15. Tidak dipedulikan

134 13 0
                                    

Tari memajang susu kotak pemberian Apta diatas rak bukunya. Ia sengaja tidak meminumnya, karena ini adalah hal yang langka.

Setelah memajang susu itu, Tari merebahkan tubuhnya di kasur. Tangannya meraba sesuatu disampingnya, ia mengambil boneka keroppi nya lalu ia peluk erat.

Untung yang dipeluk boneka, kalau orang pasti tulang-tulangnya sudah copot satu-satu.

Dengan boneka keroppi di pelukannya, Tari terus tersenyum seperti orang gila. Milla yang sedang menulis sesuatu di buku diary nya memandang Tari prihatin.

"Tar sadar, jangan senyum-senyum mulu, jadinya malah nyeremin," kata Milla.

Tari langsung bangkit dari kasurnya dan menatap Milla dengan sorot bahagia.

"Hari ini aku seneng banget," ucap Tari mengawali bercerita.

"Seneng kenapa? Abi kamu ngirim uang lagi?" tebak Milla namun dibalas gelengan kepala Tari.

"Hari ini aku ketemu Apta terus dia ngasih susu kotak ini, huuu ... seneng banget aku!" seru Tari bersemangat.

Sesuatu yang menyangkut Mas Santrinya, Tari pasti bahagia. Apapun tentangnya, mampu membuat Tari tertarik.

"Sesimple itu kah bahagiamu?" tanya Milla.

"Iya, karena pada dasarnya bahagia bukan karena materi semata, bisa juga dari ketulusan dan kasih sayang yang kita rasakan," jawab Tari.

Milla berpindah ke kasur Tari. Ia duduk disamping Tari sambil memainkan jemarinya.

"Tar aku boleh cerita?" ijin Milla. Sorot matanya terlihat lesu dan lemah tidak seceria biasanya.

Tari mengangguk lalu menatap Milla dan siap mendengarkan semua keluh kesah sahabatnya.

"Aku punya sahabat kecil, tapi kita udah lama nggak ketemu, sekitar delapan tahunan. Aku kangen banget sama dia, pengen ketemu tapi ... dia nggak tau ada dimana," ungkap Milla sendu.

Tanpa basa-basi Tari langsung memeluk Milla. Ia menepuk punggung Milla dengan maksud menenangkan.

Tetapi Milla malah memarahinya, "Tari! Kamu mau bikin aku sakit punggung hah?!"

Tari hanya nyengir lalu kembali memeluk Milla, tapi kali ini pelukan tanpa tepukan.

"Tar aku cuma punya ini, kenangan terakhirku bersama dia," ucap Milla lalu merogoh sesuatu dari sakunya.

Tari membeku ditempat, kalung D. Tari mengenal itu, itu adalah kalungnya. Kalung ia berikan pada sahabatnya sewaktu Tari berpamitan padanya.

"Dia ngasih ini sehari sebelum dia pergi," ucap Milla.

Benar kan, berarti Milla orang yang selama Tari ini.

"Siapa nama sahabat kamu?"

"Dira."

Tari tersenyum, memang benar. Milla lah orang yang ia cari selama ini.

"Kenapa senyum?" tanya Milla heran. Perasaan tadi nggak ada yang ngelawak deh.

"Emang nggak boleh? Seneng aja akhirnya bisa ketemu Caca lagi," jawab Tari lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut kamar.

Milla masih bengong menatap Tari. Ia tak mengerti apa maksud Tari.

"Caca?"

Tari mengangguk lalu mengambil sesuatu dari rak bukunya. Sebuah buku diary kecil dengan hiasan bunga-bunga dan tertulis di sampulnya 'Dira&Caca'.

"Dira!" pekik Milla bahagia. Ia memeluk Tari erat.

Hari ini adalah hari bersejarah untuknya. Setelah delapan tahun tidak bertemu, mereka dipertemukan lewat Pondok Pesantren Darul 'Ilmi.

Acara berpelukan terus dilanjut. Hampir lima menit mereka berpelukan, tapi tidak ada yang mau melepas duluan.

***

Diba memasuki kamarnya dengan wajah ceria nan bahagia. Ia masih tidak menyangka Pondok tercintanya merupakan perantara ia bertemu dengan sahabatnya.

Diba rebahan di kasurnya sambil terus tersenyum. Hari ini sepertinya menjadi hari yang paling menyenangkan dalam hidupnya.

Untungnya ia sendirian di kamar jadi kedua temannya tidak curiga saat melihatnya tersenyum bak orang gila.

Daripada terus tersenyum seperti orang gila, Diba memutuskan untuk mandi. Jika menunggu nanti pasti lebih antre lagi.

Diba mengambil sebuah gamis warna dusty dan jilbab abu-abu dari dalam almarinya. Setelah membawa semua peralatan mandinya, Diba bergegas turun.

Tanpa sengaja Diba berpapasan dengan Tari dan Milla yang tertawa bahagia sambil sesekali saling memukul.

Mereka berdua tidak memperhatikan Diba yang sedang menatapnya. Diba juga tidak berminat untuk menyapa duluan.

Diba pun berjalan melewati mereka dan langsung menuju kamar mandi.

***

"Tar boleh minta tolong?" tanya Diba. Kini mereka sedang berkumpul di kamar.

"Minta tolong apa Dib?" sahut Tari. Mereka saling bertatapan namun tiba-tiba Milla datang dan memeluk Tari dari belakang.

Akhir-akhir ini mereka memang tampak lebih dekat. Entah perasaan Diba saja atau benar kenyataannya.

"Dir ayo ke supermarket sebelah, katanya ada diskon besar-besaran lo," ajak Milla.

"Ayo!" sahut Tari tanpa pikir panjang.

Menyisakan Diba yang menatap mereka dengan pandangan terluka.

"Dib nanti aja ya, aku mau keluar sebentar, assalamu'alaikum," pamit Tari.

"Assalamu'alaikum Diba," pamit Milla juga.

Diba tersenyum miris melihat kedua temannya yang sepertinya tidak menganggapnya ada. Kemana-mana ia tidak pernah diajak. Seolah Diba hanya pengganggu diantara mereka.

Sedih? Pastinya iya. Diba tidak pernah merasakan yang namanya mempunyai kawan. Sejak kehilangan Ammar sepuluh tahun yang lalu, Diba sulit mendapatkan kawan.

Sekalinya dapat, orang itu hanya memanfaatkan kelebihan yang ia punya. Diba baru berani membuka hati untuk orang baru saat ia mondok disini.

Tetapi itu ternyata pilihan yang salah. Mereka mengabaikannya seperti teman-teman lamanya.

Hanya ada satu orang yang Diba percaya sekarang, yaitu Ammar. Meskipun dia pernah pergi setidaknya sekarang dia sudah kembali.

***

Tari dan Milla membawa seplastik besar yang isinya camilan dan kebutuhan sehari-hari. Sesampainya di kamar, Tari dan Milla sama-sama mengistirahatkan tubuhnya di kasur Milla.

Mereka kembali bercanda dan tertawa tanpa peduli dengan hati Diba.

Diba menatap mereka dengan tatapan tajamnya, "jangan salahkan aku, jika aku berubah karena kalian sendiri lah yang sudah mengubahnya," batin Diba lalu keluar dari kamar tanpa pamit pada kedua temannya.

Diba keluar pun, tak satu pun dari mereka yang menyadarinya.

Mereka benar-benar melupakan sosok Diba dalam triangle friendship mereka.












































To be continued ...

Bukan Zahra dan Ali [ 𝐄𝐍𝐃 ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang