4. Terjitak

30 6 0
                                    

"Opsir Hwang, ini hasil test atas nama saudari Kang Jia," kata lelaki tua bertubuh bungkuk dengan kacamata tebal sembari menyodorkan sebuah amplop cokelat ke meja Hyunjin.

Hyunjin yang sedari tadi merem-melek karena ngantuk akhirnya dengan semangat membuka amplop itu, agar dia bisa segera menyatakan gadis gila itu sebagai tersangka.

Kadar alkohol: 0,014%

Zat adiktif: 0,00001%

Narkotika: 0,0000%

Dinyatakan: NEGATIF

"Negatif? Gak salah?!" matanya membulat dan mulutnya menganga tak percaya setelah membaca kertas di tangannya. 4 jam ia menunggu hasil ternyata sia-sia.

***

Jia melirik jam dinding diseberang ruangan, pukul 5 pagi. 2 jam lagi ia sudah harus berangkat ke perpustakaan. Sungguh hari yang panjang dan gila.

Polisi murahan itu tiba-tiba menampakkan batang hidungnya lagi. Wajahnya terlihat kesal. "Keluar," katanya dingin setelah membuka pintu sel.

"Udah?" tanya gadis itu seraya melangkah keluar.

"Lo boleh pulang,"

"Test gue? Negatif kan?"

"Ya kalo positif elu udah gue bawa ke pusat rehab,"

Senyum kemenangan terukir di wajahnya. Wajah masam si polisi murahan membuat hatinya semakin senang. Ia puas sekali mengalahkan lelaki menyebalkan ini.

"Dah buruan pulang," lanjut Hyunjin mengusirnya. Kang Jia memang tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka, mau bagaimanapun hasil testnya menyatakan ia negatif narkoba. KTP-nya pun menunjukkan umurnya 21 tahun. Ia sudah cukup umur untuk ke klub dan meminum alkohol.

"Bisa antar gue pulang?"

"Apa? Gak!"

"Gue gak bisa pulang sendirian jam segini. Gak ada bus, taksipun jarang," wajahnya memelas.

"Bukan urusan gue," tukas Hyunjin tidak perduli.

"DIMANA ANAK KURANG AJAR ITU?!" suara keras bapak-bapak terdengar di seluruh ruangan. Siapa lagi kalau bukan ayahanda seorang Hwang Yeji. Ayahnya memang bukan main kalau sudah emosi.

"HWANG YEJI! DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!"

"Pak, mohon tenang. Selesaikan masalah keluarga Bapak di rumah."

"ANAK INI HARUS DIBERI PELAJARAN!"

Suara tamparan keras menggema membuat semua orang kaget. Dari reaksi ayahnya, sudah pasti Yeji dinyatakan positif narkoba.

"Gak punya adat," tiba-tiba suara Hyunjin terdengar di telinga Jia seraya ia berjalan melewatinya. Hyunjin menggendong tasnya berjalan keluar dari kantor polisi. Nampaknya ia mau pulang.

"Bilang apa lo barusan?" Kang Jia yang tidak terima sohibnya dibilang tidak punya adat sudah siap untuk meributi cowok sialan itu lagi. Namun cowok menyebalkan itu tetap berjalan santai keluar tanpa menghiraukannya sedikitpun.

Keempat kawan sablengnya berjalan keluar dengan borgol ditangan mereka, beserta beberapa polisi. Betulan sableng. Mereka saling bertemu seraya keempat tersangka pengguna narkoba itu akan dipindahkan ke pusat rehabilitasi.

"KANG JIA!!" Yeji menangis-nangis ketika melihat Jia, sambil dipaksa jalan oleh seorang polisi.

"YEJI!" melihat sohibnya diseret seperti itu membuat hatinya geram. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa selain meratapi kawan-kawannya.

"Pengkhianat," Lee Minho melewatinya dengan tatapan sinis.

Jia mengembus napas tidak percaya. "Wah dasar bedebah gila," katanya tidak terima dibilang pengkhianat.

Satu per satu kawannya masuk ke dalam mobil polisi bersama polisi-polisi lainnya. Jia hanya bisa mengembus napas pasrah. Dia beruntung. Jika saja dia tidak menyadari keberadaan pil sial itu di minumannya, dia pasti sudah ikut dengan kawan-kawannya.

Jia pun dengan berat melangkah keluar dari kantor polisi setelah mengambil barang-barangnya. Langit masih gelap. Jalanan sepi. Ia menarik napas dalam sebelum melangkahkan kakinya lagi ketika tiba-tiba mobil sedan hitam berhenti tepat di depannya.

Cowok yang mengendarai mobil itu menurunkan kacanya. Kang Jia tersenyum lebar setelah menyadari itu adalah opsir Hwang. 'Ha, berubah pikiran ya? Katanya tadi bukan urusan dia,' batinnya.

"Jaket gue," katanya singkat dan dingin.

Jaket? Ah, Jia baru menyadari jaket opsir Hwang masih ia kenakan. Sial, ternyata hanya minta jaket? Dasar tidak punya perasaan. Di cuaca dingin begini teganya dia meminta jaketnya, padahal Jia hanya memakai selapis tank top dan celana jins pendek-itupun bolong-bolong.

Jia melepaskan jaket cokelat itu dan menyerahkannya kepada pemiliknya. Hwang Hyunjin menerimanya dan melaju lagi dengan mobilnya, meninggalkan Jia yang mematung. Wah, menyebalkan.

Jia hendak melupakan segalanya dan pulang ke rumah, namun baru beberapa langkah, mobil sedan hitam yang sudah beberapa meter di depannya kembali berhenti mendadak di hadapannya.

"Untung gue baik hati, buruan naik!" ucap cowok itu setelah mengeluarkan kepalanya sedikit dari kaca mobil.

Jia terbelalak dan segera berlari ke arah mobil, membuka pintu di sebelah kemudi dan masuk ke dalam. Kali ini sudah tidak ada gunanya mempertahankan harga diri. Dia akan mati kedinginan.

"Lo emang paling baik, makasih ya!" ucap Jia mencoba mencairkan suasana yang sejak tadi hening. Setelah bertanya arah jalan menuju kosnya, Hyunjin benar-benar tidak berkata apa-apa sama sekali.

"Ck", dia berdecak pelan. "Semua temen lo positif, lo doang yang nggak. Kok bisa sih?" tanyanya masih kesal.

Kang Jia hanya mengangkat bahu. "Gue gak narkobaan," jawabnya enteng sebelum memalingkan pandangan ke luar jendela.

"Kok bisa, lo gak terpengaruh temen-temen lo?" tanya Hyunjin masih penasaran.

"Narkoba itu bikin hancur. Gue tau jelas itu. Lagian, gue benci narkoba, apapun itu jenisnya."

"Kenapa?"

"Karena narkoba, gue terlahir ke dunia yang kelam ini."

Hyunjin tidak paham apa maksudnya, tapi ia sadar ia sebaiknya tidak mengorek lebih dalam.

Beberapa menit kemudian Hyunjin menghentikan mobilnya di depan gedung kosan 5 lantai di dekat persimpangan jalan.

"Disini kosan lo?"

"Iya,"

Hyunjin celingak-celinguk melihat sekitar. Sementara Kang Jia melepas seat belt dan mengambil tasnya untuk bersiap turun. Ia kemudian membuka pintu mobil.

"Oiya!" Tepat sebelum dia melangkah keluar, Jia kembali duduk dan sempat-sempatnya dia mendaratkan jitakan sempurna di ubun-ubun Hyunjin.

"Aw!!" teriaknya kaget.

"Kalo gue negatif, lo gue jitak, ingat?" Jia tertawa puas setelah melihat ekspresi kaget Hyunjin. Ia lebih kaget daripada kesakitan.

"Gila lo ya?! Main jitak kepala gue! Bukannya bilang makasih!" protes Hyunjin sambil mengelus ubun-ubunnya yang nyut-nyutan.

"Itu sebagai ucapan terimakasih gue," Jia tersenyum sebelum menurunkan kakinya.

"Terimakasih? Gila lo. Gak pernah diajarin sopan santun sama orang tua lo ya?!" Hyunjin masih meneriaki Jia yang sudah akan menutup pintu.

"Gak punya orang tua tuh," jawab gadis itu enteng sebelum akhirnya ia menutup pintu mobil dan melambai kepada Hyunjin. Ia berlari kecil menuju pintu masuk gedung putih 5 lantai itu.

To be continued

afternoon rain [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang