Prolog

6K 71 2
                                    

Dahulukan membaca Al-Qur'an guys

*****

Selembar kertas berisikan rincian biaya untuk acara pernikahan membuatku terkejut. Seketika jantungku berdetak tak karuan.

Bagaimana tidak? Hanya untuk acara pernikahan saja menghabiskan uang senilai 700 juta rupiah. Aku menelan ludah kasar. Bagaimana aku bisa membayarnya. Memang soal urusan acara pernikahan aku serahkan kepada calon mama mertuaku dan ibu kandungku. Namun, ibu tidak mengatakan apa-apa padaku.

Kutolehkan kepala ke arah ibu yang hanya tersenyum manis menatapku. Ibu, kenapa bisa sebanyak ini? Haruskah aku jual tanah yang baru kubeli setahun yang lalu? Dan, kupastikan akan kurang untuk biaya pernikahan ini?, batinku berkata.

Kulirik Mama Diah yang sedang membuka tasnya lalu mengambil ponsel. Mengotak-atik sesuatu di ponselnya dan memberikannya padaku. "Ini lihat, bagus 'kan?"

Sebuah dekorasi pernikahan yang bernuansa putih dan mewah membuatku tersenyum tipis.

"Sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. Mama saja suka banget, rasanya pengin jadi muda lagi," lanjut Mama Diah berkata.

Aku mengangguk saja.

"Kamu suka 'kan? Sudah fiks 80 persen, lho. Pinginnya mama mau kasih tahu kamu sekalian saja waktu di acara supaya kamu terkejut. Eh, mama gak bisa nahan."

Aku hanya mengangguk saja sebagai tanggapan.

Wajah calon mama mertuaku tampak sedih. Aku menatapnya penuh kebingungan.

"Kamu gak suka, ya? 14 hari acara pernikahan berlangsung. Mama gak bisa ganti dekorasinya lagi, dan ini sudah dibayar full," jelas Mama Diah selaku calon mama mertuaku nanti.

Huh, rasanya pingin pingsan saja. Bagaimana aku bisa membayar semua ini? Hanya itu yang kupikirkan.

"Su---ka, Ma." Akhirnya hanya dua kata saja yang bisa kuucapkan. Tak tahu harus mengatakan apa lagi. Sepertinya setelah ini aku harus mencari bantuan atau mungkin mau berhutang dulu kepada siapa saja.

"Mama seneng dengernya."

"I---ya, Ma."

"Kamu sama Tio udah setuju jika soal acara pernikahan mama sama ibumu yang mengaturnya. Itu dekorasi buat pernikahanmu nanti dengan Tio. Soal makanan nanti prasmanan. Kita 'kan nyewa disana. Kamu sama Tio tinggal fokus perawatan saja. Supaya manglingi pas hari pernikahan tiba. Iya 'kan, Jeng?"

Ibu mengangguk saja dan tersenyum lebar. Hatiku tercubit. Sepertinya ibu memang senang. Tetapi, kenapa tidak memikirkan biaya ini?

Mertuaku Kaya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang