Vote sama comment ato duit di colong tuyul?
___
Draco merasakan jantungnya berhenti berdetak seketika. Mata kelabu nya menatap tak percaya pada pemandangan di depan nya.
Di sana, tak jauh dari nya, barisan Voldemort berjalan melewati Draco begitu saja. Mengarak Hagrid si manusia setengah raksasa yang tengah memapah seseorang. Sosok lelaki yang dia tahu betul itu siapa. Siapapun katakan jika penglihatan nya salah
Light side mulai ricuh, bahkan sudah ada yang meneteskan air mata mereka. Hermione menutup mulut nya tak percaya, Ginny yang berteriak histeris. Dan juga Sirius, dia tak percaya akan kehilangan anak baptisnya begitu cepat. Itu adalah contoh emosi paling ketara. Selebihnya hampir sama, terkejut. Termasuk Draco yang baru saja tiba.
Voldemort merentangkan tangan nya bangga. "HARRY POTTER IS DEAD!" Di sambung dengan teriakan menggelegar seluruh Death Eaters.
Tidak!
Seketika dunia nya menjadi runtuh. Di pegang erat tongkat Hawthorn yang tadi diberikan ibu nya. Harusnya dia curiga mengapa tongkat itu bisa kembali. Seharusnya Ia bertanya kemana kekasihnya itu, bukan nya malah menerima tanpa kecurigaan. Dadanya sesak, bahkan Draco begitu sakit untuk mengambil napas. Matanya terpejam, seiring dengan sayup-sayup suara yang memudar.
Kekasih nya, cinta pertama dan terakhir nya...
Masih teringat jelas bagaimana tawa manis itu keluar dari bibir Harry dulu, bagaimana wajah kesal nya jika di ganggu, bahkan Draco masih ingat setiap detail memori yang mereka lewati sejak awal.
Merlin, tak bisakah kau membiarkan dia untuk bahagia? Selama hidup nya dia tak memiliki kesempatan untuk menjalani keputusan nya sendiri. Dia juga ingin bahagia seperti remaja seusia nya. Apakah itu mustahil bagi nya karena dia seorang Malfoy? Jika di kehidupan kedua cinta nya juga kandas, mengapa Kau bangkitkan dia lagi?
"Draco, come."
Bahkan dia tak mendengar jelas perintah Ayah nya, sosok pengendali dan pengambil keputusan dalam setiap inci hidupnya. Bisakah? Untuk sekali ini dia percaya pada keputusan yang dia ambil? Untuk kali ini saja, dia ingin tahu bagaimana rasanya bertanggung jawab pada sisi yang dia pilih. Bukan karena Ayahnya, atau siapapun. Draco ingin berdiri di tempat di mana hatinya ingin.
Seperti ketika Ia memutuskan untuk jatuh cinta pada Harry.
Namun panggilan lembut ibu nya membuat semua itu punah. He still his mother little boy. Mungkin dia bisa tak memperdulikan ucapan Ayahnya dan tetap berada di sana, namun tidak dengan ibunya. Dia tak akan bisa jika melihat wanita itu bersedih.
Maka dengan berat hati Ia berjalan menyebrang ke sana. Mengabaikan tatapan Hermione yang memohon padanya untuk tinggal.
"Haha, well done Draco." Voldemort memeluknya, menepuk bahu nya bangga. Ekspresi remaja itu tak bisa berbohong, dan itu menyebabkan beberapa Death Eaters bertanya-tanya mengapa reaksi Draco hanya datar, bahkan terkesan enggan. Di tahan kuat-kuat tongkat nya agar tidak melayangkan kutukan pada pria tua botak itu.
Narcissa merangkul dan membawa nya pergi, di susul Lucius beberapa saat kemudian.
"Don't worry, he still alive."
Ucapan wanita paling berharga di hidup nya tersebut setidaknya membuat hati Draco sedikit lega walau masih ada perasaan cemas. Bahkan dia ikut tersenyum bangga ketika Neville, anak yang dulu sering dia bully bisa berpidato singkat untuk menyulut kembali semangat teman-teman nya.
People's change. Dan dia sudah melihatnya sendiri.
Suara gedebruk yang dia dengar membuat Draco menoleh. Matanya terbelak tak percaya saat melihat kekssih nya yang berguling di tanah. Ia menatap ibunya. "Mom, aku tahu-"
KAMU SEDANG MEMBACA
The One That Got Away | DRARRY [REVISI]
Hayran KurguDraco tersenyum tipis. Bukan senyum menghina atau sarkas seperti yang biasa dia tunjukkan. Benar-benar senyum tipis yang tulus. "Aku sudah berjanji kan? Aku akan membuatmu ingat lagi tentang ku." Itu adalah kalimat paling konyol pertama yang pernah...