Bab 17

1.1K 29 3
                                    

Utamakan membaca Al-Qur'an guys!

"Ada apa sih, Mas?" tanyaku mengikuti langkah Mas Tio yang cepat.

Mas Tio menoleh, memilih menggendongku dan membawanya ke kamar kami. Sontak aku mengalungkan tangan melingkari leher Mas Tio. Saat melewati ruang tamu, ada Mama Diah yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya, aku sungguh malu saat kemesraan kita dipergoki oleh orang lain. Mama Diah justru menatap kami dengan tatapan jahilnya.

Sesampainya di kamar, Mas Tio membawaku di sofa. Helaan nafas terdengar darinya. Entah apa yang sedang terjadi kali ini.

Seketika aku teringat akan lembaran kertas di kado pemberian Mama Diah. Sedangkan, pelakunya pun ayah kandung dari Kang Adi. Aku belum pernah bertemu dengannya, entah seperti apa sosoknya. Hanya saja, jika Kang Adi tahu pastilah sangat kecewa.

"Mas, aku juga mau berbicara hal penting!"

Mas Tio menatapku, mengusap wajahku dengan tangannya. Lalu memelukku. Saat ini, Mas Tio butuh ketenangan, lebih baik aku tunda saja mengatakannya.

"Ternyata .... "

Mas Tio menghela nafas, melepaskan pelukan kami. Menatapku dengan tatapan kecewa. Aku jadi berpikir apa salahku, sampai Mas Tio menatapku begitu?

"Ternyata apa, Mas?" tanyaku penasaran.

"Ayah kandung Kang Adi bersekongkol dengan orang lain."

"A--pa?" tanyaku terkejut. Batinku bertanya-tanya akan satu sosok yang tidak kuketahui namanya.

Mas Tio mengangguk. "Mama memang tidak memikirkan soal ini, bagi mama mungkin sudah takdirnya. Tetapi, tetap saja mas tidak terima. Kamu tahu siapa orangnya?"

"Tidak tahu, Mas 'kan belum kasih tahu."

Mas Tio justru terkekeh. Aku bersedekap dan memandangnya layaknya seorang boss. Dengan jahilnya Mas Tio menjawil hidungku. "Orang yang kamu kenal."

"Si--apa?" Kali ini aku lebih terkejut. Orang yang aku kenal banyak.

"Sering datang ke sini," kata Mas Tio lagi memintaku untuk menebaknya.

"Siapa, Mas? Aku tak mau berprasangka buruk."

"Tante Septi," ujar Mas Tio dengan lantang.

Aku menutup bibir dengan kedua tangan. Tak kusangka, Tante Septi melakukan hal tersebut kepada keluarganya sendiri. Padahal, Mama Diah begitu baik dengannya. Ah, soal lembaran kertas itu, mungkinkah Tante Septi yang melakukannya?

"Kamu memikirkan apa?" tanya Mas Tio saat melihatku terdiam.

"Mas gak sedih?"

"Sedih pasti, tetapi mau bagaimana lagi," jawab Mas Tio dengan lesu.

"Mas, soal lembaran kertas di kado pemberian mama, Mas tahu bahwa itu sebenarnya Tante Septi?"

"Sebelumnya Mas gak tahu siapa pelakunya, setelah mas minta anak buah mas untuk mencari tahu baru deh tahu kejelasannya."

"Mas, percaya saja semua pasti akan baik-baik saja," ujarku menggenggam tangannya dengan senyuman manis.

Mas Tio membalas senyuman dan memelukku. "Mas tidak tahu harus apa lagi jika tidak ada kamu."

"Mas, kita pasti bisa melaluinya dengan sangat baik."

Mas Tio mengangguk.

Aku tahu, Mas Tio pasti bingung dengan semua ini. Keluarganya melakukan hal seperti itu, entah alasannya apa. Aku pikir pasti karena iri dengan pencapaian Mama Diah dalam berbisnis.

Mertuaku Kaya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang