Before The Story 0.4

5.9K 693 102
                                    

WARNING!!!

INI ADA SEDIKIT ANU-NYA DI AKHIR. PERINGATAN AJA SIH, YAUDAH GITU AJA.

•••

Draco menghela napas lelah, memasukkan pedang ke tempat nya. Dia terlalu malas jika harus digantungkan lagi di pinggang. Gores sinar matahari sore menerobos melewati celah-celah dedaunan pohon tua yang Draco buat sandaran.
Sedikit menenangkan pikiran nya yang semrawut karena pertengkaran kecil tadi.

"Heyyo pangeran tampan!" Pria tinggi bongsor berambut -ehem- hampir botak itu mendekati Draco. Mereka memang teman yang akrab, oh sepertinya memang orang itu yang kurang ajar.

Gelas berisi air yang tadinya dia minum ditaruh kembali ke meja, duduk pada pohon oak besar yang di tanam di area latihan. "Apa mau mu blaise?" Tanya nya datar.

"Wah, tak berperasaan sekali kau pada teman mu." Dia tertawa tanpa merasa canggung, bahkan sekarang sudah duduk di samping Draco. "Aku hanya penasaran, kau-"

"Jika kau ingin aku mendekatkan mu dengan Pansy Parkinson, jawaban nya adalah tidak." Secepat kilat pangeran muda itu memotong ucapan teman nya. Blaise memelas, menunjukkan raut tersakiti. "Ayolah, dengarkan aku. Kita kan sudah berjanji ketika di Academy bahwa kita tak akan terpisah. Masa begini perlakuan mu padaku?"

"Menjijikkan." Satu kata, namun jelas itu sangat sakit. Tapi tak apa, Blaise Zabini sang ksatria tak akan tersakiti begitu saja. Selama bersekolah 7 tahun di Noble Academy of Hogwarts, Blaise sudah kebal dengan cacian dan kutukan maut dari mulut pangeran kurang ajar itu.

Blaise menyilangkan kaki nya, menatap langit dari celah daun-daun. "Aku hanya ingin bertanya. Kau ada masalah dengan Harry? Dia hari ini sedikit aneh saat latihan."

Mata Draco yang awalnya tertutup langsung terbuka sempurna, menoleh cepat ke arah teman nya itu. "Kau bilang apa?"

'Masalah Harry saja kau cepat' Blaise menggerutu dalam hati, dia menarik napas secara dramatis. "Ada apa dengan kalian? Harry bahkan tak bisa membidik panah dengan baik, setelah ku tanya dia tak ingin menjawab. Baru ku ketahui tadi, dia langsung kembali ke kamar-nya." Kisah pemuda bongsor itu. Draco terdiam, tak menyahut. Terlebih tak tahu harus membalas ucapan Blaise dengan apa. Harry-nya yang dikenal dengan konsentrasi tingkat dewa gagal membidik panah tepat sasaran?

"Oh ya, dia sempat terluka saat berlatih pedang tadi." Tambahan kalimat Blaise semakin membuat kepala Draco kosong. Terluka? Kekasih manisnya terluka?

Ia bangkit tiba-tiba, berjalan mondar-mandir dengan kuku jari yang di gigit keras. "A-aku harus pergi, aku akan menyusulnya ke kediaman pegawai." Baru saja dia ingin berlari ke arah kuda nya, seseorang dengan pakaian serba hitam menghadang jalan Draco. Jubah hitamnya bergerak pelan dimainkan angin sore.
Wajahnya arogan -sangat-, dengan raut keras dan dagu yang selalu naik, seperti ingin menunjukkan kehormatan nya pada siapapun.

Blaise mengumpat dalam hati. Ini tak akan mudah untuk Draco.

"Ingin pergi ke suatu tempat, pangeran?" Tanya pria dewasa itu sarkas.

Draco menatap dingin ke arahnya. "Aku ada urusan, jadi biarkan aku pergi." Sahutnya tanpa ekspresi. Ayolah, Kekasihnya lebih penting dari siapapun.

"Tidak sampai kau menyelesaikan semua dokumen dan tugasmu. Ke kantor mu sekarang, atau aku akan melapor pada Yang Mulia Kaisar."

Garis wajah Draco menegang. Bahkan tangan nya sudah terkepal rapat, tidak mungkin dia bisa menunggu dan menyelesaikan tugas nya sebanyak itu dalam beberapa menit. Harry lebih penting baginya. "Count Snape, ada urusan-"

The One That Got Away | DRARRY [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang