Bab 12

1K 28 5
                                    

Utamakan membaca Al-Qur'an guys

******

"Eh, Tiara, bagaimana rasanya jadi memiliki suami yang kaya raya? Pasti hidupnya lebih tentram ya," ujar teman kerjaku.

Aku hanya menanggapinya dengan senyuman.

"Iyalah, Tiara bahagia. Hidupnya udah enak. Kamu gak perlu kerja lagi kali, Tir. Uang suamimu gak akan habis buat tujuh turunan."

"Iya, Tir. Tinggal duduk di rumah, shopping, ke salon, dan jalan-jalan saja. Yang happy-happy, Tir."

Lagi-lagi aku hanya tersenyum. Aku bukan orang yang hobi seperti itu. Walau uang suamiku banyak pun aku tetap seperti dulu. Aku bahkan belum memakai uang nafkah yang diberikan oleh Mas Tio. Karena, selama ini mama mertuaku dan Mas Tio yang memberikan apapun padaku. Mencukupi kebutuhanku. Uang tabunganku juga sampai utuh.

"Tir, kapan-kapan ajakin kita dong ke rumahmu."

"Iya, insyaAllah. Aku duluan, ya."

"Hati-hati, Tir."

Aku mengangguk dan tersenyum.

*******

Hari ini, aku dan Mas Tio akan pindah ke rumah kami. Orang tuaku dan mama mertuaku sedang di sini dan kami mengadakan acara syukuran.

Tetapi, sudah ada seminggu Mas Tio belum pulang juga. Namun, mama mertuaku ngotot memintaku pindah ke rumah mewah ini karena permintaan Mas Tio. Orang tuaku bertanya-tanya padaku soal keberadaan Mas Tio. Tetapi, aku hanya menjawab bahwa Mas Tio sedang sibuk bekerja.

Mobil, dan barang-barang mewah pembelian dari mama mertuaku juga ikut ke sini. Hanya saja, aku masih heran. Mas Tio pergi seminggu dan entah kemana. Hatiku sakit diperlakukan begini.

Sudah mendapat cemoohan dari Tante Septi, dan sikap Mas Tio yang begini membuatku pusing saja. Aku pikir dengan menikah akan membuatku bahagia. Nyatanya, justru sebaliknya. Aku selalu berusaha berpikir positif, walau tetap sakit hatiku.

Ternyata, menikah dengan orang kaya tidaklah mudah. Justru membuatku tertekan. Soal lembaran surat yang masih saja kudapatkan tiga hari yang lalu. Entah siapa pengirimnya aku tak tahu. Aku berpikir jika memang orang lain, pasti pengirimnya melakukan ini supaya aku pergi dari keluarga Mas Tio. Jika memang benar ada sangkutpautnya dengan perilaku Mas Tio belakangan ini, aku tak bisa berkata apa-apa. Takut, jika keluarga Mas Tio melakukan suatu hal yang di luar nalar.

Kulangkahkan kaki memasuki rumah. Orang tuaku dan mama mertuaku sudah ada di dalam rumah, hanya aku yang asyik berdiam diri di depan rumah.

"Surprise." Aku menatap mereka yang ramai menyambutku. Aku terkejut saat ada Mas Tio di sana.

Mas Tio membawa kue ulang tahun, dan aku menatap sekeliling ruangan. Ternyata, perkataan Mas Tio waktu itu benar terlaksanakan. MasyaAllah. Dengan mengundang 200 anak yatim dan makan bersama di sini.

Aku lupa jika hari ini ialah hari ulang tahunku. Karena bagiku, yang terpenting itu bagaimana aku tetap istiqomah dan selalu melakukan hal baik. Air mata menetes dari kedua mataku.

Mas Tio menyerahkan kue ulang tahun pada mama mertuaku. Dipeluknya aku. "Maaf, selamat ulang tahun istriku. Semoga panjang umur, dan selalu diberi kesehatan, keberkahan dalam hidupnya. Makin berbakti kepada orang tua, suami, dan mama mertua. Dan, apa yang kamu semogakan tersemogakan."

Mertuaku Kaya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang