Bab 6

1.7K 26 2
                                    

Utamakan membaca Al-Qur'an guys

*****

"Eh, itu menantu Bu Diah, ya?" tanya tetangga ketika melewati halaman rumah Mama Diah.

Aku menyapa mereka dengan senyuman dan melanjutkan menyapu halaman. Aku masih mengambil cuti, daripada di rumah cuman rebahan sambil main ponsel yang tentu membuatku bosan.

Mas Tio sedang ke rumah Kang Adi. Katanya membicarakan bisnis baru yang hendak mereka geluti. Entah apa itu, Mas Tio belum membicarakannya padaku.

"Iya, 'kan kita datang."

"Hmm ... beda, ya."

"Beda, gimana?"

Walau aku sedang menyapu tetapi aku masih mendengar perkataan mereka.

"Buluk gitu, ya."

"Hooh, kupikir Tio yang ganteng gitu istrinya juga bakalan ganteng. Eh, ternyata."

Sakit hatiku mendengarnya. Mereka bisa berbicara begitu terhadapku. Selesai menyapu, aku langsung saja ke kamar. Melihat wajahku di kaca almari. Warna kulit kuning langsat hanya saja wajah agak coklat.

Aku memutuskan duduk dan mengamati wajahku dengan detail. Kutopangkan dagu dengan wajah melamun.

Suara pintu dibuka membuatku tak mengalihkan perhatian dari kaca almari.

"Kamu kenapa?" tanya Mas Tio heran.

Aku menggelengkan kepala dengan wajah cemberut.

"Kok cemberut gitu? Cerita sama aku," pintanya sambil berdiri di sebelahku.

"Mas, kamu cinta gak sama aku?"

Dahinya mengerut, menatapku penuh kebingungan. "Kamu memikirkan perkataanku tadi, ya? Aku hanya bercanda lho, Sayang."

Wajahku masih saja tersipu malu karena panggilan sayangnya. Huh, dulu aku merasa geli tiap Mas Tio memanggilku sayang sebelum menikah. Aku menolaknya mentah-mentah.

Tetapi, setelah menikah hatiku justru berbunga-bunga dan aku merasa senang dengan panggilan sayangnya. Memang aku sebucin ini dengan Mas Tio.

"Enggak, Mas. Aku cuman berpikir, aku ini hanya orang biasa yang bisa menikah dengan seorang pangeran," ujarku dengan lesu. Kenyataannya begitu.

Mas Tio menarik wajahku menghadapnya. Mencium keningku dengan penuh kelembutan. Ia menangkup wajahku. "Dengar, aku mencintaimu dengan tulus .... "

"Tetapi aku tidak cantik, Mas. Masih banyak wanita lain yang cantik di luar sana. Kenapa aku yang Mas dekatin?" tanyaku menyela perkataannya.

"Cinta tidak memandang rupa. Kamu ini cantik, Sayang. Hatimu cantik, apapun yang ada pada dirimu cantik. Aku ingin menikahi seseorang yang mau berjuang bersama-sama. Mau berubah menjadi lebih baik bersama-sama, mau berjuang meraih surga-Nya sama-sama. Dan, kamu wanita yang aku pilih juga kamu wanita yang Allah pilihkan untuk menjadi istriku."

Aku terisak mendengar perkataannya yang tulus dan serius.

"Siapa yang membuatmu begini?" tanyanya dengan tatapan mengintimidasi. Tampaknya Mas Tio tidak suka aku begini.

Mertuaku Kaya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang