Mingyu baru pulang saat jam menunjukkan pukul 8 lewat 17 menit. Ia sangat lelah dan ingin cepat-cepat makan malam bersama anak istrinya. Jadi, ia dengan semangat masuk ke dalam rumah. Namun, hal pertama yang ia lihat adalah Wonwoo yang sedang menangis di depan pintu kamar Joon Eun.
"Sayaaang, Mama minta maaf, tolong buka pintunya. Maafin Mama yang udah jadi orangtua yang buruk buat Joonie. Tolong buka pintunya, sayang. Jangan kayak gini teruus." Wonwoo tidak menyadari kalau suaminya, Mingyu, sudah pulang dan sedang melihatnya dengan pandangan sulit. "Joonie."
"Wonwoo, ada apa?"
Tubuh Wonwoo sontak terjingkat kaget dan berbalik. Ia mengusap air mata yang membasahi kedua pipinya, dan mencoba tersenyum saat Mingyu berjalan menghampirinya. "Kamu sudah pulang."
"Kalian bertengkar?" Mingyu memegang kedua bahu Wonwoo, dan memaksanya untuk bertatapan dengannya. "Sayang, ada apa?"
Wonwoo menggelengkan kepalanya. Namun, Mingyu malah memegang bahunya semakin keras.
"Katakan padaku! Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa kamu menangis? Kenapa kamu meminta maaf pada Joon Eun? Apa yang aku gak boleh tahu sebenarnya?" paksa Mingyu.
Setelah banyak rayuan dan paksaan, akhirnya Wonwoo menceritakan semuanya. Tentang Joon Eun yang selalu bersikap dingin padanya. Tentang Joon Eun yang terlihat membencinya. Tentang Joon Eun yang tidak pernah mau menerimanya sebagai seorang ibu. Dan itu menampar hati Mingyu dengan telak.
Bagaimana bisa ia yang merupakan kepala rumah tangga di sana, tidak mengetahui kalau ada yang terjadi di antara anak dan istrinya.
"Mingyu, jangan marahi dia. Mingyu, Joon Eun tidak sepenuhnya salah. Mingyu!" Wonwoo mencoba menahan Mingyu yang kini berjalan menghampiri kamar Joon Eun. Tidak, jangan buat ketakutannya kembali menjadi nyata.
"Joon Eun, keluar! Papa, mau berbicara sesuatu denganmu!" ujar Mingyu, sembari mengetuk pintu kamar putra semata wayangnya. Tidak ada jawaban. Ketukannya yang semula perlahan, berubah menjadi gedoran.
"Kim Joon Eun!"
Pintu putih itu tiba-tiba terbuka. Memperlihatkan Joon Eun dengan wajah datarnya. Luka di bibir dan wajahnya yang pucat membuat pasutri itu terdiam untuk beberapa saat. Ia mendongak, memandang wajah papanya. "Ada apa, Pa?"
Kesadaran Mingyu kembali dan ia memandang putranya itu dengan tegas. "Joon Eun, kenapa kamu membuat Mamamu menangis?"
"Aku cuma mengatakan hal yang sebenarnya. Mama saja yang terlalu cengeng," jawab Joon Eun santai. Ia melirik mamanya sekilas, sebelum kembali memandang papanya.
"Jaga kata-katamu, Joon Eun! Kenapa kamu berubah seperti ini?" tanya Mingyu, sebisa mungkin untuk tidak menggunakan nada tinggi apalagi sampai melakukan kekerasan.
Joon Eun tiba-tiba tertawa. "Kalian berdua yang buat aku berubah, terutama Mama. Karena Mama aku tidak bisa menunjukkan siapa aku yang sebenarnya."
Bukan hanya mata Wonwoo yang membelalak kaget, tapi juga Mingyu. Anaknya itu tiba-tiba menyalahkan mereka berdua.
"Kim Joon Eun!" Mingyu mengepalkan tangannya kuat-kuat. "Kamu tidak tahu bagaimana Mamamu memperjuangkanmu!"
"Kenapa tidak menyerahkan saja hidupku sejak awal? Aku rasa itu lebih baik."
Plak.
"MINGYU!"
Tangan Mingyu mendarat kuat di wajah Joon Eun. Saking kuatnya hingga bibir itu kembali berdarah. Wonwoo bahkan sudah menangis semakin histeris. Ini yang ia takutkan.
"Aku pergi." Joon Eun meraih tas di dalam kamarnya, dan melangkah melewati Wonwoo juga Mingyu begitu saja.
"Aniya! Joon Eun! Jangan pergi! Maafkan Mama, Joonie!"
KAMU SEDANG MEMBACA
[SP] SON || Meanie
Fanfic[SEQUEL CHILD] BOOK 4 OF 4 FROM SERIAL PREGNANT Kim Joon Eun sudah besar. Ia sudah bukan lagi anak polos yang selalu berada dalam gendongan Papa dan Mama. Tujuh belas tahun dan Joon Eun paham, kalau sebenarnya hubungan orangtuanya itu salah. Kalau k...