18

908 30 6
                                    

Dahulukan membaca Al-Qur'an guys!

*******

Masf slow update, lagi sibuk banget🙇 Ada yang rindu gak ya? Hehe....

******

"Kamu dari mana?" tanyaku dengan tatapan tajam menghunus jantung Mas Tio. Hatiku sakit saat membayangkan Mas Tio berduaan di sana bersama gadis itu.

Rasa sopan dan hormatku padanya seketika luntur saat melihat apa yang Mas Tio lakukan dengan gadis itu.

"Tadi 'kan mas bilang ke luar bentar," jawab Mas Tio heran sambil menatapku.

"Ya." Aku menjawab singkat lalu berjalan menuju walk in closet.

"Mas, aku cuman bilang. Jangan ada lagi kebohongan atau kamu tidak akan pernah bisa melihatku dan anakmu," kataku setelahnya lalu pergi meninggalkan kamar. Mencari udara segar di halaman belakang rasanya pasti nyaman dibanding berdebat dengan Mas Tio.

Kulirik sedikit Mas Tio yang terdiam di tempatnya berdiri. Aku berdecih pelan. Aku hidup di lingkaran Tante Septi dan apa yang dialami oleh keluarga Mas Tio. Aku terima soal itu walaupun aku takut. Terlebih perkataan Tante Septi yang begitu buruk kepadaku. Di mana saat itu Mas Tio? Adakah membelaku? Tidak! Tetapi, jika memang benar Mas Tio memiliki hubungan dengan gadis itu, maka tidak ada kata ampun. Aku lebih baik pergi dari hidupnya, tidak ada kesempatan kedua baginya.

Menatap hamparan bunga membuatku tersenyum manis. Nanti ketika anakku seorang gadis, aku akan menjaganya sebaik mungkin. Mendidiknya sebaik mungkin supaya menjadi gadis yang sholehah. Biarlah lelaki di luaran sana sulit untuk mendapatkannya. Tidak seperti lebah yang mudah mendapatkan bunga ke mana-mana.

Jika lelaki, maka aku akan menjaganya, mendidiknya menjadi lelaki yang tangguh dan sholeh. Karena bagiku, pendidikan agama harus utama. Kuelus perutku dan tersenyum lebar.

Orang tuaku mungkin tak tahu bagaimana permasalahan yang terjadi selama aku menjadi istri Mas Tio. Tekanan batin sudah kudapatkan. Namun, rasa sabar masih mendominasiku. Bagaimanapun, kehormatan suamiku juga kehormatanku. Maka, sebaik mungkin aku harus bisa menjaga nama baiknya.

"Sayang, kamu di sini? Mas cari ke mana-mana," ujar Mas Tio yang langsung duduk di sebelahku. Memelukku dari samping dan mengecup keningku.

Mungkin aku akan tersipu malu dan bahagia, tetapi mengingat bagaimana Mas Tio memeluk gadis itu membuatku sedih. Tega sekali jika benar adanya. Tetapi, aku tak mau menuduh. Aku harus mencari bukti yang akurat.  Kugeser dudukku menjauh darinya. Mas Tio mengerutkan dahi menatapku. "Kamu kenapa?"

"Enggak kenapa-napa, Mas?"

"Badan Mas bau, ya?" tanyanya sambil menciumi badannya sendiri. Mencari aroma tak sedap yang mungkin ada. Ingin kujawab bahwa bukan itu permasalahannya, akan tetapi soal pelukan Mas Tio dengan gadis lain.

"Enggak bau, kok," ujar Mas Tio sambil menatapku.

Alih-alih menjawab, aku memilih diam dan menatap bunga-bunga yang indah dipandang.

"Sayang, kamu kenapa, sih?" tanya Mas Tio sambil memegang pundakku. "Tadi juga aneh kamu. Mas pulang justru berkata hal aneh."

Hatiku tersinggung mendengar perkataannya bahwa apa yang dikatakannya adalah hal aneh. Memangnya perkataanku tadi tidak mampu diserap baik oleh Mas Tio? Aku menggelengkan kepala pelan.

"Kamu kenapa? Kok diem dan geleng-geleng kepala?" desak Mas Tio sambil menarik wajahku supaya menatapnya.

"Katakan apa yang terjadi sama kamu, Sayang? Pasti ada suatu hal yang membuatmu begini," kata Mas Tio lagi.

Mertuaku Kaya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang