Bab 16

795 22 2
                                    

Utamakan membaca Al-Qur'an!

*******

Aku melihat Mas Tio sedang berdzikir. Kuputuskan menunggu saja. Ada hal penting yang ingin kubicarakan menyangkut lembaran kertas juga keadaan Mama Diah serta sangkutpautnya meninggalnya papa.

Aku tahu pasti ini saling berkaitan. Terlebih aku juga tidak mengerti sebenarnya apa tujuannya. Mas Tio tidak menjelaskan secara rinci.

"Mas, aku mau bertanya," kataku saat melihat Mas Tio ke luar kamar.

"Kamu sedari tadi berdiri?" tanya Mas Tio menatapku dari bawah ke atas.

"Iya, Mas."

"Sayang, kamu ini sedang hamil. Nanti kamu capek kalau berdiri terus," tegur Mas Tio. Aku terkekeh menanggapi perkataannya.

"Mas mau ke mana?"

"Mau nengok mama," jawabnya.

"Hmm, ada hal yang ingin kutakanya sama Mas."

Mas Tio mengerutkan dahi. Aku memilih mendahului Mas Tio masuk ke dalam kamar. Duduk di sofa. Mas Tio mengikutiku dan tak jadi menuju kamar Mama Diah.

"Ada apa, Sayang?"

Kutatap wajah Mas Tio, terutama kedua matanya. "Aku mau bertanya soal santet."

Mas Tio terdiam.

"Mas, katakan yang sejujurnya sama aku siapa pelakunya?"

"Kamu pasti akan terkejut," ujar Mas Tio.

Kugelengkan kepala dengan pelan. Perkataan Mas Tio seakan membuka mata hatiku untuk mengetahui siapa orangnya yang telah membuat hal buruk kepada keluarga Mas Tio. Ia takut jika nantinya ia yang terkena. Mama Diah pun sudah merasakannya. Sungguh kejam orang yang melakukan hal tersebut.

Entah tidak takut dosa apa gimana. Yang pasti hatinya sudah dipenuhi kegelapan. Hanya ada ambisi buruknya yang selalu tampak. Padahal hal tersebut bukanlah hal yang baik dilakukan. Untuk apa mencelakai orang lain, sedangkan hidup sendiri pun belum tentu benar.

Mama mertuaku yang notabennya sosok yang baik, ramah, rendah hati, dermawan, tetapi harus mendapatkan hal seperti ini. "Siapa, Mas?" tanyaku penasaran.

Mas Tio tersenyum tipis. Alisnya menukik. "Ayah dari .... "

"Siapa?" desakku saat tiba-tiba Mas Tio menghentikan perkataannya.

"Sudah lupakan saja!"

"Selalu begitu, apa aku gak boleh tahu, Mas. Ini demi kebaikan kita. Melihat orang berbuat jahat jangan dibiarkan begitu saja, Mas," cetusku.

"Kalau kamu tahu ... apa kamu akan meninggalkanku, Tiara?"

Dahiku mengerut mendengar perkatannya. Mas Tio ini kenapa? Aku hanya menanyakan satu hal, tetapi kenapa berbelit-belit sekali.

Lebih baik aku pergi saja menuju halaman belakang. Baru berdiri, Mas Tio merengkuh pingganggku. Memintaku duduk kembali. "Mas takut kamu akan meninggalkanku karena takut mengalami hal yang sama."

"Semua sudah digariskan, Mas. Aku berharap itu bukan salah satu takdirku. Mas, kita ini menikah untuk bahagia di dunia dan sampai jannah-Nya. Jangan berpikir aku akan pergi dari hidup, Mas. Oke, Mas?"

Mas Tio mengangguk. Raut wajahnya begitu ketakutan saat pikirannya yang mengarah bahwa aku akan meninggalkannya. Mana mungkin aku meninggalkan lelaki sebaik Mas Tio. Setidaknya tidak neko-neko. Susah mencari lelaki setia dan kaya raya seperti Mas Tio ini.

"Siapa orangnya, Mas?" desakku lagi.

Mas Tip menghela nafas. "Ayah dari Kang Adi," jawab Mas Tio dengan cepat membuatku tercekat. Mengingat hubungan keduanya begitu dekat.

Mertuaku Kaya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang