Bab 10

1.4K 29 0
                                    

Utamakan membaca Al-Qur'an guys

******

Malam ini, hanya ada aku dan Mas Tio yang ada di rumah. Mama mertuaku entah kemana lagi. Aku heran, kenapa Mama Diah selalu suka ke luar rumah. Apa tidak betah dengan rumah semewah ini?

Suara pintu terbuka membuatku mengalihkan perhatian dari ponsel yang ada digenggamanku. Mas Tio masuk dengan membawa nampan yang di atasnya ada satu gelas susu.

"Kok kamu gak minta aku buatin susu, Mas?" tanyaku menatap Mas Tio.

Mas Tio justru menyerahkan segelas susu putih padaku. Aku mengernyit bingung menatapnya.

"Untuk kamu, kamu minum, gih!"

"Aku?" tunjukku tak percaya.

Mas Tio menganggukkan kepala.

"Aku 'kan tidak suka susu, Mas."

"Kamu minum saja, buat kesehatan."

Aku mengangguk dan mulai meminumnya dengan pelan setelah berdo'a. Sungguh aku tak suka susu. Entah di dunia ini ada orang yang sama sepertinya atau tidak. Ingin sekali aku menolaknya, namun aku tak mau membuat Mas Tio kecewa.

Mas Tio meraih segelas susu dan meneguknya sampai habis. "Kamu siap?"

"Ha?" Aku bingung dengan perkataannya. Siap apa pula. Memangnya Mas Tio mau mengajakku kemana?

"Melakukan sesuatu yang dilakukan oleh suami istri."

Aku terdiam mendengarnya. Kemudian mengangguk. Mungkin, memang inilah waktunya.

******

Pagi menyapa. Lagi-lagi aku tertidur setelah sholat shubuh. Tubuh terasa pegal dan lelah. Tadi malam aku dan Mas Tio memang melakukannya.

Dengan langkah pelan aku menuju kamar mandi, mencuci muka. Setelah itu, aku memutuskan ke lantai bawah. Disana ada Tante Septi dan Mama Diah yang sedang berbincang.

"Walah, pengantin baru bangunnya selalu siang," ujar Tante Septi dengan menyindir.

Aku memilih diam dan mencium punggung tangannya dan mama mertuaku.

"Biarin toh, dulu kamu juga gitu," celetuk Mama Diah membuat Tante Septi berdecak kesal.

Aku memutuskan menuju dapur dan menikmati sarapan pagi. Sepertinya Mama Diah dan Tante Septi sudah makan. Aku belum melihat Mas Tio lagi setelah tadi malam melakukan suatu hal yang luar biasa.

Tadi subuh aku dan Mas Tio sholat berjama'ah. Tadi malam, aku juga masih menyempatkan untuk sholat tajahud.

"Nona Tiara baru bangun?" tanya Bi Siti yang sedang membereskan peralatan makan.

Aku hanya menyengir saja. Hendak menyendok makan, aku menatap Bi Siti saat teringat lembaran kertad itu.

"Bi, boleh aku bertanya?"

Bi Siti menoleh dan mengangguk.

"Bisa berbicara di halaman belakang saja, Bi?" tawarku yang takut jika ada yang mendengar pembicaraan ini nanti. Karena masalah ini lumayan besar.

Bi Siti terdiam lalu mengangguk. Untung saja cucian sudah habis. Aku langsung saja berjalan lebih dulu menuju halamam belakang. Lalu duduk di kursi panjang berwarna putih itu. "Bi Siti kerja di sini saat almarhum papa masih hidup, 'kan?"

Mertuaku Kaya RayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang