Part 20

527 45 0
                                    

Langit yang terlihat cerah diatas sana membuat Hana menyunggingkan senyumannya. Menghirup udara disekitarnya yang terasa menyejukkan. Memandang bunga-bunga bermekaran yang terlihat indah menghiasi taman.

“Noona kau menyukainya?.”

Hana yang terduduk diatas kursi roda tersenyum kearah sang adik yang tengah membawanya jalan-jalan berkeliling taman rumah sakit. “Haneul-ah Noona sangat menyukainya. Terima kasih.”

“Noona tak perlu berterima kasih padaku eoh! Sejak kecil Noona selalu menjagaku dan sekarang aku yang harus menjaga Noona.”

Seorang wanita paruh baya menghampiri keduanya. Membuat Hana hanya bisa terdiam kala wanita itu melangkahkan tungkainya kian mendekat. Tersenyum kearah keduanya.

Haneul tersenyum menghampiri sang ibu. “Eomma.”

“Haneul-ah Eomma ingin berbicara dengan kakakmu. Bisa tinggalkan kami berdua?.”

Haneul mengangguk mengiyakan ucapan sang ibu. Setelahnya ia pun berpamitan kepada Hana. meninggalkan keduanya ditaman itu.

Nyonya Kim mengambil alih kursi roda yang Hana duduki. Mendorong kursi roda itu kesebuah kursi taman. Wanita paruh baya itupun menaruh bokongnya diatas kursi itu. Menatap wajah Hana yang tersenyum tipis padanya

Nyonya Kim meraih tangan Hana menggenggamnya. “Maafkan aku Hana-ya. Sebagai seorang Ibu tak seharusnya aku memintamu melakukan hal itu. Sungguh maafkan aku.”

“Aku tahu aku bukanlah Ibu yang baik untukmu. Hanya karena luka dimasa lalu. Aku melampiaskan semuanya padamu. Padahal ini semua salahku karena menerima perjodohan itu. Padahal aku tahu Ayahmu mencintai ibumu. Maafkan aku.”

“Aku tahu aku memang tak pantas menerima maafmu. Kau berhak menyalahkanku atas semuanya. Namun ijinkan aku untuk menjadi Ibu yang lebih baik untukmu. Menjadi keluarga yang harmonis layaknya diluar sana. Beri aku kesempatan Hana.”

Hana mengulas senyum menggenggam tangan wanita paruh baya dihadapannya. Setelah sang ibu mengatakan semua yang ada dalam benaknya. Hana tahu betul manusia pasti bisa berubah. Dan Hana tahu betul jika sikap sang ibu padanya selama ini bukanlah hal yang patut disalahkan juga. Semua orang berhak berbuat salah. Semua orang tak bisa berkehendak atas takdir yang menimpa hidupnya. Dan Hana selalu menerima itu semua. Setiap rasa sakit yang ia rasakan. Pasti ada sesuatu hal yang baik menghampirinya. Hanya perlu bersabar dan berharap waktu itu datang.

Bahkan balas dendam ataupun membalas luka itu dengan luka hanya akan membuat hatimu merasa tak tenang. Perasaan bersalah akan muncul menghantui setiap jalan yang kau pijaki. Hana cukup banyak belajar dan bersyukur atas apa yang telah diberikan Tuhan padanya.

“Apa aku boleh memanggilmu dengan sebutan Eomma?.”

Nyonya Kim menitikan air matanya. Mengangguk lemah. Merengkuh tubuh Hana kedalam dekapannya. “Aku Ibumu Hana. kapanpun aku ingin terus mendengarkan sebutan itu. Hana harus sembuh. Dan kita akan menghabiskan banyak waktu dan berkumpul bersama.”

“Hana harus bertahan. Hana harus berjuang. Ibu berharap Tuhan menyembuhkan malaikat Eomma ini.”

Harapan yang dulunya Hana kubur sejak awal. Menerima takdir akan kematiannya kian memudar. Melihat orang-orang yang disayanginya menyemangatinya membuat Hana membangun sebuah harapan baru akan hidupnya.

Bolehkah ia berharap kepada Tuhan untuk menjalani hidupnya lebih lama?

Bolehkan ia menghabiskan waktunya dan membuat banyak kenangan indah yang lebih banyak lagi kedepannya?

Apa boleh Hana membangun harapan-harapan baru?

Hana memeluk erat sang Ibu. “Hana akan berjuang Eomma. Hana akan berusaha.”

[M] SORRY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang