01. Say Goodbye

363 28 2
                                    

Ketemu again 😁
Happy Reading yaa

>>><<<

Hari ini Tari akan berangkat ke pondok. Ia akan memulai hidup barunya disana. Semoga semuanya berjalan lancar. Kini ia sedang mempersiapkan semua kebutuhannya.

Semuanya telah masuk kedalam tas ransel Tari. Beberapa menit lagi ia akan meninggalkan kamar tercintanya ini. Semoga saja kamarnya baik-baik selalu saat ia tinggal menuntut ilmu nanti.

Tari memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah lewat pantulan dirinya di cermin. Hari ini ia tampak sangat cantik dengan gamis syar'i-nya.

"Maa Syaa Allah, cantiknya aku," puji Tari dengan senyum merekah.

"Ya Allah semoga jodoh hamba nanti salah satu dari santri Darul 'Ilmi. Semoga jodoh hamba nanti cogan, yang soleh, pinter, sopan, aamiin lima puluh lima kali!"

Ya ini salah satu alasan Tari dipondokkan. Biar otaknya kembali waras. Belum masuk pondok aja udah mikirin cogan. Emang sih mas-mas santri itu Maa Syaa Allah gantengnya. Apalagi pas pake baju koko pake sarung hitam terus pake peci juga. Astagfirullah, gantengnya meruntuhkan dunia.

"Tari cepetan jangan ngaca mulu!" teriak Abi dari ruang tamu. Beliau baru saja memanaskan mesin mobilnya.

Tanpa menyahut, Tari langsung keluar dari kamarnya. Ia menggendong satu ransel besar dipunggungnya.

"Abi, ayo Tari udah siap," ucap Tari dengan semangat menggelora.

"Bentar nunggu Umi dulu," sahut Abi.

Tari mengangguk pelan. Daripada ia bosan menunggu Umi-nya yang masih dandan. Mendingan makan tortilla dulu. Untung masih punya stok. Tentunya juga didampingi susu uht strawberry kesukaannya.

"Tar perasaan kamu itu suka banget minum susu, tapi kok nggak gede-gede ya," ucap Abi keheranan. Beliau melihat setiap inci dari tubuh putrinya ini. Heran dari dulu nggak tambah gede. Harusnya tiap tahun nambah tinggi, nambah gendut, nambah tembem, dan segalanya. Tapi Tari itu nggak, nggak ada yang tambah.

"Ya alhamdulillah dong Abi, emang Abi mau putri yang kegendutan," balas Tari sembari menyedot susu kotaknya sampai tandas.

Abi menghela napas pasrah, benar juga apa kata putrinya ini. Tak lama kemudian, Umi muncul keluar dari kamar. Beliau tampak cantik dengan balutan gamis syar'i. Kalau Umi nggak usah ditanya lagi, mau pake baju apapun kalau tetep sopan, ya tetep cantik. Makanya putrinya ini juga cantik, gen dari Umi.

"Umi cantik deh," rayu Abi saat Umi mulai berjalan mendekatinya.

"Tau, dari dulu Umi memang cantik. Kalau Umi nggak cantik emang Abi mau?" tanya Umi sambil menatap tajam muka Abi.

"Mau lah. Abi kan nggak mandang fisik seseorang," jawab Abi sok bijak. Umi yang mendengarnya pura-pura muntah.

"Nggak mandang fisik? Abi lupa ya enam bulan yang lalu, Abi bilang kalau Umi agak gendut, terus Abi minta Umi buat olahraga. Terus ada lagi ..."

"Udah Umi jangan diterusin, kasian Tari udah nunggu," potong Abi. Memang benar apa kata orang-orang, wanita itu mampu mengingat kejadian yang telah terjadi berminggu-minggu yang lalu.

"Dih ngeles," cibir Umi. Beliau mengalihkan pandangannya dari Abi.

Tari memandang kedua orang tuanya yang sedang terlibat perdebatan singkat. Tari menikmatinya serasa menonton film secara live. Apalagi ditemani dengan sebungkus tortilla yang baru saja diambilnya.

Bukan Zahra dan Ali [ 𝐄𝐍𝐃 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang