Peran Utama Wanita yang Sesungguhnya?

120 30 8
                                    

"Kim Yohan, apa yang kau lakukan?" Tanya Joochan.

"Yena ah, bukankah kau sudah janji ingin membantuku mengerjakan tugas?" Ucap Yohan sambil menatap mata Yena.

"Tugas apa?" Tanya Yena dengan suara yang tertahan karena telapak tangan Yohan.

"Ayo kita pergi sekarang, kami duluan Joochan ah," ucap Yohan sambil membawa Yena menjauh tanpa melepaskan tangannya dari mulut Yena.

Mereka pergi menuju parkiran, dan tepat di sini Yena melepaskan tangan Yohan dengan paksa.

"Yak! Apa yang kau lakukan? Kau menghancurkan segalanya," omel Yena.

"Justru aku sedang menyelamatkanmu bodoh," balas Yohan.

"Menyelamatkan apa? Yang ada kau mengacaukan segalanya kalau kau tidak ada, pasti aku sudah mengungkapkan perasaanku padanya," ucap Yena.

"Lalu kau yakin dia akan langsung menerimamu? Kau yakin setelah mengatakannya dia akan terus bersikap seperti biasanya?" Tanya Yohan.

Yena terdiam, yang dikatakan Yohan sepertinya benar juga. Dia tidak mungkin langsung mengatakannya, nanti karena ada banyak kemungkinan yang akan terjadi nanti. Misalnya seperti Yena yang akan ditolak, hubungan Yena dan Joochan yang akan menjadi canggung. Oh tidak Yena tidak bisa menerima itu.

"Lihatlah kau sendiri berpikir seperti itu," ucap Yohan.

"Kalau begitu bantu aku untuk mengungkapkan perasaanku pada Joochan,"ucap Yena.

"Aku? Tidak mau" jawab Yohan lalu berjalan meninggalkan Yena.

"Oooh, ayolah kalau bukan kau aku harus minta tolong pada siapa? Mark? Dia sangat payah dalam urusan percintaan, Changbin? Yang dia bisa hanya menulis lagu tentang cinta tanpa tahu prakteknya," protes Yena sambil mengikuti Yohan yang kini naik ke atas motornya.

"Jawabanku tetap tidak!"

"Aaah Yohan ah... ." Rengek Yena.

"Hus hus singkirkan tanganmu dari motorku," Yohan menyingkirkan tangan Yena dari motor.

"Yohan ayolah,"

Tidak menjawab apapun, Yohan hanya menyalakan mesin motornya. Lalu meninggalkan Yena.

"Aish! Kim Yohan!" Teriak Yena.

***

"Aku pulang," ucap Yena sambil melepaskan sepatunya.

"Choi Yena ada apa denganmu?" Tanya Ibu Yena muncul masih menggunakan apron.

"Aku baik-baik saja Eomma," jawab Yena.

"Ck bukan itu, maksud Eomma kenapa kau sudah pulang jam segini?"

"Huh?"

"Ini kan jadwalmu les, kau sekarang berani bolos les secara terang-terangan ya? Anak ini," omel Ibu Yena sambil memukul pantat putrinya itu.

"Aah maaf aku lupa,"

"Aigoo, ini nanti kalau Appa tahu kau akan dimarahi habis-habisan, dia menghabiskan banyak uang untuk memasukkanmu ke tempat les yang sama dengan Mark, sana pergi walaupun ini sudah terlambat tapi lebih baik datang daripada tidak sama sekali," usir Ibu.

"Tapi Eomma aku tidak tahu tempatnya dimana?" Balas Yena.

Tentu saja dia tidak tahu apapun, dia kan masih baru menjadi manusia. Dan lagi Yena juga masih belum tahu segalanya tentang kehidupan Yena manusia yang sebenarnya.

"Jangan mencari alasan untuk bolos, pokoknya sekarang berangkat saja, jangan sampai ketahuan Appa," ibu Yena mendorong putrinya keluar.

"Eomma aku belum pakai sepatu," panggil Yena.

When I Was In The Lead Role || Choi YenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang