20

1.1K 52 7
                                    

Dahulukan membaca Al-Qur'an!

*****

"Tiara, kamu mau ke mana?"

Aku menoleh dan tersenyum tipis menatap Mama Diah yang baru turun dari lantai atas menatapku yang membawa koper.

"Aku mau menginap di rumah ibu, tidak apa-apa 'kan, Ma?"

Mama Diah mengerutkan keningnya lantas mengangguk. "Tentu boleh, sudah izin sama Tio?"

Aku mengangguk. Ya, izin kudapatkan. Tetapi, Mas Tio tidak tahu bahwa aku sampai membawa koper. Sudah sebulan, tetapi tidak ada kejelasan dari Mas Tio. Namun, aku sering mengikutinya diam-diam yang datang ke gadis itu juga membantu Tante Septi berobat. Seminggu yang lalu, Tante Septi mengabarkan bahwa mengalami sakit yang keras. Aku tak tahu lebih rincinya.

Mas Tio semakin sibuk dan jarang memperhatikanku. Padahal aku sedang mengandung anaknya. Hati wanita siapa yang tak sakit mendapat perlakuan tak mengenakkan ini. Walaupun Mama Diah sudah tak lagi pergi ke mana-mana dan menemaniku, tetap saja rasanya berbeda jika Mas Tio yang menemaniku. Hanya barang mewah yang Mama Diah berikan tidak akan dapat membuat hatiku tenang, justru semakin kacau. Pikiranku berkelana, apa harta selalu yang dinomorsatukan dibanding perasaan orang lain?

Mas Tio telah berubah, aku pun tak lagi mengontrol kegiatan sehari-harinya. Daripada hidup di sini dan terus merasakan sesak, lebih baik pergi ke rumah ibu.

"Kenapa harus membawa koper, Tiara?" Mama Diah berjalan ke arahku dengan mata yang memicing.

Tidak ada kegugupan maupun keraguan, aku menjawab, "Tiara mau menginap beberapa hari di rumah ibu. Mama tidak apa-apa tinggal dengan Bi Siti?"

Mama Diah tersenyum. "Tidak apa-apa. Kamu tidak ada masalah 'kan dengan Tio?"

Kugelengkan kepala, tak mau jika sampai Mama Diah berpikiran yang tidak-tidak.

"Ya sudah, biar supir yang mengantar. Mama tidak bisa ikut. Mama mau ke rumah tantemu, salam sama orang tuamu, ya?"

Aku mengangguk. Mencium punggung tangan mama mertuaku. Lalu berjalan ke luar rumah setelah mengucapkan salam.

Tak terasa mobil sampai di depan rumah orang tuaku. Kuucapkan terima kasih kepada supir rumah Mas Tio. Lalu dengan langkah pelan masuk ke dalam rumah. Setetes air mata jatuh melihat ibu sedang menonton televisi. "Ibu," panggilku dengan pelan.

Walau begitu, ibu mendengar suaraku. "Tiara," katanya dengan terkejut.

"Kenapa kamu ada di sini? Mana Tio?"

Aku memeluk ibu dengan erat. Menangis di bahunya.

"Kamu ada masalah dengan Tio?"

Firasat seorang ibu, aku memilih diam saja. Masalah rumah tangga sebaiknya tidak diumbar, biarlah aku simpan sendiri dan selesaikan bersama dengan Mas Tio. Namun, jika pada akhirnya keputusan yang kita ambil tidak sesuai keinginan orang tua, aku tak bisa berkata apa-apa.

"Duduk dulu, kamu sama siapa ke sini?"

"Supir."

Ibu menghela nafas kasar. "Nak, ibu tahu kamu pasti ada masalah dengan Tio. Bicarakan dengan baik-baik. Kamu kabur 'kan dari rumah? Bawa koper segala."

Mertuaku Kaya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang