Bab 11

1K 28 0
                                    

Utamakan membaca Al-Qur'an guys

******

Komennya ya biar makin semangat😁

********

"Apa yang ingin kamu bicarakan, Sayang?"

Aku menatap Mas Tio yang duduk di sampingku. "Mas, papa meninggal karena apa?"

Dahi Mas Tip mengerut, menatapku dengan kebingungan. "Kenapa tiba-tiba tanya seperti itu, Sayang?"

Kuhela nafas. Meletakkan kepala di pundak Mas Tio. "Mas Tio, aku hanya ingin tahu saja."

"Mas tidak akan mengatakannya sebelum kamu mengatakan sesuatu," tekan Mas Tio.

Langsung saja aku berdiri menatap Mas Tio dengan gelengan kepala. Beginikah sikap aslinya?

"Mas anggap aku istri atau tidak?"

"Kenapa kamu tiba-tiba begini?"

Kuhentakkan kaki dengan sebal. Aku tidak suka ketika mengajak berbicara seseorang justru bertanya balik padaku, bahkan merahasiakan sesuatu padahal menyakut kenyamanan keluargaku sendiri.

Apa salahnya aku bertanya hal tersebut? Apa pertanyaanku membuat Mas Tio rugi? Sikap Mas Tio memperjelas bahwa suamiku itu tidak percaya padaku sama sekali. Sungguh sakit hatiku akan sikapnya.

Aku memilih pergi dari hadapannya, belum sempat melangkahkan kaki lagi, tangan Mas Tio menggenggam pergelangan tanganku.

"Tiara, ada apa sebenarnya?"

"Mas, aku tanya begitu Mas gak mau jawab. Salah aku bertanya? Memangnya ada apa sih sampai aku bertanya saja tidak dijawab," ujarku dengan kesal.

"Bukan begitu .... "

"Lalu bagaimana?"

"Tiara, Mas gak suka kamu menyela pembicaraan," tegur Mas Tio dengan helaan nafas panjang.

Aku menghela nafas. Menyentak tangan Mas Tio. Tanpa berbalik lagi aku melangkahkan pergi ke luar kamar. Namun, rupanya Mas Tio mengerjarku sampai tangga. Hampir saja aku jatuh karena tarikan tangan Mas Tio yang kasar.

"Kita bicarakan baik-baik di dalam!" titahnya tak terbantahkan.

Mas Tio mendudukkanku di sofa. Menggenggam kedua tanganku seakan tak mau aku lepas darinya. Aku akan turuti kemauannya kali ini demi mendapatkan jawaban yang benar.

"Mas akan ceritakan, tetapi ceritakan dulu apa yang terjadi padamu?"

Aku menatap kedua mata Mas Tio. "Kenapa Mas Tio bertanya seakan-akan aku habis mengalami suatu kejadian yang tak mengenakkan?" tanyaku menantang. Tak henti aku meminta maaf atas sikapku ini.

"Bisa ditebak," jawab Mas Tio mengalihkan tatapan.

Aku melepaskan genggaman Mas Tio. Namun, semakin erat Mas Tio menggenggam kedua tanganku. "Mas, tolong jangan ada yang disembunyikan dari aku. Mungkin, aku bisa diam. Tetapi, aku tidak bisa selamanya harus sabar. Aku punya perasaan, Mas."

Mas Tio menatap diriku. Merangkum wajahku. "Tiara sayang, gak ada yang Mas sembunyikan dari kamu. Kamu jangan berpikiran yang tidak-tidak."

"Pertanyaanku cuman sederhana. Oke, aku tahu Mas mungkin masih sedih dan kepikiran sama almarhum papa. Tetapi, apa salah aku tanya soal penyebab meninggalnya papa mertuaku, Mas? Apa aku memang gak pantas menanyakan hal ini?" cecarku tanpa jeda.

Tatapan Mas Tio meredup. Menatapku dengan sorot mata terluka. Ya Allah, sebenarnya apa yang terjadi? Mas Tio masih dengan kebungkamannya.

"Karena sudah takdir," jawab Mas Tio.

Mertuaku Kaya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang