Utamakan membaca Al-Qur'an guys
****
Rumah bertingkat dua dengan halaman yang luas. Ada dua mobil dan dua motor yang berada di garasi. Air mancur di samping kanan rumah. Pepohonan mangga di samping kiri rumah.
Aku hanya bisa menggelengkan kepala tak percaya melihat rumah dihadapanku ini. Rumah yang begitu mewah. Jauh sekali dengan rumahku yang hanya berlantai satu dengan cat putih yang sudah pudar.
"Bagus 'kan rumahnya? Sekarang kita tinggal disini."
Aku menoleh menatap Mama Diah dan tersenyum lebar sebagai tanda hormatku padanya. Mama Diah, ibu mertuaku yang masih tampak cantik di usia senjanya.
Mama Diah menggandeng tanganku, membawaku masuk ke dalam rumah. Mas Tio masih di jalan. Kami terpisah karena Mama Diah menarikku dari Mas Tio.
Aku hanya mengangguk menuruti Mama Diah. Seharusnya aku masih tinggal di rumah orang tuaku sehari saja, namun karena aku telah menikah dan kebetulan mama mertua meminta untuk tinggal bersamaku, ya aku tidak bisa menolak. Orang tuaku juga mengizinkan karena aku telah bersuami. Sedangkan Mas Tio selaku suamiku sebenarnya setuju dengan keinginanku yan tinggal sehari di rumah orang tuaku. Tetapi, ya sudahlah.
"Tio tadi nelfon mama katanya mau ke kantor dulu, ada hal penting yang gak bisa ditinggal," kata Mama Diah.
Aku mengangguk saja. Tadi Mas Tio juga sudah mengatakannya.
"Disini ada Pak Tresno, tukang kebun rumah ini. Ada Bi Siti dan Bi Ijah yang membantu mama mengurus rumah."
"Kamu duduk dulu disini, nunggu Tio dulu ya baru masuk kamar. Mama mau ke dapur bentar." Mama Diah mengerlingkan matanya kepadaku. Aku bergedik ngeri melihatnya.
Sofa yang kududuki begitu empuk. Mungkin jika aku ketiduran disini pasti tidak menyangka karena saking nyamannya. Kuedarkan pandangan ke arah rumah tamu ini. Benar-benar joss tenan mertuaku. Interior ruang tamu saja begitu bagus. Sepertinya aku bisa mengelilingi rumah untuk berfoto-foto.
Kubuka ponsel, melihat satu persatu foto pernikahanku. Pertama, saat aku dan Mas Tio saling berpandangan dan tersenyum manis. Kedua, saat aku dan Mas Tio saling bergandeng tangan dan memegang bunga. Ketiga, saat aku berpelukan dengan Mas Tio. Ke-empat, saat Mas Tio mencium keningku. Masih banyak foto yang tak bisa kuutarakan. Sungguh hatiku berbunga walau sedikit gugup akan sesuatu yang akan terjadi di malam nanti.
"Silahkan dinikmati Nona Tiara." Seorang wanita paruh baya meletakkan dua toples berisikan makanan ringan serta dua minum jus jeruk.
Aku tersenyum seraya mengucapkan terima kasih. Sedikit heran juga dipanggil 'Nona'. Terdengar tak biasa. Namun, mungkin nanti aku akan membiasakannya.
Mama Diah melangkahkan kaki menghampiriku. "Kita keliling rumah dulu, ya."
Aku mengangguk dan beranjak dari kursi. Mama Diah mengajakku berkeliling dari mulai halaman depan ke halaman belakang. Sungguh memukau. Pikirku masih sama, sekaya apa mama mertuaku ini? Ini masih rumah mama mertuaku. Aku tidak tahu bagaimana rumah suamiku karena dulu pernah empat kali kesana dan masih tahap renovasi. Kesana pun aku hanya duduk di depan rumah.
Lebih baik menjaga daripada masuk ke dalam rumah yang hanya akan menimbulkan fitnah saja. Lelaki dan gadis yang bukan mahram berduaan di dalam tidaklah baik. Terlebih, takut terjadi hal-hal yang tidak mengenakkan. Syetan selalu suka menjadi orang ketiga diantara sepasang anak manusia yang saling mencintai sebelum adanya ikatan yang sah.
Saat di halaman belakang rumah, aku hanya bisa menganga melihatnya. Ada kolam renang, taman bunga, ada ayunan, dan bahkan ada rumah pohon. Ini rumah kenapa paket lengkap kesukaannya.
"Kamu suka 'kan? Ini dulu mama minta buatkan sama almarhum papamu karena mama seneng lihatnya. Nanti cucu mama bisa main kesini, mereka pasti senang. Mama nemenin mereka main disini."
Mama Diah tersenyum lebar. Aku membalasnya dengan senyuman tak kalah lebar.
"Andai, papamu masih hidup. Pasti makin lengkap kebahagiaan ini," ujar Mama Diah menerawang.
Aku memeluk Mama Diah dari samping. Mengusap bahunya menenangkan. "Ma, papa pasti udah bahagia disana. Yang papa tunggu-tunggu, dan harapkan adalah do'a dari anak dan istrinya."
"Iya, Tiara. Semoga papamu berada di surga."
"Aamiin."
Mama Diah mengajakku duduk di ayunan. Menatap kolam renang yang berada tepat dihadapanku. Begitu sejuk dan indah dipandang. Sungguh, aku merasa sedang di istana saja.
Mama Diah termasuk mama mertua yang baik selama aku mengenalnya. Semoga saja selalu begitu. Sedikit trauma setelah membaca novel-novel yang kubaca. Dimana mendapatkan mama mertua yang jahat, mama mertua yang tidak pengertian dan banyak menuntut. Aku akan pusing jika begitu.
"Ma," panggilku saat melihat Mama Diah melamun.
"Hmm .... "
"Oh, ya, besok mama mau berangkat ke luar kota selama lima hari. Ada urusan pekerjaan dan kamu tinggal disini saja dengan Tio, ya. Pasangan pengantin baru bisa bebas berduaan. Mama gak akan ganggu, kok," lanjut Mama Diah berkata.
Aku menggelengkan kepala pelan. Meraih tangan Mama Diah. "Mama gak ganggu, kok. Justru aku nanti pasti kesepian kalau Mas Tio bekerja, Ma."
"Tio 'kan sedang cuti, Tiara. Udah puas-puasin berduaannya. Udah sah, 'kan."
Aku mengangguk malu.
Selama ini, aku dan Mas Tio hanya saling bertukar pesan dan telfon. Selebihnya aku datang ke rumahnya hanya untuk menemaninya mengambil barang yang dibutuhkan. Ya, hanya itu sekalian aku ditunjukkan rumah Mas Tio seperti apa.
Bepergian bersama pun hanya tujuh kali saja. Ya, aku dan Mas Tio memang meminimalisir pertemuan karena kita tak mau ada apa-apa. Bagaimanapun Mas Tio adalah lelaki, sedangkan aku gadis.
"Tio itu seperti almarhum papanya, penurut, pendiam, dan romantis. Gak banyak omong, dan lebih ke tindakan saja."
Aku hanya diam mendengarkan.
"Mama tahu kamu saat diajak menikah sama Tio meminta Tio untuk setia, dan tidak menduakannya. Mama percaya, Tio gak akan melakukan hal seperti itu. Tio anak yang baik. Dia pasti akan setia sama kamu. Hanya kamu gadis yang dicintai Tio setelah mama tentu."
Aku berharap begitu. Aku sedikir takut menikah karena hal tersebut. Aku benci diduakan dan aku tak suka dikhianati. Ketika membaca novel dimana tokoh utama diduakan, membuatku menangis dan ingin meninju lelaki yang menyakiti tokoh utama itu. Greget. Aku tidak suka hal tersebut. Sungguh, tidak suka. Lalu, akhirnya aku tidak suka baca novel yang tokohnya diduakan. Takut jika aku menjadi trauma. Padahal, tidak semua lelaki sama. Mereka para lelaki memiliki pilihan, tergantung pilihan mana yang mereka putuskan.
"Mama, besok sama siapa ke luar kota?" tanyaku mengalihkan pembahasan tadi.
"Sama temen mama."
Aku mengangguk saja.
"Sepertinya Tio udah pulang. Kamu ke depan saja. Mama masih ingin disini."
"Enggak apa-apa, Ma?" tanyaku memastikan. Terdengar di indera pendengaranku suara mobil milik Mas Tio memasuki halaman rumah.
Mama Diah tersenyum lebar. "Enggak apa-apa kok, Tiara. Udah temui suamimu sana. Eh, suami baru," goda Mama Diah.
Aku tersenyum malu lalu berjalan menuju halaman depan menyambut suamiku pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mertuaku Kaya Raya
ChickLit21+ Bijaklah memilih bacaan! Cerita ini hanyalah FIKSI! Memiliki lelaki setia untuk dijadikan suami adalah impianku. Tentunya yang bertanggung jawab dan imam yang baik bagi keluargaku. Tetapi, aku tak menyangka. Bahwa aku justru mendapatkan hal yan...