terasa hangat menimpa wajahnya. "Aku ingin memiliki sedikit waktu untuk bersama mu, Dear. Apa itu mustahil."

Tatapan Harry melunak, otot di sekitar matanya tak setegang tadi. Gesture tubuhnya juga jauh lebih rileks. Ia berjengkit kecil saat tiba-tiba tangan Draco turun ke bawah dan meremas pelan pipi butt-nya. "A-ahh..." Pekiknya sambil menutup mata. Pangeran itu tersenyum saat kedua tangan Harry refleks berpangku pada bahunya.

The One That Got Away | DRARRY [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang