Extra Chapter XII - Rewrite Our Stars

1.3K 120 27
                                    

"Harry, aku benar-benar menentang kau untuk maju ke pertempuran. Ini berbahaya!" Hermione masih mencengkram erat pergelangan tangan pemuda yang bahkan sudah hampir mengeluarkan pedangnya itu.

Harry menggeleng, memang susah untuk membujuk Hermione sejak dulu. Ia menarik nafas, menggenggam punggung tangan Hermione lembut. "Mione, dengarkan. Melindungi Kekaisaran adalah sumpahku sampai mati. Berlindung saat prajurit lain mati-matian bertahan akan mencoreng harga diriku sebagai Ksatria utama. Tolong mengertilah..."

"Tapi kau memang sudah mati, dasar bodoh!" Makinya dengan pantulan bulir air yang terlihat jelas dari matanya. "Ku mohon jangan gegabah. Kau tak ingat terakhir kali kau tak mendengar nasehatku? Kau tak ingat bagaimana sifat keras kepalamu akhirnya membawamu pada apa, huh?!"

Harry tersenyum, perlahan melepas cengkraman sahabatnya pelan. "Karena aku sudah mati, tak ada apapun yang ku takutkan. Maju atau tidaknya aku, aku tetap akan mati dalam dua hari lagi. Bukankah lebih baik aku ikut berperang dan membantu banyak orang sebelum aku kembali pergi?" Suaranya terdengar begitu lembut. Ia tersenyum kecil, menarik nafas begitu sayup suara pertempuran semakin terdengar jelas.

Hermione terdiam, wanita itu kemudian mendengus. "Aku memang tak akan pernah menang denganmu." Ia memeluk sahabatnya erat, begitu erat hingga Harry merasa sesak sendiri. Namun dia tak keberatan, pelukan Hermione memang terasa begitu hangat dan nyaman. "Tapi kau harus mati karena waktumu sudah habis, jangan mati karena pertempuran lagi. Atau aku akan berdo'a pada dewa agar menunda reinkarnasi mu."

Harry terkekeh. "Kau ini jahat sekali." Setelah pelukan itu terlepas, dia berlutut di hadapan kedua putra nya. "Albie, Scorpie. Setelah ini ikuti Mione ke ruang bawah tanah, mengerti? Mommy akan menyusul kalian setelah semua selesai."

Kedua anak itu mengangguk, memeluk Harry erat dengan kedua tangan mungil mereka. Albus memanyunkan bibir, menggenggam tangan Harry erat. "Mommy janji akan kembali, kan? Mommy janji untuk tidak pergi tiba-tiba, kan?"

Pemuda itu tersenyum lirih, menghapus air mata yang tiba-tiba mengalir. "Tidak, anakku. Mommy tak akan pergi lagi tanpa memberi tahu kalian. Kali ini mommy benar-benar janji."

Scorpius menatap Harry sayu, sebelum mengangkat dan menunjukkan jari kelinkingnya yang mungil. "Janji jari kelingking?"

Ah, bagaimana bisa anak itu terlihat lucu bahkan meski dengan ekspresi yang begitu minim?

Harry mengangguk, melingkarkan kedua jari kelingkingnya pada masing-masing jari Albus dan Scorpius. "Janji jari kelingking."

Setelah mengakatan itu, dan mencium dahi anaknya satu persatu. Harry berdiri, mengangguk pada Hermione sebelum keluar dari kamar kedua pangeran, mengeluarkan pedangnya untuk berjaga-jaga.

***

Draco mendesah panjang, masih berusaha melibaskan pedangnya ke arah musuh. Dia masih tak mengira mengapa kerajaan istri sah nya sendiri menyerang Kekaisaran seperti ini. Namun jelas, dia sudah tahu apa duduk masalahnya. Perempuan kalau sudah cemburu itu mengerikan. Namun Draco bersumpah akan mengadili Astoria setelah semua ini selesai.

Dia seharusnya tak boleh ikut berperang begini, Kaisar adalah posisi tertinggi dan terdepan dalam mendapatkan pelindungan perang. Namun dia hanya merasa tidak dapat melakukan itu, meski keahlian pedangnya termasuk pas-pasan karena pembelajaran bela dirinya tak pernah dia praktikkan untuk terjun ke lapangan.

"Yang Mulia, tolong mundurlah. Di sini sangat berbahaya." Blaise sudah memperingatkannya berkali-kali. Tapi bukan Draco namanya kalau tidak bertindak seenaknya.

The One That Got Away | DRARRY [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang