54. Berlarut-larut

44 5 0
                                    

Hai! Ada yang masih ingat ff ini??

Taki up spesial untuk ultah Babeh Seungcheol. Jangan lupa kasih feedback kalian ya... 😍

Happy reading!

*** Magnitudo ***

Seungcheol menghela napas panjang. Semakin lama Hyewon menangis, hatinya semakin luluh. Tapi, ia tidak bisa memaafkan wanita itu dengan mudah.

"Kamu jangan nangis lagi. Hati aku sakit karena tangisan sekaligus kesalahan kamu yang hampir membunuh darah dagingku."

Lengan besar Seungcheol membimbing Hyewon untuk bangkit dan duduk di ranjang mereka. Ia berjongkok di hadapan Hyewon lalu mengusap air matanya dengan lembut.

"Maaf."

Entah sudah berapa kali Hyewon memohon maaf dari sang suami.

"Kasih aku waktu untuk memikirkan semuanya."

Sreetttt...

Seungcheol mencari kehangatan dan jawaban atas kegundahan hatinya dengan memeluk Hyewon. Seminggu lebih sepertinya sudah cukup membuat Hyewok jera, namun egonya berkata lain.

"Apa kamu sudah kehilangan cinta untukku sampai kesalahanku saja tidak termaafkan?" Lirih Hyewon.

"Kasih aku waktu berpikir sampai malam ini."

Hyewon menggeleng. Ia sudah tidak sanggup lagi menahan kemarahan Seungcheol.

"Aku nggak bisa terus-terusan diabaikan sama kamu. Hati aku sesak sekali rasanya." Gumam Hyewon tanpa melepas pelukannya pada Seungcheol.

Biarlah jika malam ini mereka melewatkan waktu istirahat asalkan Seungcheol memaafkannya, begitu fikir Hyewon.

"Kalau kamu tahu bahwa aku nggak suka dengan tindakan kamu, sekarang kamu sebaiknya istirahat. Ingat anak kita di sini." Usai mengusap singkat perut Hyewon, Seungcheol lalu meninggalkan kamar.

Malam berlalu begitu saja tanpa komunikasi berarti. Keadaan tidak berubah kecuali kondisi Hyewon yang kurang baik. Sejak fajar, perempuan cantik itu sudah berkali-kali ke kamar mandi akibat rasa mual yang tidak juga mereda hingga sekitar pukul 9 pagi. Ia akhirnya hanya berjalan lemah dengan mata panda yang tampak jelas saat mengamati pantulan dari cermin.

Dalam diam, Hyewon hanya dapat mengamati Seungcheol mondar-mandir di depan lemari. Tangan Hyewon dengan lembut bergerak mengaplikasikan liur walet -buah tangan Mami saat berkunjung ke Beijing- pada wajahnya.

"Cari apa?" Tanya Hyewon lemah.

"Nggak." Balas Seungcheol sembari membolak-balik lipatan pakaian.

Sreettt...

Bruk...

Beberapa potong t-shirt jatuh saat pemuda itu menarik satu pakaian di tengah tumpukan.

"Sshhh... cari apa sih?" Hyewon mulai jengah melihat pekerjaannya bertambah.

"Aku bisa sendiri. Maaf, ini aku beresin kok."

Tanpa mengindahkan jawaban Seungcheol, Hyewon kembali berlari ke kamar mandi. Ia harus merelakan salmon panggang yang baru saja ia konsumsi sebagai sarapan. Entah mengapa pagi ini gejala morning sickness terasa jauh lebih menyiksanya.

"Nggak enak banget ya badannya? Kita ke dokter?"

Setidaknya, itu adalah kalimat yang Hyewon harap keluar dari mulut Seungcheol. Namun....

Nihil.

Pemuda di belakang Hyewon tersebut hanya diam dengan tangan mengusap-usap lembut punggungnya. Beberapa saat kemudian Hyewon kembali ke ruang tidur untuk mengistirahatkan tubuh. Sementara itu, Seungcheol kembali sibuk seolah sedang menggali harta karun di dalam lemari pakaian.

Magnitudo (In Marriage Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang