18

127 29 0
                                    

Cue !

.

.

.

💜💜💜

"Nan molla" balasku atas ucapan Yoongi yang mengatakan bahwa aku harus pulang ke Seoul saat libur Chuseok tiba.

Aku tahu niatnya baik tapi aku merasa Yoongi terlalu memaksaku untuk pulang.

"Bayangkan kalau ini Chuseok terakhirmu bersama mereka, Hoseok-ah. Apa kau tidak sedih ?"

Jawabanku membuatnya tercengang, "Eoh ! Aku tak akan sedih sama sekali"

Hela nafas kasar terhembus, Yoongi menatapku sendu, "Arra, kau membencinya karena alasan itu geunde-"

Ku sela kalimatnya, "Kalau keluargamu melakukan hal serupa, kau akan melakukan apa yang ku lakukan, hyung. Lihat saja sekarang, apa kau mencari eomma-mu ? Tidak, kan ?"

Atas ucapanku, anggukan sebagai balasan Yoongi, "Geurae.. Lakukan apapun yang kau anggap benar. Jangan menyesal atas apa yang kau putuskan nantinya"

Dia beranjak dari posisinya dan masuk ke dalam rumah.

"Mianhae" ucapku kemudian. Aku menyesal membuatnya kecewa padaku tapi aku bisa apa saat amarahku kembali membuncah setelah menerima panggilan telepon dari Uri Noona dua jam yang lalu.

...

Aku baru saja pulang dari bekerja dan dipertengahan perjalananku, ponselku berdering. Aku terkejut setengah mati asal kalian tahu. Jantungku berdegup sangat cepat seperti sebelum aku pindah ke daerah ini. Aku masih menyimpan ketakutan itu pada diriku. Aku takut dihubungi melalui sambungan telepon. Pesan saja, kalau itu dari orang-orang Seoul, tanganku bergetar apalagi dering telepon.

Benar saja, saat ku lihat, tertera nomor kontak Uri Noona disana. Tak hanya tanganku yang bergetar, jantungku yang semakin cepat, nafasku mulai memendek. Ketakutanku semakin menjadi kala ku coba untuk mengangkat sambungan tersebut.

Ku coba mengendalikan diri. Aku tak mau kebohonganku terungkap.

"Yeo-yeobseyo" ucapku terbata.

"Eoh ! Neo-ya. Kau masih hidup ternyata"  balas Uri Noona.

Mendadak, darahku mendidih di dalam sana. Ucapan itu tak seperti orang lain saat menghubungi keluarganya dalam waktu yang lama. Kalimat sarkas penuh kebencian itu membuatku tiba-tiba meradang. Nafasku yang memendek karena ketakutan berubah menjadi memendek karena amarah.

"Wae ?" Tanyaku.

"Sebentar lagi Chuseok, pulanglah ! Aku tak mau menjadi babu sendirian di rumah ini !"

Aku mendengus, rahangku mengeras namun ku coba sebaik mungkin mengendalikan diri, "Mian. Aku lembur saat Chuseok. Sekarang pun aku sedang lembur. Aku tutup dulu"

"Ya !"

Pip !

Ku matikan sambungan tersebut secara sepihak. Aku tak peduli dengannya lagi. Biar saja. Aku tak mau hidupku kembali menderita karenanya. Cukup aku menderita karena penyakitku disini, jangan ditambah dengan depresiku lagi yang menghantui.

LOVE ME, HATE ME [JHS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang