31. Bowling dan Hukuman

20 6 0
                                    

Hujan deras masih mengguyur kota Seoul di tengah hari itu. Tetesan air berjatuhan seperti peluru disertai angin kencang dan petir yang menyambar sesekali. Nampaknya goblin sedang dalam suasana hati yang sangat sedih.

"Jadi lo beneran gak mau dateng ke nikahan mama lo?" tanya Hyunjin pada Jia yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya.

"Buat apa gue dateng? Nontonin nyokap gue memulai hidup barunya yang bahagia selagi gue ditinggalkan?" ujar gadis itu sambil menatap kaca mobil yang diguyur air hujan.

Sudah setengah jam mereka berdua berdiam di dalam mobil Hyunjin yang di parkiran pinggir jalan raya. Kang Jia sudah menceritakan bagaimana ia bisa tidak punya ayah dan ditinggalkan ibunya pergi entah kemana saat usianya masih 9 tahun. Saat itu ia tinggal dengan tantenya dan ibunya mengirimi uang bulanan kepada tantenya untuk biaya sekolah dan biaya hidup sehari-hari. Ketika Jia sudah lulus SMA dan mendapat pekerjaan di perpustakaan, ia memutuskan pindah dari rumah tantenya dan menyewa kamar kos sendiri sampai hari ini. Sejak pergi meninggalkannya ibunya tidak pernah sekalipun berkunjung atau menelpon gadis itu. Pernah sekali saat ia sudah masuk SMP, Jia menemukan sebuah botol pil aborsi yang sudah kadaluwarsa sejak tahun 2001 di laci lemari pakaian yang ditinggalkan ibunya. Gadis itu berpikir bahwa ia pasti lahir karena kesalahan, dan ibunya tidak berniat melahirkannya sejak awal.

"Lo yakin gak bakal nyesel kalo ga dateng?"

"Kenapa juga gue nyesel? Gue dan nyokap gue juga udah berpisah lama, selama ini juga gue hidup seolah-olah gak punya nyokap. Gue yakin dia juga hidup seolah-olah gak punya anak, jadi apa yang harus gue sesali?" tanya gadis itu membuat Hyunjin mengangguk-angguk. Ibunya menikah atau tidak, semuanya akan sama saja, tidak ada yang berubah. Pada akhirnya gadis itu akan tetap sendirian tanpa orang tua.

Hari itu dilalui Jia bersama Hyunjin yang berusaha menghiburnya. Pria itu mengajak kekasihnya bermain bowling dimana Jia bisa melampiaskan kekesalan dan kesedihannya dengan melempar bola bowling.

"Gue gak bisa main bowling," ujar gadis yang sedang duduk di kursi sembari memperhatikan kekasihnya berlutut di lantai membantunya memakai sepatu khusus bowling.

"Gue ajarin, jangan bawel," tukas Hyunjin sembari mengencangkan sepatu bowling itu ke kaki Jia. Ia lalu bangkit berdiri dan menyodorkan tangannya. "Yuk," ajaknya.

"Gue lebih suka nyodok bola billiard.." ujar gadis itu lagi, mengingat dulu hampir setiap malam ia menghajar bola billiard masuk ke dalam lubang bersama teman-temannya yang kini masih di pusat rehabilitasi.

"Ck, tempat billiard itu banyak cowok! Lo mau gue nusukin mata orang-orang yang ngeliatin lo disana? Terus bola mata mereka gue jadiin sate? Mau?" ancam cowok itu sambil membungkukkan badannya ke depan, menjajarkan wajahnya dengan wajah Jia sambil memeragakan bagaimana ia akan mencucuk bola mata orang dengan telunjuk dan jari tengahnya.

Gadis itu hanya mengerucutkan bibirnya padahal dalam hati ia merasa gemas melihat tingkah kekasihnya yang posesif itu.

"Yuk, sini gue kasih tau cara mainnya," cowok itu kini menarik tangan Jia pelan membuat gadis itu berdiri dan berjalan menuju ke belakang garis foul tempat orang biasanya mulai melempar bola bowling.

"Lo berdiri di tengah, fokus sama pin yang ada disana," Hyunjin menunjuk 10 pin bowling yang berjejer tersusun di ujung jalur bowling. Ia lalu berjalan menuju tempat mengambil bola, dan kembali dengan sebuah bola bowling berukuran sedang.

"Nih, ini ada 3 lubang, lo taruh jempol disini, terus jari manis sama jari tengah di dua lubang yang ini," kata Hyunjin sembari mempraktikkan. "Dipegang yang kuat, jangan sampe jatuh," lanjutnya membuat Jia mengangguk-angguk.

"Terus lo ambil ancang-ancang, ayun bolanya dari belakang ke depan, dan kalo udah pas, tinggal dilepasin," Hyunjin melempar bola itu dengan mulus dan bola menggelinding lurus ke depan, menghantam semua pin yang berdiri di ujung lintasan sana. Strike.

afternoon rain [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang