6

218 42 22
                                    

Cue !

.

.

.

💜💜💜

Aku selalu penasaran tentang apa yang Uri Eomma rasakan setelah "menghakimi" anak-anaknya.

Kalian tahu maksudku ?

Ketika dia selesai meremehkan kami, menghina kami, membanding-bandingkan kami dengan keponakan hebatnya atau dengan tetangga atau bahkan setelah selesai melontarkan kalimat-kalimat yang tak sedap di dengar. Aku benar-benar penasaran akan hal tersebut.

Apakah dia merasa menyesal, lega atau bahkan seperti tak terjadi apa-apa seakan-akan yang ia katakan selalu benar ?

Ah, beberapa keluarga yang aku dengar atau lihat ceritanya dari televisi atau media sosial memiliki prinsip, "Orangtua selalu benar !" dan sepertinya itu pun berlaku dalam keluargaku.

Seringkali ketika aku disuruh melakukan sesuatu oleh orangtuaku dan aku merasa kebingungan melakukannya, bukannya dibantu atau diberitahu dengan baik, aku malah dicaci maki apalagi seringnya mereka mengaitkan dengan gelar kesarjanaanku dan itu memuakkan !

Hal biasa sebenarnya tapi tetap saja menyakitkan saat yang melakukannya adalah keluargamu sendiri.

Aku sudah pernah bilang, kan ? Kalau aku diperlakukan seperti ini oleh orang lain, aku akan membalasnya. Tapi, ini keluargaku sendiri. Bagaimana aku membalasnya ?

Orang yang mengalami kondisi sepertiku ini, akan berlari menuju keluarganya untuk mengatakan segala keluh kesahnya. Lalu, bagaimana jika keadaannya sepertiku ? Aku harus mengadu kepada siapa ? Teman-temanku ? Mereka saja malah menganggapku lah yang sangat berdosa, aku yang salah dan aku bukan anak yang baik. Padahal... Sudahlah !

Lagi-lagi, aku menahannya. Aku berpura-pura baik. Padahal, di dalam hatiku yang paling dalam terselip rasa ingin dimanja, di dengarkan dan dipeluk oleh mereka.

Tapi, angan tetaplah angan. Aku harus menerima kondisiku, bukan ?

.

.

Suatu hari, ketika aku dan Dawon Noona akan ke minimarket untuk membeli kebutuhan harian, uri appa berkata, "Eomma kalian sedang sakit"

Kalian tahu apa yang terjadi setelah 4 kata yang dikatakannya ? Tentu saja dia pergi keluar rumah untuk mencari kesenangannya dan itu sudah biasa terjadi.

Ya, sepulangnya dari minimarket, aku dan Noona mencoba membuatkan sesuatu yang bisa dimakan oleh uri eomma. Akibat sakit lambung yang ia derita selama ini, sedikit banyaknya ia tak dapat menerima beberapa jenis makanan.

Kami tahu dan sadar diri, kami pun tidak seahlinya dalam mengolah makanan tapi tolong jangan mengritik yang terlalu berlebihan. Ketika ku suguhkan sup ayam dan bubur dihadapannya, dia bilang bahwa aku mencoba membunuhnya dengan cepat dengan memberi lada yang terlalu banyak dan rasa pedas yang membuat lambungnya semakin perih.

Aku salah, aku sadar itu. Tapi, Demi Tuhan ! Aku tidak pernah terpikirkan hal kejam seperti itu. Itu murni kesalahan yang tak disengaja karena terlalu banyak menuangkan lada dimasakan tersebut.

Tak hanya satu kali, beberapa kali kami pun sering dituduh ingin membunuhnya akibat satu kesalahan kecil. Semisal Mickey sedang masa kawinnya, ia akan menjadi rewel dan tak berhenti menggonggong bahkan ditengah malam. Akibat gonggongan Mickey, keesokan paginya kami dimarahi karena memelihara Mickey yang mengganggu istirahatnya dan membuatnya tak dapat tidur lagi sampai pagi.

Aku sudah terbiasa, tapi lagi-lagi terlalu menyesakkan.

Kesalahan yang sepele tapi benar-benar menghancurkan mentalku.

Akibat hal kecil seperti itu, depresiku semakin hari semakin bertambah parah. Menangis sendiri di tengah malam dan mengutuk diriku yang tak dapat melakukan hal yang benar.

Apakah aku harus seperti ini setiap harinya ? Tolong, aku juga ingin hidup sebagaimana semestinya. Aku ingin hidup sebagai anak dari orangtua yang baik. Aku ingin hidup sebagai teman yang ceria dan aku ingin hidup sebagai diriku sendiri. Tanpa topeng, tanpa kemunafikan dan tanpa penyesalan.

Tapi, jika seperti ini jadinya, BAGAIMANA BISA AKU HIDUP NORMAL DAN BERAKTIVITAS SEPERTI BIASA ?

Aku lelah.

Ketika lelah akibat depresiku berlanjut, fisikku selalu yang terkena imbasnya. Tubuhku bagai tertusuk-tusuk ratusan bilah pisau, lemas seperti tak ada keinginan utuk hidup lagi dan pikiran buruk menghantuiku setiap ini terjadi.

Namun, saat melihat kondisi uri eomma yang tampak begitu sangat tersiksa karena penyakitnya, aku berpikir dan merenungkan hal tersebut berulang kali.

Aku ingin menjadi anak yang baik untuknya

Itu saja keinginanku. Tapi, apakah bisa berjalan sesuai dengan harapanku ? Entahlah.

Mungkin mulai sekarang, aku tak akan memberotak seperti biasanya, berhenti berdebat dengannya dan memilih memendam semuanya dengan prinsip diam itu emas.

Ya, aku bertekad untuk menahan segala amarah, keinginanku dan diriku sendiri hanya untuk membuat semuanya lebih baik. Lagi ! Ya.. Untuk lagi dan lagi berikutnya. Biar saja aku yang mengalah dengan kondisi ini. Toh, aku sudah tak bisa apa-apa lagi sekarang. Hidupku tak pernah dinilai baik oleh mereka.

Sejujurnya, aku ingin menulis lagi di catatanku, tapi rasanya catatanku akan berulang dengan kata-kata yang sama, perasaan yang sama dan kesakitan yang sama. Aku bahkan tak berminat lagi untuk menulis disana. Karena jika nanti aku membacanya, airmataku pasti meluncur dengan tak tahu malunya. Lagi dan lagi.

Catatanku dan diriku adalah hal yang tak dapat terpisahkan tentang hidupku yang suram. Tapi, apakah aku bisa berdamai dengan sisi burukku agar dia mengikuti keinginanku menjadi sisi baik ?

Ketika aku menanamkan dipikiranku tentang hal baik, tak berselang lama hal buruk menghampiri.

Seperti halnya tekadku ini, apakah aku akan bertahan ? Berdamai dengan keadaan dan menerima segalanya ? Ya, bisa jadi. Jika nanti aku kembali mengabaikan 'damai'-ku, tolong ingatkan aku kalau aku harus menjadi seseorang yang baik walau harus mengeluarkan 1000 topeng senyum dan sesaknya ku tahan sendiri. Tak apa. Demi kebahagiaan dan ketentraman keluarga ini. Aku akan memulai semuanya. Aku akan mulai 'mengalah' lagi. Kali ini, aku sudah mengibarkan bendera putih tanda kekalahan telakku pada mereka.






Tbc 😆


Love 💕💕💕

sugary07 🙆🙆🙆

LOVE ME, HATE ME [JHS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang