Bab 15

1K 25 0
                                    

Utamakan membaca Al-Qur'an guys

******

Kubuka selambu sedikit, ternyata masih hujan. Mas Tio masih tertidur lelap. Sedangkan, aku tak bisa tidur karena merasa mual terus. Sampai membuatku lemas.

"Sayang, kamu udah bangun?"

"Udah pagi, Mas."

Mas Tio membantuku ke kamar mandi tatkala aku ingin muntah lagi. Sungguh tak enak, berpikir ini pasti efek karena hujan sehingga membuatku masuk angin.

"Tiara sayang, kamu tiduran dulu saja. Mas buatkan air jahe hangat."

Kugelengkan kepala. "Mas Tio, biar aku saja yang buat sendiri."

"Enggak, kamu masih sakit lho. Mas khawatir sama keadaanmu."

Suara pintu terketuk membuatku dan Mas Tio mengalihkan pandangan. Mas Tio mempersilahkan masuk. Ternyata Mama Diah. Mama mertuaku itu memang lagi menginap di rumahku.

"Istrimu pasti hamil," bisik Mama Diah ke Mas Tio.

Aku yang mendengarnya tanpa sadar mengelus perutku. Berharap bahwa ini memanglah karena kehadiran calon bayiku. Senyuman manis tampak di bibirku yang indah.

"Tiara, nanti ajak saja Tio ke dokter kandungan, ya. Oh, atau beli test pack saja," ujar Mama Diah dengan heboh.

Aku hanya tersenyum saja melihat keantuasiasan Mama Diah. Tampaknya mama mertuaku itu begitu senang akan kehadiran cucunya yang entah benar atau tidak.

Sudah tiga bulan pernikahanku dengan Mas Tio. Sebelumnya kami memang tidak terlalu memikirkan soal anak. Kami serahkan semuanya kepada Allah.

Bulan lalu, aku juga pernah merasakan hal yang sama. Mual-mual kupikir masuk angin. Rupanya karena maagku kambuh. Ya, ketika telat makan dan pola makan kurang kujaga. Itu semua karena Mas Tio yang selalu keluar kota untuk urusan kerja. Aku kesepian di rumah, mama mertuaku memang kerap kali mengajakku menginap di rumahnya. Diajak kesana kemari, entah ke salon, ke mall, ke acara arisan, bahkan bisnis. Aku sampai pusing dan lelah.

"Kalau Tiara hamil, keluar kerja saja," tukas Mama Diah.

"Lebih baik Tiara berbisnis saja. Kebetulan mama punya restoran di kota ini banyak, biar salah satu restoran mama, Tiara yang urus."

Aku kaget atas perkataan Mama Diah yang terdengar gampang dan tidak mempermasalahkan. "Tiara 'kan cukup mengontrolnya saja, melihat pemasukan, melakukan inovasi, ya begitu-begitu saja. Tenang, nanti mama ajarin. Tio juga bisa ajarin, Tiara."

"Lebih baik kamu ajak Tiara ke dokter kandungan saja nanti." Mama Diah tersenyum lebar padaku lalu ke luar kamar kami.

Aku dan Mas Tio saling menatap. "Secepat ini kita akan memiliki anak?"

Aku mengedikkan bahu dan menggelengkan kepala tak tahu. "Kamu senang, 'kan?"

"Syukuri atas apa yang telah Allah berikan pada kita. Kalau memang diberikan sekarang, ya mas gak masalah. Kita jalani dengan penuh keikhlasan. Kita harus siap jadi orang tua yang siaga dan baik."

Aku mengangguk dan tersenyum lebar. Mas Tio memang suami yang baik. Aku memeluknya saat suamiku merentangkan kedua tangannya.

*****

"Mama gak sabar melihat cucu mama akan lahir," ujar Mama Diah dengan senyuman lebar.

Setelah kami periksa ternyata aku memang sedang hamil tiga minggu. Ya, Mas Tio setiap pulang selalu memintanya dan tidak hanya sekali. Entah kenapa jadi getol sekali, padahal sebelumnya malas-malasan.

Mertuaku Kaya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang