49. Pelukan Perpisahan ⚠️

76 7 0
                                    

Warning!!! ⚠️

Chapter ini bakal ada adegan ehoheh. Memang bukan uuaahuuhaah karena Taki bukan author untuk lapak dewasa. 🙈 yang jelas, kalian jangan tanya umur Taki sampe bisa nulis kaya gitu, diketawain Kartu Tanda Mahasiswa nanti. 🤭

Happy reading, gangs! Love you all! 😘

*** Magnitudo ***

Suasana hati Seungcheol memburuk pagi ini. Tangan kanannya mengelus kepala Hyewon sedang tangan kirinya ia gunakan mengaduk cereal di mangkuk kecil untuk sarapan. Hari ini masih tergolong hari kerja tetapi sang istri sedang berada dalam siklus manja akut akibat hormon yang tidak terkendali.

Semua berawal dari kunjungan mereka ke rumah sakit untuk menjenguk Rikku yang baru saja melahirkan anak kedua, kemudian Hyewon bermaksud melakukan pemeriksaan kesehatan karena beberapa hari belakangan tubuhnya terasa lemas. Dugaan awal perempuan itu merasakan dampak dari produksi asam lambung berlebih namun ternyata rujukan dialamatkan pada dokter kandungan.

Baik Hyewon maupun Seungcheol menerima kehadiran janin tersebut dengan senang hati. Keduanya sangat bersyukur karena bisa memberikan teman main yang semakin membuat rumah ramai. Namun, tepat sehari setelah pemeriksaan tersebut Seungcheol menerima surat panggilan wajib militer. Hal itulah yang membuat keduanya tampak tidak bersemangat.

"Sayang makan dulu yuk, kasian baby nanti." Bujuk Seungcheol pada wanita yang kini berbalut pakaian kerja.

"Malas! Kamu makan aja sendiri."

Mood Hyewon berubah dalam mode marah. Ia berseru agak tinggi lalu melepas rangkulan Seungcheol. Tidak cukup dengan itu, ia juga mencubit perut buncit pemuda yang masih setia menatapnya.

"Makanya kalau punya burung itu dijaga! Hobi kok bikin hamil istrinya!" Gerutu Hyewon lalu beranjak ke wastafel.

"Lho, kamu kan juga dengan suka rela buka garasi. Ya impas lah kita." Jawab Seungcheol tidak mau kalah.

"Kalo aku nggak buka garasi nanti burungnya parkir kemana-mana."

"Nggak mungkin nyasar lah, kan sudah dipasang GPS. Masuknya ya ke situ lagi." Seungcheol tidak mau kalah.

"Kalau gitu, dipakein helm dong burungnya biar aman! Gimana sih?!" Setelah itu Hyewon kembali menyandar lalu mengelus perut ratanya.

Pikiran Seungcheol melayang jauh membayangkan terpisah dari keluarga dua tahun lamanya. Dulu saat Hyewon sedang mengandung Mark, berpisah sebulan saja sudah membuatnya ingin menangis. Bagaimana dengan nanti jika benar-benar berpisah selama dua tahun.

"Kamu mau aku gimana? Apa aku nggak usah pergi aja?" Tanya Seungcheol dengan tatapan serius.

"Eh, jangan dong! Kamu harus berangkat demi negara ini. Aku nggak mau kamu melanggar peraturan ya."

"Kalau gitu kamu jangan sedih, baby nanti ikut sedih. Aku janji akan pulang sesering yang aku bisa." Kelingking Seungcheol mengacung disambut Hyewon.

Pinky promise

"Janji?!"

"Iya. Kasian juga nanti garasinya jadi sarang laba-laba kalo nggak keurus."

"CHOI SEUNGCHEOL!"

*** Magnitudo ***

Ayah Hyewon menatap Mark yang sibuk mengunyah potongan semangka. Tatapan beliau lalu beralih pada Haechan yang sibuk menyesap madu dengan disuapi Seungcheol di depan televisi besar.

Magnitudo (In Marriage Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang