Cue !
.
.
.
💜💜💜
Aku lelah...
Aku lelah...
Aku lelah...
Aku lelah...
Aku lelah...
Aku lelah, Tuhan...
Bahkan dinding-dinding dan langit-langit kamarku saja seakan mengejekku yang sedang mengalami kondisi ini.
Bahkan mereka dapat berbicara satu sama lain tanpa rasa takut dihakimi secara sepihak. Mereka terlihat bahagia dalam damainya.
Tangis dan sakit..
Aku tidak mengerti bagaimana mungkin keluarga ini tak sedikit pun bisa membedakan tangis dan sakit ?
Maksudku begini..
Dari tarikan nafasnya saja sudah beda.
Tidak percaya ?
Rasakan sendiri supaya kalian mengerti.
Sendatan tarikan nafas orang yang sedang sakit seperti flu sangat berbeda dengan tarikan nafas saat menahan tangis. Tampak luarnya saja beda, ciri-ciri yang tampak maksudku.
Ya, flu dan menangis ciri-ciri yang tampak di wajah hampir serupa. Tapi apakah flu juga menyebabkan mata memerah dan membengkak hanya pada bagian itu saja ? Ku rasa tidak. Kau menangis dan flu, kentara sekali bedanya.
Mengapa aku ceritakan hal itu ?
Begini ceritanya.
Tiba-tiba saja hari itu aku benar-benar merasa sendiri walau anggota keluargaku lengkap dan beberapa temanku menghubungiku lewat aplikasi obrolan. Semua yang kutunjukkan hari itu pada mereka benar-benar palsu. Ku tahan semuanya sendiri dalam diam. Ku pikir, aku akan melewati hari itu dan besok aku akan baik-baik saja seperti biasa. Namun, mentalku kembali diuji. Aku dimarahi tanpa alasan yang jelas dan saat itu juga dadaku rasanya ingin meledak. Dadaku sakit saat menahan tangis. Serius ! Setiap aku menahan emosi dan hampir menangis, dadaku serasa akan pecah saat itu juga.
Aku pun tak paham, tapi ya begitulah keadaanku.
Aku benar-benar menahan semua itu dalam diam sampai pada akhirnya aku memilih pergi ke kamar dan mengurung diri di kamar mandi dengan shower yang kuhidupkan begitu saja tanpa mengenai tubuhku. Aku menangis di dalam sana. Beberapa belas menit tangis itu pecah, saat aku berpikir mengapa aku hidup seperti ini, sejurus kemudian aku menetapkan hati, ya, karena aku memang tak diinginkan. Itu saja jawabannya.
Ku usap airmataku, ku matikan keran shower lalu keluar dengan wajah sembab. Aku bertekad, besok, aku akan mengubah duniaku sendiri. Ada atau tanpa mereka.
.
.
.
Ku masukan dokumen yang ku perlukan ke beberapa map berwarna coklat untuk melamar pekerjaan. Hari ini, aku akan menyebar lamaran tersebut ke berbagai tempat. Syukur-syukur ada yang menerimaku. Kalau sampai tiga hari tak ada panggilan, aku sudah menyiapkan plan selanjutnya. Aku melakukan ini bukan untuk diriku tapi untuk mereka. Karena aku sudah menyerah untuk bahagia dan menyerahkan semua kebahagiaanku untuk mereka, jika semua usahaku gagal, aku akan pergi dari rumah.
Ku turuni anak tangga dengan tergesa. Pakaianku sudah rapi, dokumen-dokumen tadi telah ku masukan dalam tas. Ku lirik jam tangan yang sudah jarang ku gunakan semenjak lulus kuliah, jam 8 pagi. Seharusnya, pada jam seperti ini aku sudah menyiapkan sarapan untuk mereka, membersihkan rumah sekalian mencuci baju. Tapi semua itu, tak aku lakukan. Biar saja saat aku pulang nanti aku kerjakan walaupun nantinya akan ada pertumpahan dari lagi akibatku.
"Hoseok-ah, mau kemana kau ?" Tanya Uri Noona yang sudah siap untuk sarapan yang ia buat untuk dirinya sendiri.
Tanpa menoleh dan tetap melangkah, aku menjawab, "Menyebar lamaran. Pekerjaanku nanti saja ku kerjakan. Biarkan saja pada tempatnya" kataku.
Tak ada balasan lagi dari Uri Noona dan aku bergegas keluar rumah.
Ketika aku berjalan keluar rumah menuju jalan raya, ada hal baru yang ku rasakan. Sudah berapa lama aku tidak menghirup udara berpolusi di jalan raya ini ? Beberapa tempat yang sering ku lewati telah berubah. Ada beberapa marka jalan yang baru ia lihat dan beberapa lainnya sudah berubah bentuk akibat termakan tahun.
Walau udara pagi telah terasa berpolusi, Hoseok menikmati setiap langkahnya. Langkahku begitu ringan. Rasanya, bebanku diangkat sementara oleh Tuhan. Aku berterimakasih akan itu. Berjalan sendirian seperti ini di tengah hiruk pikuk kota tanpa ada suara yang meneriakinya atau memakinya membuatku sedikit banyaknya bisa tersenyum.
Aku gila, aku tahu itu. Tetapi, aku seperti burung yang bebas dari sangkarnya, diriku serasa terbang bebas seperti yang aku inginkan. Di tengah hiruk pikuk kota, mungkin hanya diriku sendiri yang menikmatinya. Ku lihat banyak orang yang mengerutkan wajahnya atau bahkan saling membentak akibat saling mendorong masuk kendaraan. Ya, itu urusan mereka, bukan urusanku, kan ? Toh, selama ini aku hidup dengan prasangka seperti itu. Ya, ku terapkan saja.
Dimana simpati dan empatiku ? Masih ada dan bersemayam di dalam hatiku tetapi hanya untuk orang-orang yang menghargai sesama. Bukan untuk orang yang memikirkan diri sendiri.
Katakanlah hatiku hampir mati rasa. Ya, memang benar. Karena aku sudah terlalu lama tenggelam dalam danau kegelapan dan ditarik oleh lumpur hitam penghisap hingga aku tak bisa dengan leluasa bernafas dengan baik. Aku akui itu. Jangan nilai aku yang begini. Tolong kenali aku dulu, karena jauh di dalam sana, aku masih punya harga diri yang ingin ku junjung walaupun selalu dibenamkan lagi dan lagi.
Tak akan ada habisnya jika aku merutuki hidupku ini. Kalian pun akan muak dengan semuanya.
Baiklah, ku janjikan mulai hari ini, aku akan memberikan kisah baru kepada kalian. Mungkin kali ini, kalian tak akan lagi mengasihani si pemilik penyakit mental ini tetapi mungkin kalian akan tersenyum mendengar siapa Jung Hoseok sebelum menjadi zombie hidup.
Doakan aku supaya setidaknya salah satu lamaran pekerjaanku diterima, ya ? Aku harus berjuang dulu.
Eoh ? Ada satu perusahaan diujung blok walaupun terlihat kecil gedungnya, tak ada salahnya ku coba, kan ? Hwaiting, Jung Hoseok !
Akankah ku temukan kebahagiaanku kali ini, Tuhan ? Bantu aku mengubah hidupku
Tbc
Love 💕💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE ME, HATE ME [JHS]
FanfictionSisi kelamku selalu saja membuatku ingin mati. Aku ingin terbebas dari semua ini. Tolong aku.. -JUNG HOSEOK-